Seni Berbicara kepada Siapa Saja Kapan Saja di Mana Saja
Masukkan Password
PENDAHULUAN
KITA SEMUA HARUS BICARA
Manakah yang lebih Anda sukai?
Bila Anda memilih jawaban pertama, jangan merasa tak enak. Banyak yang seperti Anda. Meskipun setiap hari kita bicara, sering kali hal itu sulit dilakukan. Kendati demikian, sering kali pula kita dapat melakukannya dengan lebih baik, dan sepantasnya kita berlatih agar bisa bicara dengan lebih baik. Alasannya sederhana, jalan menuju sukses—baik di bidang sosial maupun profesional—biasanya dapat dilalui lewat bicara. Bila Anda tidak meyakinkan sebagai pembicara, jalan itu bisa sangat buruk.
Itulah sebabnya saya menulis buku ini, yaitu untuk mempermudah jalan itu. Berbicara merupakan mata pencaharian saya selama tiga puluh tujuh tahun, dan dalam talk show radio maupun televisi, saya telah bercakap-cakap dengan Mikhail Gorbachev sampai Michael Jordan. Secara teratur, saya juga menjadi pembicara di hadapan berbagai kelompok yang terdiri dari para sheriff sampai wiraniaga yang menjual produk maupun jasa keuangan dari pintu ke pintu atau yang biasa disebut stormdoor salesmen. Dalam halaman- halaman berikut, saya akan menyampaikan kepada Anda apa yang telah saya pelajari tentang cara bicara, baik kepada satu maupun ratusan orang.
Bagi saya, bicara merupakan salah satu kenikmatan hidup terbesar, sesuatu yang selalu saya lakukan dengan senang hati. Salah satu kenangan pertama saya ketika tumbuh dewasa di Brooklyn adalah berdiri di pojok EightySixth Street dan Bay Parkway, menyebutkan mobil-mobil yang lewat dan siapa pembuatnya. Ketika itu saya berusia tujuh tahun. Karena saya suka bicara, teman-teman menyebut saya The Mouthpiece. Sejak itu, saya selalu bicara.
Sahabat terbaik saya pada masa itu, Herb Cohen (yang sekarang masih tetap sahabat terbaik saya dan saya panggil Herbie), memberitahu orang-orang bahwa saya biasa berceloteh tentang The Dodgers di Ebbets Field. Saya akan duduk sendiri, mengeluarkan kartu skor saya, dan “menyiarkan"pertandingan itu. Kemudian, saya pulang ke rumah dan bercerita kepada teman-teman saya tentang segala sesuatu mengenai pertandingan itu. Herb bilang kepada orang-orang, “Bila Larry nonton pertandingan di stadion Ebbets dan pertandingan itu berlangsung dua jam sepuluh menit, cerita Larry tentang pertandingan itu lamanya juga dua jam sepuluh menit.”
Herbie dan saya bertemu pertama kali di kantor kepala sekolah ketika kami berusia sepuluh tahun. Saya masuk ketika ia sudah berada di sana. Sekarang, kami tak ingat lagi mengapa kami harus ke sana, tapi kemungkinan besar karena kami suka bicara di kelas.
Saya sangat suka bicara, dan saya tahu mengapa sejumlah orang merasa kikuk untuk bicara. Ada ketakutan kalau- kalau mengatakan hal yang salah atau mengatakan hal yang benar dengan cara yang salah. Seperti dikemukakan seorang penulis, “Lebih baik tetap diam dan dianggap bodoh daripada membuka mulut dan menghilangkan keraguan itu.” Bila Anda sedang bicara kepada orang yang masih asing, atau kepada banyak orang sekaligus, ketakutan itu makin besar.
Saya harap buku ini dapat membantu menghilangkan ketakutan itu. Salah satu hal yang saya pelajari adalah tidak ada orang yang tidak bisa diajak bicara, bila kita memiliki sikap yang tepat. Setelah membaca buku ini, saya harap Anda akan mampu mengikuti segala percakapan dengan penuh keyakinan, dan Anda akan tahu cara menyampaikan pesan dengan efektif, dalam situasi apa pun. Anda akan dapat berbicara dengan lebih baik dan lebih menikmatinya.
Bab-bab dalam buku ini mencakup hal-hal yang penting, dengan tips-tips maupun contoh nyata menyangkut pembicaraan dalam berbagai situasi—dari pernikahan saudara sepupu Anda sampai pesta makan malam resmi, atau pidato di depan tamu-tamu terhormat dan terpandang. Saya akan memberitahu Anda apa yang dapat Anda pelajari dari tamu- tamu yang telah saya wawancarai dalam siaran saya—Anda akan lihat bahwa sebagian dari mereka benar-benar sulit—dan bagaimana Anda dapat memanfaatkan apa yang telah saya pelajari untuk membantu Anda dan saya.
Bicara merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling mendasar, yang membedakan kita sebagai suatu spesies. Menurut taksiran, konon rata-rata orang mengucapkan delapan belas ribu kata sehari, dan saya sama sekali tidak meragukan angka itu. Kalau demikian, mengapa kita tidak mengembangkan keterampilan kita untuk menjadi pembicara terbaik? Marilah kita mulai dari sekarang. Segera balik halaman ini.
Hei, Herbie, dengarkan!
Larry King
BAB 1
BICARA SATU LAWAN SATU
DASAR-DASAR PERCAKAPAN YANG BERHASIL
Bicara itu seperti main golf, mengendarai mobil, atau mengelola toko—semakin sering Anda melakukannya, semakin mahir dan semakin senang Anda melakukannya. Tetapi, Anda harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dulu.
Saya beruntung telah mencapai suatu tingkat keberhasilan dalam bicara. Barangkali saat membaca buku ini, Anda akan berpikir dalam hati, “Oh, jelas! Dia dapat mengatakan bahwa bicara itu menyenangkan. Dia senang melakukannya.”
Memang benar, bicara merupakan bakat alami bagi saya, tapi bukankah mereka yang mempunyai kemampuan alami untuk suatu hal pun harus berusaha mengembangkannya? Bukankah orang yang berbakat pun harus mengubah bakat mereka menjadi keahlian? Ted Williams, pemukul bisbol terbesar yang dikaruniai bakat alami lebih daripada siapa pun, mati-matian berlatih seperti orang lain. Luciano Pavarotti dilahirkan dengan suara indah, tetapi ia tetap harus belajar menyanyi.
Memang, saya mempunyai bakat alami dan kecenderungan untuk berbicara, tetapi saya pernah mengalami begitu banyak kejadian di mana bicara tidak semudah sekarang.
DEBUT SAYA YANG GAGAL
Kalau Anda pernah menikmati siaran dari sebuah stasiun radio di Miami Beach 37 tahun yang lalu dan menjadi saksi hari pertama saya siaran, Anda akan keheranan bahwa saya bisa bertahan, dan malah cukup berhasil, sebagai pembicara profesional.
Itu terjadi di stasiun WAHR, sebuah stasiun kecil berseberangan dengan kantor polisi, di First Street, dekat Washington, di pagi hari tanggal 1 Mei 1957. Tiga minggu saya berada di sana, berputar-putar, berharap dapat masuk ke dunia radio impian saya. General manager stasiun itu, Marshall Simmonds, mengatakan bahwa ia menyukai suara saya, tapi ia tidak mempunyai lowongan. Kata orang, saya tak perlu mengambil serius apa yang dia katakan, yaitu bahwa dia menyukai suara saya, karena konon itu hanya sopan santun untuk menolak saya.
Waktu itu saya baru saja keluar dari Brooklyn. Saya tinggal bersama paman saya, Jack dan istrinya, di sebuah apartemen kecil dekat stasiun itu, sambil menunggu kesempatan kerja. Saya tak punya uang, dan sudah cukup beruntung dapat sekadar berteduh di rumah paman. Setiap hari, saya datang ke stasiun itu, mengamati para disc jockey (DJ) yang sedang siaran. Saya senang menyaksikan penyiar yang membacakan berita, atau penyiar olahraga yang memberikan hasil-hasil pertandingan olahraga.
Saya memperhatikan siaran-siaran langsung dari AP (American Press) dan UPI (United Press International) dengan penuh kekaguman. Saya tulis beberapa cerita pendek, berharap seseorang mau mengudarakannya. Tiba-tiba, setelah tiga minggu, seorang DJ yang bertugas pagi hari keluar. Marshall memanggil saya ke kantornya di hari Jumat, dan memberitahu bahwa saya mendapat pekerjaan, mulai Senin pagi jam sembilan. Saya memperoleh lima puluh lima dolar seminggu. Saya mengudara dari jam sembilan sampai sore, Senin sampai Jumat. Sore hari, saya mengudarakan siaran berita dan siaran olahraga sampai jam lima.
Mimpi saya menjadi kenyataan!Tak hanya bekerja di radio, saya akan mengudara selama tiga jam setiap pagi, plus setengah lusin kali atau lebih di sore hari. Saya akan mengudara sesering Arthur Godfrey, superstar CBS itu.
Saya tidak dapat tidur sepanjang akhir minggu itu. Saya terus melatih kata-kata yang akan saya ucapkan di radio. Jam setengah sembilan pagi di hari pertama saya, saya benar- benar gelisah, bisa dibilang senewen. Saya minum kopi dan air untuk mulut dan kerongkongan saya yang kekeringan. Saya membawa rekaman theme song saya, “Swingin’Down the Lane” gubahan Les Elgart, siap memasangnya begitu saya masuk ke studio. Saat itu saya semakin gugup.
Kemudian, Marshall Simmonds memanggil saya ke kantornya untuk memberikan ucapan selamat. Setelah saya mengucapkan terima kasih kepadanya, ia bertanya, “Nama apa yang akan kau pakai?”
Kata saya, “Apa maksud Anda?”
“Yah, kau tidak dapat memakai nama Larry Zeiger. Ini soal etnik. Orang tak akan dapat mengeja atau mengingatnya. Kau perlu nama yang bagus. Kau tidak akan memakai Larry Zeiger.” la membuka Miami Herald di mejanya. Di situ ada sehalaman penuh King’s Wholesale Liquors. Marshall menunduk, lalu berkata, “Bagaimana jika Larry King?”
“Oke.”
“Baiklah. Itulah namamu—Larry King. Kau membawakan The Larry King Show!’
Jadi, begitulah saya, dengan pekerjaan baru, bahkan nama baru. Datang saatnya berita pukul sembilan, dan saya duduk di dalam studio, diiringi “Swingin’ Down the Lane”, siap menyiarkan The Larry King Show kepada pendengar. Mulut saya serasa seperti kapas, kering, tersekat.
Memang, saya mempunyai bakat alami dan kecenderungan untuk berbicara, tetapi saya pernah mengalami begitu banyak kejadian di mana bicara tidak semudah sekarang.
Sebagai teknisi (seperti halnya di stasiun radio kecil), saya memulai theme song itu. Musik mulai. Lalu saya lirihkan perlahan agar saya bisa mulai bicara.Tetapi, ya ampun, tak ada kata yang keluar.
Lalu saya keraskan lagi musiknya… dan saya lirihkan lagi… tetapi, tetap saja tak ada kata yang keluar dari mulut saya sampai tiga kali. Satu-satunya yang terdengar oleh para pendengar saya adalah rekaman lagu yang volumenya naik turun, tanpa diikuti suara manusia.
Saya masih ingat, saat itu saya berkata pada diri sendiri bahwa saya benar-benar bodoh; saya cuma seorang pembual jalanan, dan tak siap melakukannya secara profesional. Saya tahu bahwa saya suka pekerjaan ini, tapi jelas juga bahwa saya sama sekali tak siap untuknya. Saya tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya.
Akhirnya, Marshall Simmonds, orang yang telah begitu baik memberi saya kesempatan yang hebat, marah besar, semarah-marahnya seorang manajer, la menendang pintu ruang kontrol sampai terbuka dan mengucapkan empat kata kepada saya, keras dan jelas, “Ini bisnis komunikasi, tahu?!”
Kemudian ia berbalikdan pergi sambil membanting pintu.
Saya langsung menghadap ke mikrofon dan mengucapkan kata-kata pertama saya sebagai penyiar, “Selamat pagi. Ini hari pertama saya di radio. Saya sudah lama ingin mengudara. Saya telah berlatih sepanjang akhir minggu kemarin. Lima belas menit lalu saya diberi nama baru. Saya telah membawa sebuah theme song yang siap diputar, tapi mulut saya kering. Saya gugup. General manager saya baru saja menendang pintu dan berkata, ‘Ini bisnis komunikasi, tahu?!”’
Setelah mengucapkan sesuatu, saya jadi lebih yakin untuk memulai. Saya jadi mampu bicara, dan pertunjukan selanjutnya berjalan lancar. Itulah awal karier berbicara saya. Kini, saya tak pernah gugup lagi di radio.
KEJUJURAN
Pagi itu di Miami Beach, satu hal yang saya pelajari mengenai bicara: Entah Anda mengudara atau tidak: Jujurlah.
Dengan prinsip itu, Anda tidak akan salah, dalam dunia penyiaran atau bidang-bidang bicara apa pun. Arthur Godfrey mengatakan hal yang sama kepada saya tentang cara menjadi penyiar yang berhasil: Biarkan para pendengar dan penonton merasakan pengalaman dan perasaan Anda.
Ketika saya membuat debut sebagai pembawa talk show, di Miami juga, saya mempunyai pengalaman yang sama. Itulah kedua kalinya saya gugup di udara, selain pengalaman pertama di radio dulu.
Saya belum pernah tampil di televisi sebelumnya, dan saya merasa gugup. Produser menyuruh saya duduk di kursi putar. Kesalahan besar! Karena gugup, saya memutar-mutar kursi ke kiri ke kanan, dan setiap pemirsa di sana melihatnya. Benar-benar menggelikan.
Lalu saya menggunakan insting saya. Saya letakkan pemirsa di posisi saya. Saya beritahu pemirsa bahwa saya gugup. Saya katakan bahwa saya telah di radio selama tiga tahun, tapi ini pertama kalinya saya tampil di televisi; dan bahwa seseorang menyuruh saya duduk di kursi putar ini.
Nah, dengan mengucapkan kata-kata itu, sekarang semua orang sudah tahu situasi saya, dan saya tidak gugup lagi. Saya lebih enak bicara dan lebih berhasil di malam pertama saya di televisi, karena saya jujur kepada orang-orang yang saya ajak bicara.
Kemudian, seseorang bertanya kepada saya, “Seandainya Anda berjalan-jalan di NBC News, lalu seseorang menggamit Anda dan menyuruh Anda duduk di kursi di dalam studio, menyodorkan setumpuk kertas pada Anda dan berkata, ‘Brokaw sakit. Kau yang mengudara,‘dan lampu dinyalakan. Apa yang akan Anda lakukan?”
Saya katakan bahwa saya akan benar-benar jujur.
Saya akan menatap kamera dan berkata, “Saya sedang berjalan-jalan di NBC ketika seseorang mengejutkan saya, menyodorkan kertas-kertas ini, dan berkata, ‘Brokaw sakit. Kau yang mengudara.’”
Kalau saya berkata demikian, semua pemirsa akan tahu bahwa saya belum pernah membawakan berita; saya tak tahu apa yang terjadi; saya harus membaca sesuatu yang asing bagi saya; bahkan saya tidak tahu kamera mana yang harus dilihat. Dengan cara itu, saya menempatkan semua pemirsa berada di posisi saya. Mereka bisa memahami saya. Mereka tahu bahwa saya jujur kepada mereka, dan saya akan berusaha sebaik-baiknya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk mereka.
Saya berhasil berkomunikasi dengan mereka, bukan hanya mengenai apa yang saya komunikasikan, tapi juga dilema yang saya hadapi. Sekarang saya dalam posisi yang lebih baik berhadapan dengan mereka daripada seandainya saya berusaha mengingkarinya. Sebaliknya, jika saya dapat tampil percaya diri, segalanya berlangsung lancar, dan saya mampu mengomunikasikannya kepada para pemirsa saya, saya mampu mencapai semuanya itu karena alasan yang sama— saya menjadikan mereka bagian dari pengalaman saya.
FORMULA LAIN UNTUK KEBERHASILAN
Sikap yang benar—kemauan untuk bicara, meski untuk pertama kali kita merasa tidak enak—merupakan unsur dasar lain untuk menjadi pembicara yang baik. Setelah kegagalan saya di radio di Miami, saya membentuk sikap itu. Setelah berhasil mengatasi kasus demam mike itu, saya membuat komitmen bagi diri sendiri bahwa saya akan melakukan beberapa hal:
- Saya akan tetap bicara.
- Saya akan meningkatkan kemampuan bicara saya dengan melatihnya dengan serius
Apa yang saya lakukan? Segala hal. Saya membawakan acara pagi, menyiarkan ramalan cuaca, dan menjadi reporter olahraga sore. Juga berita bisnis. Saya membacakan berita, menyampaikan pidato. Jika orang yang bertugas sakit atau ingin mengambil cuti, saya bersedia menggantikannya. Saya sambut setiap peluang untuk bicara di udara sesering mungkin. Tujuan saya adalah mengudara dan sukses di udara, maka saya katakan kepada diri sendiri bahwa jika perlu, saya harus melakukan apa yang dilakukan oleh Ted Williams — saya berlatih lebih keras.
Anda juga dapat berlatih sebagai pembicara. Selain dengan buku-buku petunjuk dan, sekarang, video-video tentang cara bicara, banyak yang dapat Anda lakukan sendiri. Anda dapat bicara sendiri di sekeliling rumah atau apartemen Anda. Saya melakukannya.Tidak sering, cuma kadang- kadang. Saya hidup sendiri, sehingga dari waktu ke waktu saya biasa mengucapkan beberapa kata kepada diri sendiri atau mencoba sesuatu yang barangkali ingin saya katakan nanti dalam pidato atau show saya. Saya tidak merasa kikuk melakukannya, meski tak ada seorang pun di sekitar saya. Anda dapat melakukan hal yang sama, meskipun tidak hidup sendirian. Anda dapat masuk ke kamar, atau di gudang, atau saat mengendarai mobil.
Anda dapat segera berlatih bicara dengan lebih baik. Anda juga dapat berdiri di depan cermin dan bicara kepada bayangan Anda. Ini merupakan teknik yang lazim, khususnya bagi orang-orang yang berusaha meningkatkan kemampuan mereka sebagai pembicara publik. Hal itu berguna juga untuk percakapan sehari-hari, dan dapat membantu Anda melatih diri membuat kontak mata, karena secara otomatis Anda akan menatap sosok di depan Anda, yaitu bayangan Anda di cermin.
Di samping kemauan untuk melakukannya, Anda setidaknya memerlukan dua syarat untuk menjadi pembicara yang baik: perhatian yang dalam kepada orang lain dan keterbukaan diri Anda kepada mereka.
Jangan menganggap saya tidak waras jika saya menganjurkan teknik berikut ini: bicaralah pada anjing, kucing, burung, atau ikan mas Anda. Bicara pada hewan piaraan adalah cara yang hebat untuk berlatih bicara kepada sesama— dan Anda tidak perlu khawatir akan dibantah atau diinterupsi.
Di samping kemauan untuk melakukannya, Anda setidaknya memerlukan dua syarat untuk menjadi pembicara yang baik: perhatian yang dalam kepada orang lain dan keterbukaan diri Anda kepada mereka.
Saya pikir para pemirsa talk show malam saya di CNN dapat melihat dengan jelas bahwa saya menaruh perhatian kepada para tamu saya. Saya pastikan untuk menatap mata mereka. (Kegagalan melakukan ini menjadi kehancuran bagi banyak orang, yang akan kita bicarakan kemudian.) Kemudian, saya majukan kursi saya dan saya ajukan pertanyaan-pertanyaan tentang diri mereka.
Saya menghargai setiap orang dalam show saya—dari para presiden dan atlet Hall of Fame sampai ke Kermit si Katak dan Miss Piggy dan The Muppets, dan ya, saya berhasil. Anda tidak bisa sukses bicara kepada orang-orang jika mereka menganggap Anda tidak tertarik pada apa yang mereka katakan, atau Anda tidak menghargai mereka.
Saya ingat Will Rogers pernah berkata, “Setiap orang banyak tidak tahunya, hanya saja mengenai masalah-masalah yang berbeda.” Ada baiknya mengingat ini, entah Anda berbicara kepada satu orang saat Anda bekerja, atau kepada seorang tamu TV di depan sepuluh juta pasang mata. Yang perlu diingat, setiap orang adalah ahli dalam suatu hal. Paling tidak, setiap orang memiliki satu topik bahasan yang mereka suka membicarakannya.
Anda juga dapat berlatih sebagai pembicara. Selain dengan buku- buku petunjuk dan, sekarang, video-video tentang cara bicara, banyak yang dapat Anda lakukan sendiri.
Hargailah selalu keahlian itu. Para pendengar Anda selalu bisa membedakan apakah Anda menghargai mereka atau tidak. Jika merasa dihargai, mereka akan memperhatikan dengan lebih saksama saat Anda bicara. Jika tidak, apa pun yang Anda katakan atau Anda lakukan takkan dapat memikat mereka terhadap apa yang sedang Anda bicarakan.
Syarat terakhir dalam formula keberhasilan saya adalah keterbukaan tentang diri Anda sementara Anda bicara kepada orang lain, sebagaimana sikap terus terang saya kepada audiens ketika saya mengalami kasus demam mike yang berat di hari pertama siaran saya. Inti aturannya adalah perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin mereka memperlakukan Anda. Ini juga berlaku pada percakapan. Anda harus seterbuka dan sejujur teman bicara Anda.
Ini tidak berarti bahwa Anda harus bicara tentang diri Anda sendiri sepanjang waktu atau membocorkan rahasia pribadi. Justru sebaliknya. Apakah Anda ingin mendengar tentang batu empedu tetangga Anda? Atau akhir minggu rekan kerja Anda bersama mertuanya? Kemungkinan besar tidak. Jadi, jangan melulu menggunakan cerita Anda sebagai bahan percakapan.
Pada saat yang sama, hendaknya Anda mengungkapkan jenis informasi yang ingin Anda tanyakan kepada orang lain. Mengatakan kepada orang-orang apa latar belakang Anda, apa yang Anda sukai dan apa yang tidak, adalah bagian dari memberi dan menerima dalam percakapan. Begitulah cara mereka mengenal orang-orang.
Regis Philbin dan Kathie Lee Gifford adalah contoh pembicara yang baik, yang menunjukkan keterbukaan
tentang diri mereka saat bicara kepada para tamu mereka. Mereka masuk ke dalam diri Anda dengan mudah dan alami, dan tidak ragu-ragu mengungkapkan selera mereka atau menceritakan kisah tentang diri mereka.Tanpa membuat diri menjadi pusat pembicaraan, mereka menjadi diri sendiri. Mereka tidak berusaha mengingkarinya. Jika cerita mereka menimbulkan nada sentimental atau jenis emosi lain, mereka tidak malu-malu menunjukkan perasaan mereka. Regis dan Kathie Lee jelas tahu bahwa tidak ada salahnya menunjukkan sisi sentimental jika itu memang momen sentimental. Mereka menunjukkan ketakutan, kesedihan, atau apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh suatu cerita atau dirasakan oleh para tamu. Para audiens di studio dan di rumah melihatnya dan merasakan keterbukaan serta ketulusan mereka.
Siapa pun yang pernah saya ajak bicara selama lebih dari beberapa menit, paling tidak tahu dua hal tentang diri saya: (1) Saya berasal dari Brooklyn dan (2) Saya orang Yahudi.
Bagaimana mereka tahu tentang saya? Karena saya menceritakan latar belakang saya kepada setiap orang yang berkomunikasi dengan saya. Itu merupakan bagian dari diri saya, jauh di dalam. Dan saya bangga sebagai orang Yahudi dan berasal dari Brooklyn. Jadi, banyak percakapan saya dimulai dengan referensi tentang latar belakang saya. Saya senang bercerita kepada orang lain.
Seandainya saya penggagap, akan saya katakan juga kepada teman bicara saya. “S-s-s-senang b-b-berkenalan d-d-dengan Anda. N-n-nama s-s-saya Larry King. S-saya m-m-mempunyai masalah g-ga-gap, tapi saya senang bercakap- cakap d-dengan Anda.”
Yang perlu diingat, setiap orang adalah ahli dalam suatu hal. Paling tidak, setiap orang memiliki satu topik bahasan yang mereka suka membicarakannya.
Anda telah menunjukkan keadaan diri Anda. Anda tidak perlu khawatir bicara kepada seseorang, karena Anda telah menceritakan situasi Anda, yang bagaimanapun akan segera mereka ketahui. Anda telah mengatasinya, jadi tak ada pretensi. Percakapan itu memberikan kebebasan yang memungkinkan Anda berdua untuk semakin menikmatinya. Memang, itu tidak akan menyembuhkan gagap Anda, tetapi jelas akan membantu Anda menjadi pembicara yang baik, di samping juga mendapatkan rasa hormat dari orang yang Anda ajak bicara.
Mel Tillis, penyanyi country-western, menggunakan pendekatan ini. Kariernya sebagai penyanyi sangat sukses dan ia benar-benar mengesankan sebagai tamu dalam sebuah wawancara, meskipun dia gagap. Itu tidak tampak jika ia sedang bernyanyi, tapi tampak jelas ketika bicara. Mei tidak merasa rendah diri karenanya, melainkan menerimanya sepenuhnya, berkelakar tentangnya, dan begitu santai menjadi dirinya sendiri, hingga Anda pun merasa nyaman.
Percakapan itu memberikan kebebasan yang memungkinkan
Anda berdua untuk semakin menikmatinya.
Seorang tamu di show televisi saya di Florida lahir dengan langit-langit mulut terbelah. Sama sekali tidak mudah untuk memahami bicaranya. Tapi, ia senang tampil di show saya dan bercerita tentang dirinya sendiri, la adalah seorang multijutawan, meski beberapa orang menganggapnya orang cacat. Bagaimana ia dapat menjadi multijutawan? la adalah seorang wiraniaga. Dia mendekati siapa pun yang ia ajak bicara tanpa pretensi dan tanpa berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa ia “lucu kalau bicara”, la berhasil karena mau menyesuaikan diri dengan keadaannya dan membantu orang lain menyesuaikannya.
BAB 2 MEMECAH KEBEKUAN
BERBICARA DENGAN ORANG ASING
Entah lingkupnya sosial atau profesional, hal yang harus dilakukan dalam berbicara dengan orang-orang adalah membuat mereka mudah melakukannya. Kebanyakan dari kita biasanya malu; dan percayalah, saya pun malu. Saya adalah bocah kecil dari Brooklyn yang memakai kacamata dan terkenal pemalu. Bahkan kita semua cenderung gugup atau paling tidak agak gugup jika bicara dengan orang yang belum pernah kita temui sebelumnya. Apalagi saat pertama kali bicara di depan publik.
Cara terbaik untuk mengatasi rasa malu adalah dengan mengingatkan diri Anda sendiri pada pepatah lama, yaitu bahwa saat memakai celana, orang yang Anda ajak bicara memasukkan kakinya ke celana satu demi satu. Memang ini klise, tapi seperti kebanyakan klise, biasanya ini benar. Itu sebabnya ungkapan seperti itu menjadi klise.
Klise ini merupakan cara efektif untuk melukiskan bahwa kita semua adalah manusia, dan karena itu Anda tidak perlu gugup meski harus bicara dengan seorang profesor dengan empat gelar atau astronaut yang telah terbang 18.000 mil ke luar angkasa, atau seseorang yang terpilih menjadi gubernur provinsi Anda.
Ingatlah: Orang yang Anda ajak bicara akan semakin menikmati percakapan jika mereka tahu bahwa Anda menikmatinya juga, entah Anda merasa sederajat dengan mereka atau tidak.
Ingatlah bahwa kebanyakan dari kita mulai dengan cara yang sama. Sangat sedikit dari kita yang lahir kaya dan berkuasa, jika Anda bukan seorang dari keluarga Kennedy atau Rockefeller, atau keturunan keluarga pilihan. Kebanyakan dari kita mulai sebagai anak-anak dari keluarga dengan pendapatan menengah-atau-rendah. Kita bekerja sambilan untuk membayar kuliah atau sambil memulai karier. Dan orang-orang yang kita ajak bicara kemungkinan juga demikian. Barangkali kita tidak sekaya atau setenar mereka, atau sama berhasilnya di bidang kita, tapi mungkin kita berasal dari latar belakang yang sama, jadi dapat dikatakan bahwa kita ini bersaudara. Anda tidak perlu merasa rendah diri atau terintimidasi. Anda berada di suatu tempat, dalam kondisi yang kurang lebih sama seperti orang yang Anda ajak bicara.
Orang yang Anda ajak bicara akan semakin menikmati percakapan jika mereka tahu bahwa Anda menikmatinya juga
Untuk membantu Anda mengatasi rasa malu, ingatlah bahwa orang yang Anda ajak bicara sama malunya seperti Anda. Kebanyakan dari kita demikian. Mengingatkan diri tentang hal ini akan sangat menambah kemampuan Anda melepaskan rasa malu itu.
Kadang Anda bertemu dengan orang yang jauh lebih pemalu daripada Anda. Sangat gamblang dalam ingatan saya wawancara dengan seorang pilot angkatan udara yang terkenal sebagai “jagoan” karena telah berhasil menembak jatuh lebih dari lima pesawat musuh dalam Perang Dunia II.
Ada organisasi sosial pilot-pilot seperti itu, yang cabang- cabangnya tidak hanya ada di Amerika Serikat, tapi juga di Jerman, Jepang, Vietnam, dan negara lainnya. Untuk mudahnya, kita sebut saja mereka para jagoan.
Pada suatu hari, semua cabang bertemu di Miami pada akhir 1960-an, ketika saya membawakan sebuah talk show malam hari di stasiun WIOD, yang kemudian bergabung dengan Mutual Broadcasting System. Miami Herald mengenali satu-satunya pilot jagoan yang tinggal di Miami, seorang analis saham yang pernah menembak jatuh tujuh pesawat Jerman dalam Perang Dunia II. Surat kabar itu menelepon produser saya dan menyarankan kepada kami untuk menyiarkannya. Mereka mengatakan akan memuat isi pertunjukan dalam artikel mereka tentang orang itu.
Kami menghubungi jagoan itu untuk menjadwalkan siaran, la dijadwalkan selama satu jam, dari jam sebelas sampai tengah malam. Surat kabar itu mengatakan akan mengirim seorang reporter dan fotografer.
Ketika tamu kami tiba di studio, saya menjabat tangannya.
Anda tahu? Tangannya berkeringat! Saya hampir tidak mendengar ketika ia berkata “Halo”. Jelas ia gugup. Gugup? Tidak heran! Orang ini kan tidak sedang bersiap untuk menerbangkan pesawat terbang. Menerbangkan pesawat adalah hal lumrah baginya.Tapi, menghadapi corong radio adalah hal baru baginya.
Setelah lima menit berita jaringan, saya memulainya pada pukul 23.05 dengan latar belakang singkat tentang perkumpulan pilot. Kemudian saya mengajukan pertanyaan pertama saya,
“Mengapa Anda mau menjadi pilot?”
“Tidak tahu.”
“Well, jelas Anda suka terbang.”
“Yah.”
“Tahukah Anda mengapa Anda suka terbang?”
“Tidak.”
Beberapa pertanyaan yang saya ajukan dijawab oleh jagoan kita ini dengan dua kata atau kurang: Ya. Tidak. Tidak tahu.
Saya menengok jam di studio. Saat itu pukul 23.07, dan saya sudah kehabisan bahan pembicaraan. Saya kehabisan bahan untuk saya tanyakan kepada orang ini. la takut setengah mati. Benar-benar ketakutan. Herald jadi malu. Saya sendiri merasa tak enak. Setiap orang di sana mempunyai pikiran sama: Apa yang akan kami lakukan? Kami mempunyai sisa waktu lima puluh menit. Dan para pendengar di seluruh Miami dapat meraih tombol tuning radio mereka setiap saat sekarang, untuk memindahkannya.
Lagi, saya teruskan dengan insting saya. Saya tanya dia, “Jika ada lima pesawat musuh di udara dan saya punya sebuah pesawat diparkir di belakang studio ini, akankah Anda kejar?”
“Ya.”
“Akankah Anda gugup?”
“Tidak.”
“Mengapa sekarang gugup?”
Jawabnya, “Karena saya tidak kenal siapa yang mendengarkan obrolan kita ini.”
Kemudian saya tanya dia, “Jadi, Anda takut karena tidak tahu.”
Kami berhenti bicara tentang hari-harinya di Angkatan Udara dan mulai bicara tentang ketakutan. Kegugupannya lenyap. Sungguh, dalam sepuluh menit, saya telah menciptakan monster. Bicara tentang terbang? Tidak masalah, la bercerita dengan antusiasme besar, “Saya terobos awan dengan pesawat saya! Menukik tajam ke kanan! Matahari berkilau di ujung sayap….”
Mereka harus membawanya keluar tengah malam, la masih saja berbicara. Jagoan Perang Dunia II itu menjadi pembicara yang baik karena ia mampu mengatasi kekhawatirannya begitu ia masuk dalam momen itu dan menjadi terbiasa dengan suaranya sendiri.
Pada mulanya kami bicara tentang masa lalunya, dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi dalam wawancara, makanya ia takut setengah mati. Tapi, begitu kami mulai membicarakan keadaan sekarang, tak ada lagi yang ia takutkan, la menceritakan apa yang terjadi di studio saat itu, dan mengungkapkan perasaannya. Karenanya, kegugupannya lenyap dan kepercayaan dirinya kembali pada tingkat normal. Begitu melihat hal ini, saya dapat mengajaknya membicarakan masa lalu.
Anda dapat menggunakan teknik yang sama untuk memecahkan kebekuan dengan orang yang Anda ajak bicara untuk pertama kali. Bagaimana? Gampang. Buatlah mereka merasa nyaman.Tanyakan tentang diri mereka. Dengan demikian, Anda mempunyai bahan untuk dibicarakan, dan teman bicara Anda akan menganggap Anda pembicara yang menyenangkan. Mengapa? Karena orang-orang senang diajak bicara tentang diri mereka.
Nasihat yang sama datang dari Benjamin Disraeli, novelis, pejabat, dan Perdana Menteri Inggris: “Bicaralah kepada orang-orang tentang diri mereka dan mereka akan memperhatikan Anda.”
Jangan percaya pada kata-kata saya. Nasihat yang sama datang dari Benjamin Disraeli, novelis, pejabat, dan Perdana Menteri Inggris: “Bicaralah kepada orang-orang tentang diri mereka dan mereka akan memperhatikan Anda.”
MEMBUKA PERCAKAPAN
Entah Anda berada di pesta atau di jamuan makan malam, di hari pertama Anda bekerja, bertemu dengan tetangga baru, atau siapa pun dengan latar belakang yang jauh berbeda, topik-topik yang dapat Anda gunakan untuk membuka percakapan hampir tidak terbatas.
Dalam Olimpiade Musim Dingin 1994, jika orang yang Anda ajak bicara bukan makhluk dari Mars, Anda dapat membicarakan episode Tonya Harding-Nancy Kerrigen. Mark Twain pernah mengeluh bahwa banyak orang membicarakan cuaca, tapi tak seorang pun melakukan apa- apa. Nyatanya cuaca menjadi topik pembicaraan yang tak pernah gagal dan sungguh-sungguh aman untuk memulai percakapan, khususnya jika pengetahuan Anda tentang orang yang Anda ajak bicara benar-benar nol. Banjir di Midwest, gempa bumi, kebakaran hutan dan tanah longsor di Pantai Barat, badai salju dan badai es di Timur memberi kita banyak bahan sebagai pembukaan.
Meskipun W.C. Fields berkata, “Orang yang benci anak- anak dan binatang tidak selalu jahat,” kebanyakan orang suka anak-anak dan binatang, dan banyak yang mempunyai anak dan binatang. Bahkan, Fields sendiri akan sependapat bahwa Anda dapat mulai bercakap-cakap dengan mudah begitu tahu bahwa orang di hadapan Anda mempunyai anak atau binatang piaraan.
Wakil Presiden Al Gore dikritik oleh beberapa orang karena penampilannya di TV terlalu kaku, meskipun saya tak pernah melihatnya seperti itu. Tetapi orang akan melihatnya menarik, antusias, dan hidup jika ia ditanya tentang Baltimore Orioles atau masa-masa sekolahnya di Saint Albans, ketika ayahnya menjadi senator dari Tennessee. Ajaklah ia bicara tentang anak-anaknya, dan Anda akan menemukan seorang Al Gore yang sangat hangat dan manusiawi.
Semua subjek itu akan membuat percakapan dengan wakil presiden menjadi lancar. Memang banyak masalah politis yang dapat dibicarakannya dengan panjang lebar, tapi hal-hal yang paling dekat dengannya secara pribadilah yang membuatnya terbuka. Ini berlaku pula bagi orang lain.
Jika Anda berada di suatu pesta, peristiwa itu sendiri sering menjadi titik mulai pembicaraan. Ketika teman-teman saya menyelenggarakan pesta untuk ulang tahun saya yang keenam puluh tahun, mereka menyebutnya “ulang tahun kelima puluh hari jadi kesepuluhnya Larry King” dan memberikan tema
Brooklyn tahun 1940-an. Banyak percakapan malam itu, mulai dengan Dodgers, Coney Island, dan topik-topik nostalgia lainnya. Kadang setting dapat memberi Anda suatu celah percakapan. Malam itu pesta diselenggarakan di Decatur House yang bersejarah di seberang Gedung Putih—sebuah topik bahasan lain yang saya dengar dibicarakan orang.
Jika Anda menghadiri pesta di rumah orang, atau bahkan di kantor, pasti ada hiasan atau cendera mata yang dengan senang akan dibicarakan oleh tuan rumahnya. Adakah potret mereka di Lapangan Merah? Tanyakan tentang perjalanan mereka ke Rusia. Adakah lukisan krayon di dinding? Tanyakan tentang anak-anak atau cucu mereka yang melukisnya.
HINDARI PERTANYAAN YA/TIDAK
Pertanyaan “ya/tidak"adalah musuh percakapan yang hangat. Dari sifatnya, pertanyaan seperti itu menghasilkan jawaban yang hanya berupa satu atau dua kata:
- “Apakah cuaca gerah ini mengganggu?”
- “Menurut Anda, akankah terjadi resesi lagi?”
- “Akankah Redskins mengalami nasib buruk lagi tahun ini?”
Topik-topik ini bisa saja baik untuk percakapan, tapi jika Anda menanyakan kepada teman bicara Anda dalam bentuk ya-atau-tidak, itulah yang Anda peroleh—jawaban ya atau tidak. Topik berhenti, dan barangkali percakapannya pun berakhir.
Tetapi, jika Anda menarik mereka ke dalam hal-hal yang lebih substantif, yang akan memberikan jawaban panjang lebar, percakapan akan terus mengalir. Bedakan:
- “Musim panas yang kita alami membuat saya berpikir, adakah sebab tertentu yang menimbulkan cuaca panas global ini? Bagaimana menurut Anda?”
- “Tahun ini pasar saham sangat fluktuatif. Kita harus memikirkan, apakah ekonomi kita memang stabil seperti yang kita harapkan. Menurut Anda, seberapa besar kemungkinan kita menghadapi resesi lagi.”
- “Saya menjadi pengagum Redskins sejak pindah ke Washington, tapi harus saya akui, mereka punya tugas berat dan Cowboys selalu menjadi ancaman. Menurut Anda bagaimana peluang Redskins tahun ini?”
Terhadap pertanyaan di atas, orang yang Anda ajak bicara tidak dapat menjawab hanya dengan satu atau dua kata. Ketiga pertanyaan di kelompok kedua itu sama topiknya dengan yang ada di kelompok pertama, tapi pertanyaan di kelompok pertama hanya menghasilkan jawaban ya atau tidak.
Cara bertanya yang kedua akan membangkitkan jawaban yang lebih panjang lebar, dan secara otomatis akan menciptakan percakapan yang lebih baik.
HUKUM PERTAMA PERCAKAPAN: DENGARKANLAH
Hukum pertama percakapan saya adalah: saya tidak belajar apa pun saat bicara. Setiap pagi saya menyadarkan diri bahwa apa pun yang saya katakan hari ini tidak akan mengajarkan sesuatu kepada saya. Jadi, jika saya ingin belajar banyak hari ini, saya harus melakukannya dengan mendengarkan.
Meski hal ini sudah jelas, setiap hari Anda menemukan bukti bahwa orang-orang pada umumnya tidak mendengarkan. Katakan pada keluarga atau teman-teman Anda bahwa pesawat Anda akan mendarat pukul delapan, dan sebelum percakapan berakhir, mereka akan bertanya, “Jam berapa katamu, pesawatmu akan datang?“dan cobalah memperkirakan, berapa kali Anda mendengar orang berkata, “Saya lupa, apa yang kau katakan?”
Jika Anda tidak mendengarkan orang dengan lebih baik, Anda tidak dapat mengharapkan mereka mendengarkan Anda dengan lebih baik juga. Saya jadi ingat rambu-rambu di palang kereta api di kota-kota kecil dan daerah terpencil: “Stop— Lihat—Dengarkan.“Tunjukkanlah kepada orang yang Anda ajak bicara bahwa Anda tertarik dengan apa yang mereka katakan. Mereka akan menunjukkan hal yang sama pula.
Untuk menjadi pembicara yang baik, Anda harus menjadi pendengar yang baik. Ini lebih dari sekadar menunjukkan rasa tertarik pada teman bicara Anda. Mendengarkan dengan saksama membuat Anda dapat merespons dengan lebih baik, dan menjadi pembicara yang baik ketika giliran Anda tiba. Pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang baik merupakan ciri seorang konversasionalis yang baik.
Menyaksikan wawancara Barbara Walter, saya sering merasa kecewa, karena saya pikir dia terlalu banyak menanyakan pertanyaan “Lalu bagaimana”, seperti “Kalau Anda dapat datang lagi, Anda ingin menjadi apa?” Saya kira Barbara akan jauh lebih baik mengurangi pertanyaan tak jelas seperti itu dan lebih banyak mengajukan pertanyaan lanjutan yang lebih baik, pengembangan-pengembangan logis dari jawaban atas pertanyaan sebelumnya. Dia akan bisa melakukan hal itu bila dia mendengarkan.
Saya suka dengan ucapan Ted Koppel pada majalah Time beberapa tahun yang lalu. “Larry mendengarkan tamu- tamunya,” katanya. “Dia memperhatikan apa yang mereka katakan. Sangat jarang pewawancara yang melakukannya.” Meskipun saya dikenal sebagai “ahli bicara”, saya pikir keberhasilan saya pertama-tama dan terutama berasal dari sikap mendengarkan.
Jika akan mewawancarai para tamu di udara, sebelumnya saya membuat catatan tentang jenis-jenis pertanyaan yang akan saya ajukan. Kendati demikian, sering saya mendengar sesuatu dari jawaban mereka yang membawa saya pada pertanyaan yang tidak direncanakan—dan jawaban yang mengejutkan.
Misalnya, ketika Wakil Presiden Dan Quayle menjadi tamu saya dalam kampanye presiden tahun 1992, kami membicarakan undang-undang yang mengatur aborsi, la mengatakan bahwa tidak masuk akal sama sekali jika sekolah anak perempuannya mengizinkan anaknya untuk absen sehari, tetapi tidak memberi izin absen untuk melakukan aborsi. Begitu ia mengatakan hal itu, saya jadi ingin tahu pandangan pribadi Quayle mengenai topik yang penuh muatan politik ini. Saya tanyakan kepadanya bagaimana sikapnya seandainya anak perempuannya mengatakan akan melakukan aborsi, la menjawab bahwa dia akan mendukung keputusan anak perempuannya untuk melakukan aborsi.
Di luar pandangan Anda mengenai isu tersebut, intinya adalah bahwa saya mendapatkan respons dari Quayle karena saya tidak begitu saja mengikuti daftar pertanyaan yang sudah saya persiapkan. Saya memperhatikan apa yang dia katakan. Itulah yang membawa saya pada jawaban yang patut menjadi berita.
Hal yang sama terjadi ketika Ross Perot tampil dalam show saya pada 20 Februari 1992. Beberapa kali ia mengelak bahwa ia tertarik untuk mengikuti pemilihan presiden. Saya mendengar penolakannya itu tidak sepenuhnya, dan ketika saya mengajukan dengan cara lain di pengujung acara— bang! Perot mengatakan akan ikut pemilihan, jika para pendukungnya memilihnya dalam pemungutan suara di kelima puluh negara bagian.
Jika Anda tidak mendengarkan orang dengan lebih baik, Anda tidak dapat mengharapkan mereka mendengarkan Anda dengan lebih baik juga.
Semua itu terjadi bukan karena apa yang saya katakan, tapi karena apa yang saya dengarkan. Saya mendengarkan.
Almarhum Jim Bishop, penulis terkenal, kolumnis, dan pengarang, adalah orang New York yang menghabiskan banyak waktunya di Miami ketika saya tinggal di sana, la pernah mengatakan kepada saya bahwa salah satu hal yang membuatnya jengkel adalah jika seseorang menanyakan kabarnya, tapi kemudian tidak mendengarkan jawabannya. Ada seseorang yang sering kali melakukan ini, lalu Jim berniat menguji seberapa baik teman ini sebagai pendengar.
Orang itu menyapa Jim di suatu pagi dan memulai percakapan sebagaimana biasanya, “Jim, apa kabar?”
Jim menjawab, “Aku mengidap kanker paru-paru.”
“Hebat. Oh ya, Jim…”
Bishop sudah membuktikan kesimpulannya.
Dale Carnegie mengetengahkan hal ini dengan efektif dalam bukunya, How to Win Friends and Influence People, yang—saat saya tengah menyiapkan buku saya ini—telah terjual sebanyak lima belas juta eksemplar: “Agar diperhatikan, perhatikanlah.”
la menambahkan, “Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat orang lain senang menjawabnya. Ajaklah mereka membicarakan diri mereka dan prestasi-prestasi mereka. Ingatlah, orang yang Anda ajak bicara seratus kali lebih memperhatikan diri mereka sendiri dan keinginan serta masalah-masalah mereka daripada Anda dan masalah-masalah Anda. Orang yang sakit gigi lebih mementingkan dirinya sendiri daripada kelaparan di China yang menewaskan sejuta orang. Radang di tenggorokan lebih penting daripada empat puluh gempa bumi di Afrika. Pikirkanlah hal itu bila Anda memulai percakapan.”
BAHASA TUBUH
Di Amerika, keberhasilan Anda sebagai pengacara, hakim, atau jaksa amat tergantung pada seberapa banyak Anda dapat membaca bahasa tubuh. Edward Bennet Williams, salah seorang pengacara Amerika yang paling sukses, mengatakan kepada saya bahwa menurutnya masalah itu terlalu dibesar-besarkan. Rekannya, Louis Nizer, mempunyai pendapat berlawanan: “Kalau kau silangkan tanganmu di dada, berarti kau merasa kikuk, tidak nyaman, dan menutup diri.” la membaca segala macam pesan dalam bahasa tubuh dan menggiring terdakwa yang ia bela berperilaku sedemikian sehingga hakim dan juri akan mendapatkan pesan dari bahasa tubuh kliennya seperti yang diinginkan oleh Nizer.
Bagi saya, bahasa tubuh sama halnya dengan bahasa lisan. Bahasa tubuh adalah bagian alami dari percakapan dan komunikasi. Jika terjadi secara alami, bahasa tubuh akan menjadi bentuk komunikasi yang sangat efektif. Jika dibuat- buat, akan tampak seperti aslinya—palsu.
Sangat mengesankan memiliki suara seperti Sir Laurence Oliver, tapi jika saya muncul di tempat kerja besok dan meniru-niru gayanya, atau berusaha bicara seperti dia di Royal Shakespeare Company, saya akan jadi bahan tertawaan. Saya akan sangat sibuk memikirkan bagaimana melafalkan kalimat selanjutnya, sehingga percakapan saya akan kacau.
Begitu pula bahasa tubuh. Anda mungkin telah membaca semua buku tentang cara memproyeksikan otoritas dan perhatian, tapi jika Anda memaksa berpose secara tidak alami, Anda akan menjadi tidak keruan dan sangat menggelikan. Dan kalau Anda merasa tidak enak, Anda akan kelihatan bohong, meski sebenarnya tidak. Bahasa tubuh yang Anda gunakan saat bicara sama halnya seperti pembicaraan itu sendiri. Bersikaplah wajar. Bicaralah dari hati.
KONTAK MATA
Saya tidak pernah mempelajari bahasa tubuh secara khusus, jadi saya tidak akan menganggap diri saya ahli tentang hal ini. Tetapi, ada satu hukum bahasa tubuh yang harus Anda ikuti agar percakapan berhasil: Buatlah kontak mata.
Mempertahankan kontak mata yang baik—tidak sekadar di awal dan akhir kata-kata Anda, tapi selama Anda berbicara dan mendengarkan—akan membuat Anda menjadi pembicara yang hebat di mana pun Anda berada, apa pun peristiwanya, dan siapa pun teman bicara Anda. Saya juga menatap tajam lurus kepada orang yang saya ajak bicara, untuk menekankan bahwa saya memperhatikan mereka.
Kuncinya, seperti saya katakan tadi, adalah mendengarkan.
Jika Anda benar-benar berusaha mendengarkan apa yang dikatakan, Anda akan menemukan bahwa jauh lebih mudah menatap orang di wajahnya. Malah, jika Anda mendengarkan dengan saksama, secara otomatis bahasa tubuh yang tepat akan mengikuti. Anda bisa mengangguk untuk menunjukkan perhatian pada topik pembicaraan dan orang tersebut, atau menggeleng sedikit secara simpatik atau kagum. Tapi sekali lagi, lakukanlah ini pada saat yang tepat; jangan sekadar mengangguk hanya karena Anda membaca buku ini.
Satu catatan lain tentang hal ini: Meskipun penting membuat kontak mata selagi bicara, Anda tidak harus terus- menerus menatap mata orang. Banyak orang akan merasa tak nyaman, dan barangkali Anda juga. Peliharalah kontak mata saat teman bicara Anda berbicara dan saat Anda mengajukan pertanyaan. Saat bicara, Anda dapat memalingkan mata Anda sesekali dari teman Anda. Asal jangan menatap kosong ke awang-awang, seolah-olah tidak ada siapa-siapa di situ. Dan jika Anda berada di suatu pesta, jangan biarkan mata Anda jelalatan, berkeliaran melewati punggungnya, seolah-olah
Anda sedang mencari orang lain yang lebih penting untuk diajak bicara.
Nasihat dasar saya dalam hal ini adalah: pikirkan bagaimana baiknya Anda bicara dan biarkan bahasa tubuh Anda muncul secara alami.
KE MANA PERGINYA HAL-HAL TABU?
Sekarang kita tidak perlu terlalu memikirkan hal-hal yang ditabukan, sebagaimana pada dekade-dekade atau generasi- generasi sebelumnya. Kata tabu sendiri jarang terdengar lagi, karena tinggal sedikit hal-hal tabu yang tersisa. Di bioskop, di buku, di televisi, bahkan di dalam “surat kabar keluarga”, begitu banyak batasan yang sudah tersingkir, hingga Coley Porter bisa mempunyai bahan lebih banyak untuk lirik lagunya di tahun 1920-an—“Anything Goes”.
Di Amerika, sebagian alasannya adalah sikap permisif umum yang muncul sejak berakhirnya Perang Dunia II dan dipercepat selama masa-masa protes tahun 1960-an dan 1970-an. Alasan lainnya berasal dari bidang saya: televisi kabel. Porter tidak akan percaya pada apa yang Anda lihat dan Anda dengar di salah satu saluran televisi kabel itu.
Nasihat dasar saya dalam hal ini adalah: pikirkan bagaimana baiknya Anda bicara dan biarkan bahasa tubuh Anda muncul secara alami.
Mungkin Anda setuju dengan runtuhnya dinding-dinding tabu ini atau mungkin juga tidak, tapi tanda bahwa “hampir semua sirna” dari kehidupan Amerika Serikat sejak tahun 1990- an memang nyata. Karena itu, meskipun masih ada hal-hal tabu dalam percakapan sosial, jenis tabu yang ada sekarang tidak seperti dulu lagi.
Misalnya, kata ain’t. Semasa kanak-kanak, kita akan dimarahi setiap kali mengucapkan kata itu. Orang tua menghardik kita dengan keras, “Ain’t tidak ada di kamus.” Nah, sekarang ada. Webster’s New World Dictionary mengatakannya sebagai “ungkapan sehari-hari yang berarti ‘am not’… singkatan dialektis atau tidak baku untuk ‘is not, are not, has not, dan have not”.’
Bahkan barangkali Anda masih ingat dengan apa yang biasa kita sebut “kata-kata umpatan”. Dulu kita terkejut ketika mendengar Clark Gable sebagai Rhett Butler berkata kepada Vivien Leigh sebagai Scarlett O’Hara dalam Gone with the Wind, “Frankly, my dear, I din’t give a damn.” (Sungguh, Manis, persetan dengan itu.) Dan saya ingat sensasi masa kanak- kanak saya, ketika kami berteriak di sudut Brooklyn sehari setelah Pearl Harbor dan menirukan pernyataan Senator Burton Wheeler dari Montana, yang menyerang Jepang, katanya, “The only thing to do now is beat hell out of them." (Yang harus kita lakukan sekarang adalah mengalahkan mereka).
Satu catatan lain tentang hal ini: Meskipun penting membuat kontak mata selagi bicara, Anda tidak harus terus-menerus menatap mata orang
Kasus Bobbit di Virginia pada awal 1994 membuat para wartawan dan penyiar menyebut salah satu bagian tubuh laki-laki yang tidak pernah disinggung dalam pembicaraan yang “sopan"dan tentu saja tidak pernah diangkat dalam media massa, paling tidak sampai beberapa tahun yang lalu. Dalam kasus itu, kata tersebut selalu digunakan dalam konteks profesional, tapi jelas tidak mengubah kenyataan bahwa Anda tidak pernah mendengarnya dalam kisah apapun dalam jenis apa pun sampai beberapa waktu yang lalu. Anda tak pernah menyebut kata kondom, kecuali jika Anda bergaul dengan orang-orang jalanan. Sekarang, TV kita mengomersialkannya.
Daftar hal-hal tabu juga semakin pendek, sama seperti kata-kata tabu. Talk show radio dan televisi, di mana sebelumnya semua topik yang diangkat tak pernah menyinggung tentang kehidupan kamar, kini justru penuh dengan hal-hal seperti itu. Dulu ada kalimat klise: “Saya tak pernah mendiskusikan agama ataupun politik.” Kapan terakhir kali Anda mendengar orang mengatakan hal itu? Mendiskusikannya? Sekarang kita sering membicarakannya.
Meskipun kini banyak tabu yang mulai sirna, ada beberapa topik yang sebaiknya dihindari, selain karena sangat pribadi, juga karena membuat orang begitu emosional sehingga tak dapat mendiskusikannya. Dalam percakapan yang terbuka sekalipun, Anda tidak dapat menanyakan kepada seseorang, “Berapa gaji Anda?” Dan dengan seseorang yang tidak Anda kenal dengan baik, Anda bagaikan bermain granat tangan jika Anda bertanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang aborsi?”
Anda harus mempertimbangkan, seberapa akrab Anda mengenal orang yang Anda ajak bicara, untuk memutuskan apakah Anda dapat menembus batas-batas itu. Dengan teman dekat Anda, Anda bisa mendiskusikan gaji Anda. Dalam suatu kelompok yang telah akrab satu sama lain selama bertahun- tahun, Anda dapat mendiskusikan aborsi dengan terus terang dan gamblang. Tapi secara umum, gunakan kebijaksanaan. Jangan mengandaikan bahwa orang yang Anda ajak bicara merasa nyaman dengan salah satu topik tabu itu.
Untuk menjadi pembicara yang hebat, Anda harus siap membicarakan apa yang ada dalam pikiran orang-mungkin tentang topik yang baru saja mereka dengar di radio dan mereka saksikan dalam berita pagi.
Satu syarat lagi untuk menjadi pembicara yang baik dalam budaya kita adalah kaya informasi. Salah satu hasil yang sangat hebat dari ledakan komunikasi sejak paruh akhir abad kedua puluh adalah: orang-orang semakin tahu apa yang sedang terjadi di dunia. Sebelum Perang Dunia II, topik percakapan sosial umumnya lebih sempit daripada sekarang, karena orang-orang hanya memperoleh sedikit opini publik dan berita, dalam waktu lebih lama serta dalam dosis yang jauh lebih kecil. Sekarang bisa saja orang hanya tahu beberapa kalimat dari berita pagi, tapi betapa pun dangkalnya pengetahuan mereka, ketika tembok Berlin runtuh atau tulang kaki Nancy Kerrigan patah atau Frank Sinatra pingsan di panggung, setiap orang mengetahuinya hampir seketika itu juga.
Untuk menjadi pembicara yang hebat, Anda harus siap membicarakan apa yang ada dalam pikiran orang—mungkin tentang topik yang baru saja mereka dengar di radio dan mereka saksikan dalam berita pagi. Sekarang Anda harus menghubungkan pembicaraan Anda dengan minat orang yang Anda ajak bicara, dan minat mereka sangat luas, karena mereka telah mendengarnya di radio dan telah melihatnya di koran pagi.
Kata kunci keberhasilan percakapan sosial Anda sekarang ini adalah relevansi.
BAB 3 PEMBICARAAN SOSIAL
TIPS-TIPS BERBICARA DALAM BERBAGAI SITUASI
- Pesta koktail, makan malam, pernikahan, pemakaman
- Pertanyaan terbaik sepanjang masa
- Cara aman menghentikan pembicaraan
- Teknik menggiring pembicaraan
- Yang harus dikatakan saat bicara dengan seorang tokoh
Banyak peristiwa dalam pergaulan sehari-hari yang menuntut keterlibatan kita untuk bicara, mulai dari kumpul-kumpul di antara sesama kawan yang akrab, seperti makan malam bersama teman-teman, sampai undangan pesta koktail dengan banyak tamu yang tak kita kenal. Selain itu masih terdapat acara-acara seperti pesta pernikahan, arisan, dan lain sebagainya. Masing-masing berlainan, tetapi prinsip percakapan adalah sama: Bersikaplah terbuka. Cari minat yang sama dalam diri rekan bicara. Dan, selalu mendengar.
PESTA KOKTAIL
Pesta-pesta koktail merupakan tantangan yang sulit bagi saya. Saya paling suka bicara empat mata dengan orang, dan tak begitu menikmati berada di tengah segerombolan orang di ruangan yang gaduh. Saya tidak minum alkohol dan tak begitu suka minuman ringan, jadi saya tidak suka memegang gelas sebagai sarana percakapan. Saya juga cenderung melipat tangan di dada. Pose ini nyaman bagi saya, tapi membuat saya tampak kurang terbuka untuk memulai percakapan.
Agar tidak terpengaruh oleh banyaknya orang, carilah seseorang untuk diajak bercakap-cakap satu-lawan-satu. Saya berusaha mencari dan memilih tempat untuk memulai percakapan dengan orang yang tampaknya bersedia dan ingin melakukannya, atau dengan hati-hati bergabung bersama yang lain dalam percakapan yang sudah berlangsung, yang terdengar menarik.
Triknya adalah jangan sampai terpaku pada tempat yang sama dalam waktu lama. Itu sebabnya Anda perlu berbaur jika benar-benar ingin tampil sukses mewakili diri sendiri dalam pesta itu. Terkadang pesta dihadiri oleh orang-orang yang kebanyakan Anda kenal—tetangga, rekan kerja, atau orang-orang yang barangkali tidak bekerja bersama Anda, tapi satu profesi dengan Anda. Bersama grup itu, Anda pasti mempunyai beberapa topik sebagai pembuka pembicaraan.
Pertanyaan Terbesar Sepanjang Zaman
Ingat, mengajukan pertanyaan adalah rahasia keberhasilan percakapan. Saya sangat ingin tahu tentang segala hal, dan dalam satu pesta koktail, saya sering mengajukan pertanyaan favorit saya: Mengapa? Jika seseorang mengatakan bahwa ia bersama keluarganya akan pindah ke kota lain: “Mengapa?” Seorang wanita pindah kerja: “Mengapa?”
Dalam pertunjukan televisi saya, saya mungkin lebih sering menggunakan kata ini daripada orang lain. Itulah pertanyaan terbesar yang pernah ditanyakan, dan akan selalu menjadi yang terbesar. Dan tentu saja itu merupakan cara paling pasti untuk membuat percakapan menjadi hidup dan menarik.
Bagaimana Mengakhiri Percakapan
Jika Anda merasa benar-benar bosan, atau menganggap sudah waktunya mengakhiri percakapan dan berlalu, ada satu cara pasti yang dijamin dapat menghentikan percakapan: “Maaf. Saya perlu ke kamar kecil.” Kalau Anda terdengar cukup mendesak, tak seorang pun akan menghalangi langkah Anda. Setelah kembali, Anda mulai lagi percakapan yang lain; tentu saja, kali ini dengan orang lain.
Cara lain bisa Anda tempuh, bila seandainya Anda sudah tidak betah bercakap dengan Bill. Jika sekilas Anda melihat seseorang yang Anda kenal, Anda dapat menghindar dari Bill dengan, “Stacey! Sudah ketemu Bill?” Begitu Stacey menjabat tangan Bill, Anda dapat berkata, “Saya pergi sebentar, kalian berdua mengobrol saja dulu.” Di pesta koktail, mereka tidak
akan terkejut jika Anda tidak segera kembali. Tentu saja, kalau teman bicara Anda sangat menjemukan, mungkin Stacey tidak akan memaafkan Anda, jadi gunakan teknik ini dengan hati-hati.
Kalimat-kalimat permisi lain:
- “Makanan ini enak. Saya ingin tambah lagi. Maaf, sebentar ya…”
- “Maaf, saya harus memberi salam tuan rumah sebentar.” (Atau “Maaf, saya harus memberi salam teman yang sudah lama tidak bertemu.”)
- “Well, saya kira sebaiknya saya menyalami yang lain.”
Jangan meminta permisi secara tidak wajar. Jangan terlalu banyak memandang ke sekeliling ruangan dengan kentara atau terlalu merasa bersalah.Tunggulah saat ia berhenti bicara, lalu katakanlah sesuatu dengan wajar. Sekadar mengatakan “Senang bercakap-cakap dengan Anda” lalu melangkah pergi sudah cukup simpatik, asal Anda benar-benar menunjukkan seolah-olah Anda menikmati percakapan itu.
MAKAN MALAM KECIL
Membuat percakapan saat makan malam kecil selalu lebih mudah bagi saya. Saya kira banyak orang merasakannya
juga. Biasanya, dalam pesta kecil seperti ini, para tamu saling kenal, atau paling tidak mempunyai persamaan. Anda mempunyai pilihan yang jauh lebih banyak, juga teknik yang bisa digunakan untuk bicara dengan orang lain, dan mengajak mereka bercakap-cakap.
Saya suka memimpin situasi seperti ini. Itu tidak berarti saya mendominasi percakapan di meja. Justru sebaliknya: saya cuma mengarahkan aliran percakapan, membawanya ke arah yang saya inginkan, membicarakan hal-hal yang saya inginkan, dan melibatkan orang-orang yang saya inginkan, semua untuk memastikan bahwa para tamu menikmatinya. Tetapi saya harus melakukannya sedemikian rupa, agar setiap orang di sekeliling saya tertarik dalam percakapan itu. Khusus untuk acara seperti ini, sangat penting mendengarkan apa yang dikatakan oleh setiap orang.
Kendati demikian, kadang muncul hal-hal tertentu yang tidak dapat Anda kuasai. Misalnya, seseorang terlalu banyak minum sebelum makan malam, atau tamu lain mengalami hal buruk di kantor. Ada yang anggota keluarganya sedang sakit keras dan benar-benar tidak semangat untuk mengikuti pembicaraan malam itu. Dalam kasus seperti ini, sebaiknya Anda mengalihkan percakapan dari orang-orang tersebut dan mengajak yang lain untuk lebih aktif. Baik juga jika Anda dapat menemukan topik yang meringankan hati, yang dapat membuat mereka melupakan masalah mereka.
Prinsip percakapan adalah sama: Bersikaplah terbuka. Cari minat yang sama dalam diri rekan bicara. Dan, dengarkanlah selalu.
Di luar pengecualian itu, biasanya saya bisa membantu menciptakan malam yang menyenangkan dan meriah bagi semua tamu pesta. “Menggiring” percakapan merupakan keahlian yang telah saya kembangkan selama bertahun-tahun menjalani profesi saya. Anda juga dapat melakukannya, meski bukan seorang pembicara profesional. Berikut ini beberapa tips.
CARA MENGGIRING PERCAKAPAN
Ada beberapa teknik yang bisa membuat percakapan lebih hidup dan bisa dinikmati oleh semua yang terlibat.
Pilihlah Topik yang Dapat Melibatkan Semua Orang
Saya akan membicarakan lebih jauh tentang pertanyaan yang bisa memancing pendapat semua tamu. Lebih baik memulainya dengan hal seperti itu daripada dengan topik- topik berat seperti politik, bila yang hadir di situ bukan orang-orang yang suka politik.
Berusahalah menghindari topik-topik yang hanya menjadi keahlian beberapa tamu. Kalau tidak, tamu-tamu yang tidak ahli akan tutup mulut. Contoh yang jelas adalah obrolan kantor. Jika ada empat pasang suami istri dalam suatu pesta makan malam, dan keempat suami bekerja di perusahaan yang sama, begitu mereka mulai membicarakan urusan kantor, para istri yang tidak paham atau tidak peduli dengan masalah perusahaan itu akan tersisih.
Mintalah Pendapat
Jangan hanya memberikan pendapat Anda sendiri. Anda akan dikenang sebagai pembicara yang baik jika meminta pendapat orang lain di sekitar Anda. Henry Kissinger, yang jago mengendalikan sesuatu karena telah melakukannya seumur hidupnya, sangat hebat dalam hal ini. Meskipun dia benar- benar ahli dalam suatu topik pembicaraan—dan banyak sekali topik yang dikuasainya—ia tetap sering bertanya, “Bagaimana menurut Anda?”
Bantulah Orang yang Paling Pemalu dalam Kelompok
Saya selalu sadar akan perlunya mengajak para tamu di kanan kiri saya untuk ikut serta dalam pembicaraan, khususnya mereka yang tampaknya enggan bergabung. Jika orang di sebelah kiri saya tampak malu, sedangkan tamu di sebelah kanan saya tampak ramah dan antusias, saya akan berusaha membuat orang di sebelah kiri saya terlibat. Saya mengangguk ke arah mereka, seakan meminta persetujuan pada apa yang sedang dikatakan. Saya memakai metode Kissinger:
“Bagaimana menurut Anda?” Dengan cara itu, serta-merta si pemalu itu terlibat dalam percakapan.
Cara lain yang dapat kita lakukan adalah dengan memancing orang yang kurang terlibat itu dengan topik yang Anda tahu akan dia nikmati. Jika pembicaraannya tentang pendidikan, Anda dapat berkata, “Oh ya, saya ingat, putri Anda kan di Washington High. Bagaimana, dia menyukainya?”
Jangan Memonopoli Percakapan
Bahaya besar dalam percakapan dalam pergaulan sehari- hari adalah terlalu asyik sendiri sampai Anda memonopoli percakapan. Akibatnya justru fatal: Anda tak akan dianggap sebagai seorang konversasionalis berbakat, tapi orang yang menyebalkan.
Berikan kesempatan kepada orang yang Anda ajak bicara untuk menjawab—sama lamanya, seperti yang kami lakukan dalam siaran. Dan jangan terlalu bertele-tele menceritakan kisah Anda. Begitulah yang biasanya terjadi bila orang memulai ceritanya dengan kalimat, “Untuk mempersingkat kata …“Kalau Anda mendengar itu, bersiaplah mendengar kata-kata panjang.
Paparkan cerita Anda dengan singkat; semakin banyak orang dalam kelompok Anda, hendaknya semakin singkat pula cerita Anda.
“Bicara berlebihan"tidak akan memberikan kesan menyenangkan bagi pendengar Anda. Bisa-bisa malah menghancurkan kesan yang ingin Anda ciptakan. Orang yang
bagi orang lain dirasa terlalu banyak bicara akan merusak Citranya sendiri dan kehilangan kredibilitas. Lebih baik Anda mengikuti nasihat lama dalam bisnis pertunjukan: Anda harus tahu saatnya turun panggung.
Jangan Menginterogasi Teman Anda
Dalam resepsi, makan malam, atau situasi sejenis, lakukan percakapan dengan selalu mengingat bahwa Anda tidak sedang melakukan persiapan untuk menulis buku. Anda tidak perlu mencaritahu segala hal tentang orang yang Anda ajak bicara atau setiap detail yang dibicarakan. Bagaimanapun, Anda hanya bercakap-cakap sebentar dengannya, paling lama dua jam dalam acara makan malam. Jangan bicara terus- menerus. Jangan menjadi seorang monolog atau interogator. Tidak akan ada kuis setelah makan malam itu berlalu.
Kendati demikian, jangan pula terlalu sedikit bicara. Bila Anda terlalu pelit bicara, orang-orang akan menganggap Anda tidak cukup pandai atau tidak ramah.
Memancing Pendapat
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing pendapat sangat efektif untuk memulai percakapan dalam lingkungan sosial atau untuk memecahkan keheningan:
- “Bagaimana jika Korea Utara tetap menghalangi PBB menginspeksi pembangkit nuklirnya? Mungkinkah akan terjadi Perang Korea lagi?”
- “Jadi, Barry Switzer itu pelatih baru Dallas Cowboys. Bagaimana jika di bawah kepemimpinannya mereka mengalami nasib sial lagi? Akankah Jerry Jones memecatnya?”
- “Bagaimana jika Anda baru saja membangun rumah impian Anda di California, tapi tiba-tiba diberitahu bahwa di daerah itu merupakan zona gempa? Akankah Anda pindah?”
Jumlah dan jenis pertanyaan seperti itu tidak terbatas. Anda dapat menanyakan hal yang sedang menjadi topik hangat dan yang ada di benak orang saat itu.
Pertanyaan tentang moral dan pandangan hidup sama efektifnya dengan topik-topik yang disebutkan tadi. Pertanyaan yang baik adalah yang mempunyai daya tarik bagi setiap orang, dan menembus batas-batas generasi, pendidikan, maupun strata sosial.
Berikut ini sebuah pertanyaan yang sering saya ajukan dalam pesta-pesta makan malam:
Anda berada di sebuah pulau bersama teman baik Anda, la sekarat karena kanker. Di hari-hari akhir hidupnya, ia memberitahu Anda, “Aku punya seratus ribu dolar di bank. Kalau aku mati, pastikan anak laki-lakiku masuk sekolah kedokteran dengan uang itu.” Lalu ia mati. Tapi, anak laki-lakinya seorang playboy yang tidak keruan, tidak sungguh-sungguh ingin sekolah kedokteran, dan akan menghabiskan warisan itu dalam beberapa bulan saja. Sebaliknya, putra Anda mau masuk perguruan tinggi, dan ia mempunyai tekad membara untuk menjadi dokter. Kepada siapa Anda berikan uang itu untuk sekolah kedokteran?
Saya telah mengajukan pertanyaan ini kepada seorang rektor di Yale sampai seorang prajurit berusia dua puluh dua tahun, dan tidak pernah gagal untuk memulai percakapan. Setiap orang punya pendapat; biasanya berbeda-beda, dan semuanya sah-sah saja. Terkadang pertanyaan ini menjadi satu-satunya topik pembicaraan sepanjang malam.
Sebuah organisasi bernama Mensa, yang terdiri atas para intelektual besar dunia—dua persen pria dan wanita dengan inteligensi tertinggi—senang mengajak anggotanya memikirkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini secara mendalam, sebagai sarana untuk mendorong pemikiran dan diskusi yang lebih dalam tentang dimensi moral kehidupan kita sebagai manusia. Berikut ini dua dari pertanyaan mereka:
Ada empat pria dalam sebuah tambang ketika tambang itu runtuh. Mereka berusaha keluar melalui satu-satunya lubang ke permukaan. Mereka memanjat satu demi satu, tetapi orang yang berada di paling atas gendut sekali.
Baru separuh jalan di lubang itu, ia terjepit. Ketiga orang di bawahnya mulai kehabisan udara. Haruskah mereka menembak dan menyingkirkan orang itu? Atau haruskah mereka membiarkan orang itu meronta-ronta, meski tahu mereka bisa mati di bawahnya? Siapa yang harus hidup— orang itu atau mereka?
Haruskah orang yang diberi anugerah menjadi tidak kasatmata tetap harus mematuhi kaidah moral konvensional? Apakah orang yang bisa menghilang dan tak bisa dilihat orang lain itu harus mematuhi kaidah moral yang berlaku di antara orang-orang biasa?
Saya berada di dalam sebuah pertemuan Mensa ketika topik kedua itu didiskusikan. Banyak orang mengatakan akan mematuhi kaidah moral yang sama, dari Sepuluh Perintah Allah sampai pedoman moral mereka sendiri, yang selama ini mereka anut.
Tapi, tidak semua orang berpandangan seperti itu. Ada orang yang mengatakan akan memanfaatkan kemampuannya untuk menghilang itu dan ikut duduk dalam berbagai negosiasi bisnis, kemudian menanamkan investasi yang akan menguntungkannya di bursa saham. Satu orang lagi mengatakan akan berkeliaran di pacuan kuda, mencari informasi sebanyak-banyaknya dan memasang taruhan yang banyak. Yang lain bilang akan menyusun rencana seperti itu. Kemampuan untuk menghilang dan tak kasatmata memberi Anda kekuasaan yang luar biasa. Anda dapat mengatur dunia. Seandainya Anda dianugerahi kemampuan seperti itu, apa yang akan Anda lakukan?
Jangan hanya memberikan pendapat Anda sendiri. Anda akan dikenang sebagai pembicara yang baik jika meminta pendapat orang lain di sekitar Anda.
Barangkali contoh tadi akan memberi Anda berbagai gagasan tentang pertanyaan filosofis yang memancing pendapat.Tentu saja semuanya terserah Anda. Jangan terpaku pada cerita tersebut.
Jika percakapan berjalan lancar, lupakanlah pertanyaan semacam itu. Siapa yang butuh? Tetapi, jika percakapan mulai lambat dan tersendat-sendat, dan tampaknya akan macet sama sekali, Anda dapat menggunakan pertanyaan seperti itu sebagai alat untuk menghidupkannya lagi.
Bisa saja terjadi bahwa Anda sudah berkali-kali mencoba pertanyaan demikian, tapi tidak menunjukkan titik terang di dalam grup tempat Anda berbicara. Kalau Anda memilih pertanyaan yang tepat, hal itu biasanya tidak terjadi. Tetapi, misalkan saja grup itu baru saja keluar dari pertapaan dan belum pernah mendengar topik Anda, jangan memaksakannya. Atau, barangkali topiknya kebetulan terlalu menyinggung perasaan mereka (misalnya, ibu seseorang dalam grup itu benar-benar terjebak di dalam lubang), percakapan seperti itu malah membawa sial.
Karena itu, jika pertanyaan hipotetis Anda tidak menimbulkan percakapan spontan, Anda tidak dapat memaksakannya. Lebih baik mengalihkannya ke pertanyaan yang benar-benar berbeda, atau memutar percakapan dan beralih ke hal lain. Kalau tidak berhasil juga, berarti grup itu yang salah, bukan pertanyaannya. Pada titik ini, Anda boleh menyerah. Mulailah mencari kelompok dan percakapan lain.
Perhatikanlah Latar
Tuan rumah yang berpengalaman akan berusaha keras menyenangkan para tamunya dengan memberi sentuhan seni, nyaris ilmiah, dalam mempersiapkan pesta, dan menyibukkan diri dengan segala hal, dari warna bunga sampai susunan perabotan.
Saya tidak ahli soal bunga, dan bukan seorang desainer interior, tetapi dapat saya ceritakan kepada Anda tentang latar yang digunakan CNN dalam Larry King Live dan mengapa show saya tampak seperti yang Anda lihat.
Meja tempat saya dan tamu saya duduk di Washington dirancang oleh profesional CNN di Atlanta. Latarnya dimaksudkan untuk menciptakan perasaan nyaman dan suasana akrab. Dan berhasil. Saya merasakannya, begitu pula kebanyakan tamu saya. Perhatikanlah, kami tidak memasang bunga di meja. Kami tidak memajang gambar suasana Washington yang megah. Kami cukup memakai meja dan memasang peta di dinding latar belakang tamu. Latar yang bersih memberikan keleluasaan jangkauan yang luas. Hanya itulah yang diberikan CNN dan membuatnya terkenal. Latar seperti itu secara langsung mewujudkan drama dan kegembiraan yang kami inginkan untuk dirasakan oleh para pemirsa kami. Kalau mereka merasakannya, mereka akan terus nonton, dan mereka akan nonton lagi esok malam, pada jam yang sama.
Latar itu tetap sama sejak kami mengudara pada 1985. Kami hanya mengembangkan peta, agar memberi kesan yang menjangkau seluruh dunia. Satu-satunya perbedaan antara latar kami di Washington dan di New York adalah latar belakang. Di New York, pemirsa dapat melihat kaki langit Manhattan di waktu malam di belakang tamu. Selain itu semuanya sama, cuma agak lebih kecil.
Untuk kedua latar kami, baik di Washington maupun di New York, para tamu kami mengomentari keakraban suasananya. Mereka bilang, lingkungannya serasa seperti biasa saja. Jika saya mempunyai lebih dari satu tamu, mereka berkata tentang dekatnya tempat duduk satu sama lain. Kedekatan itu bermanfaat, memberikan atmosfer yang intim, membuat saya dan kedua tamu saya merasa sedang bercakap- cakap akrab di depan publik, dan pemirsa duduk di dalamnya.
Sayangnya, Anda tidak dapat menyelenggarakan jamuan makan malam Anda yang akrab dengan latar seperti Larry King Live, tetapi Anda dapat mengambil maknanya dari buku kami. Pertama, latar tidak harus mewah atau dramatis, asal memberi para tamu Anda perasaan nyaman. Kalau Anda mempunyai taman indah, tetapi ramalan cuaca menyebutkan malam ini akan hujan deras, jangan adakan makan malam di sana. Kedua, meski kedengarannya aneh, buatlah semua tamu duduk berdekatan satu sama lain. Kalau tamu makan malam Anda hanya empat orang, jangan gunakan meja makan nenek yang mempunyai dua belas kursi. Malahan kalau itu meja Anda satu- satunya, lebih baik gunakan saja sebagai bufet dan makanlah langsung di ruang tamu. Orang-orang akan merasa sangat janggal makan di meja yang kosong.
Berbicara dengan Lawan Jenis
Berbicara dengan lawan jenis, khususnya dua orang yang baru bertemu, barangkali merupakan jenis percakapan yang paling sulit. Bagi saya ya.
Cara Anda memulai percakapan dengan lawan jenis sangat berbeda dengan ketika saya remaja. Pada masa itu, laki-laki bisa mendekati wanita dalam suatu pesta koktail dan berkata, “Apa yang dilakukan gadis cantik sepertimu di tempat seperti ini?” Atau, “Di mana kau berada selama ini?” Atau, “Bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?”
Kalimat-kalimat seperti itu kini tidak dipakai lagi. Memang, kalimat-kalimat itu terasa klise sekarang. Kalau Anda memulai percakapan dengan salah satu kalimat itu, Anda akan terdengar menggelikan. Tapi ini terjadi di Amerika. Saya tidak tahu kebiasaan di tempat Anda.
Jelas, ini bukan hanya masalah pria saja. Sulit juga bagi wanita mengetahui cara memulai percakapan dengan pria.
Sungguh sangat sulit bagi wanita, karena sejak lama tabu bagi wanita untuk begitu saja mendekati pria. Boleh saja memulai percakapan kecil di pesta minum teh, tetapi wanita lajang yang menunjukkan kekagumannya pada pria akan disebut “lancang”, atau tidak tahu malu.
Semasa saya masih SMA dan masuk usia dua puluhan sampai tiga puluhan tahun, ada larangan serius bagi wanita untuk menelepon pria. Itu tidak boleh. Orangtua Anda akan memberitahu Anda, “Gadis baik tidak menelepon anak laki- laki. Anak laki-laki yang meneleponnya.“Tapi sebenarnya mereka tidak perlu memberitahukan itu. Gadis-gadis sudah pasti tidak akan menelepon Anda. Itu adalah kewajaran yang berlaku begitu saja waktu itu.
Pada masa itu ada hukum kaku tak tertulis yang mengatur cara bersikap bagi laki-laki maupun wanita muda. Lawan jenis tidak boleh memberi pakaian sebagai hadiah, meski cuma sweter. Yah, mungkin dasi atau sepasang sarung tangan boleh. Barang lain akan dianggap terlalau pribadi. Sebuah buku yang baik, dompet yang indah, tidak ada yang lebih intim dari itu. Tentu saja pria maupun wanita muda tidak pernah pergi berdua ke pantai atau tempat lainnya, meski mereka sudah pacaran. Dan bagi wanita, ada aturan yang mengatakan, jangan menelepon teman priamu. D/o-lah yang harus meneleponmu.
Sekarang semua tabu itu tinggal sejarah. Jika seorang pria sulit menghubungi wanita di telepon, ia tidak perlu terus-menerus menelepon lagi. Jika si wanita sedang keluar dan si pria tidak dapat menemuinya, wanita itu dapat balik meneleponnya dari ruang sidang atau dari kantor kliennya atau dari pesawat yang membawanya ke San Fransisco. Jika seorang wanita melihat pria dan ingin mengenalnya, ia dapat melakukan pendekatan.
Sisi lain dari perubahan itu adalah bahwa sekarang wanita dapat sama menderitanya dengan pria tentang betapa sulitnya membuka percakapan.
Nasihat Arthur Godfrey pada saya, “Jadilah dirimu sendiri,” paling pas di sini, apa pun kategori percakapannya. Saran saya bila ingin bicara untuk pertama kalinya dengan lawan jenis— orang yang ingin Anda temui lagi—adalah berterus terang.
Bagi saya, berterus terang berarti mengatakan “Saya agak kikuk. Saya tidak begitu pandai bicara dengan wanita yang baru saya temui, tapi saya ingin bercakap-cakap dengan Anda sebentar. Nama saya Larry King.”
Kalau ia menjawab, Anda sudah memulai percakapan. Kalau tidak, berarti Anda harus mundur. Percuma bercakap- cakap dengannya.
Pertanyaan yang baik adalah yang mempunyai daya tarik bagi setiap orang, dan menembus batas-batas generasi, pendidikan, maupun strata sosial.
Berikut ini pendekatan lain yang kadang saya gunakan. Misalkan saya bertemu dengan seorang wanita di sebuah acara makan malam kecil. Saya bisa berkata, “Anda tahu kini tak ada lagi kiat yang pasti dan jitu bagi pria untuk memulai percakapan dengan wanita. Saya tahu semua kalimat yang biasa digunakan oleh pria untuk memulai percakapan dengan wanita yang baru ditemuinya, tapi kini semua itu sepertinya tidak berlaku lagi. Jadi, bagaimana kita akan memulai percakapan kita?”
Dari permulaan yang jujur, Anda dapat melanjutkan ke langkah-langkah selanjutnya—menebak minat orang lain, sehingga Anda dapat memutuskan apakah Anda ingin meneruskan percakapan. Anda dapat melakukannya dengan menyebutkan topik pembicaraan yang menarik bagi Anda:
“Well, semua orang punya pendapat tentang putusan kasus Menendez. Bagaimana pendapat Anda?”
“Saya baru saja mendengar dari radio bahwa bursa saham anjlok lagi sampai lima puluh delapan poin hari ini. Menurut Anda, apakah kita akan mengalami lagi keadaan seperti tahun lalu?”
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mempunyai dua tujuan.
Pertama, memberi Anda topik lanjutan untuk dibicarakan setelah Anda memperkenalkan diri kepada orang lain. Kedua, menunjukkan inteligensi maupun minat Anda, dan orang yang Anda ajak bicara.
Jika orang yang Anda ajak bicara menjawab pertanyaan pertama dengan mengatakan, “Saya terkejut dengan putusan itu,” berarti setidaknya ia mengikuti jalannya sidang, bisa diajak bercakap, dan barangkali mempunyai persamaan dengan Anda.
Sebaliknya, jika ia menjawab, “Oh, saya tidak tahu tentang itu,” berarti Anda harus melihat ke sekeliling, mencari orang yang lebih mempunyai persamaan dengan Anda.
Atau, jika Anda seorang pria dan ingin mengajak bicara seorang wanita dan ia menjawab pertanyaan tentang bursa saham dengan mengatakan, “Oh tidak. Ada artikel tentang itu di Wall Street Journal hari ini,” Anda tahu bahwa Anda bisa bercakap-cakap dengannya.
Sebaliknya, jika ia berkata, “Saya tidak pernah mengikuti masalah itu. Sangat membosankan,” kemungkinan Anda akan mendapati bahwa ia pun membosankan.
Nasihat saya dalam menemui orang, dan khususnya dalam hal bicara dengan lawan jenis, adalah mengenal sebanyak mungkin tentang orang tersebut di awal-awal percakapan. Ajak mereka masuk ke bidang yang Anda minati dan pertahankan gaya bicara Anda yang sebenarnya. Kalau Anda pria yang suka bercanda, lihatlah apakah wanita yang ada di hadapan Anda itu juga begitu. Jika Anda wanita yang serius, lihatlah apakah pria teman bicara Anda itu juga demikian. Kalau Anda suka politik, olahraga, film, atau apa saja, lihatlah apakah partner bicara Anda juga begitu.
Jika ia tidak tertarik dengan hal-hal yang menjadi minat Anda, permisilah dengan sopan, lalu pergi. Masih banyak orang lain di situ yang lebih menyenangkan untuk Anda ajak bicara.
PERTEMUAN KELUARGA DARI PERNIKAHAN SAMPAI PEMAKAMAN
Pernikahan dan Bar Mitzvah (upacara pembaptisan untuk anak laki-laki Yahudi; Bas Mitzvah untuk wanita muda sekarang, ketika saya remaja belum ada) atau pesta-pesta ulang tahun dan kumpul-kumpul di hari libur biasanya menjadi tempat yang menyenangkan untuk bicara. Sebagian besar orang saling mengenal; peristiwanya menyenangkan dan santai, kecuali ketika kita menunggu fotografer selesai mengambil ribuan gambar pesta pernikahan itu.
Dalam pertemuan seperti ini, sekalipun dengan orang yang belum pernah Anda temui sebelumnya, Anda mempunyai topik yang baik untuk dipercakapkan. Misalnya, “Anda kenal pengantin wanitanya? Saya belum pernah bertemu yang laki-laki, tapi saya teman lama pengantin wanita. Dia cantik, keluarganya sangat baik!” Anda bisa setengah jam membicarakan pengantin pria atau wanitanya saja. Orang yang Anda ajak bicara mengenal sebagian tamu lainnya di pesta itu? Sama. Jadi, Anda dan orang yang Anda ajak bicara masing-masing dapat berbicara setengah jam.
“Anda tahu ke mana mereka akan berbulan madu?” Kalau teman bicara Anda pernah ke sana juga, Anda mendapat setengah jam lagi.
Bicara di layatan dan pemakaman biasanya menjadi tantangan. Saya merasakannya sebagai salah satu tempat paling sulit untuk membuat percakapan sosial. Saya punya satu aturan dasar saat bicara dengan anggota keluarga yang berduka di saat berkabung atau di pemakaman: Jangan terlalu berlebihan.
Komentar yang sangat sering didengar pada pemakaman adalah “Saya tahu bagaimana perasaan Anda.” Saya menghindari pernyataan itu karena dua alasan. Pertama, jika kematiannya disebabkan oleh hal-hal yang wajar dan alami—dengan kata lain, rasa kehilangan yang bagi kita yang berusia di atas dua belas tahun sudah tak asing lagi karena telah mengalaminya berkali-kali—keluarga yang berduka sudah tahu bahwa kita maklum bagaimana perasaan mereka. Kedua, jika penyebab kematiannya benar-benar tidak wajar, mengerikan, atau mengejutkan karena alasan tertentu, kita tak mungkin dapat mengetahui perasaan mereka.
Begitu juga komentar seperti, “Ini benar-benar menyedihkan”, atau “Sangat mengharukan”, menunjukkan bahwa Anda yang mengukur tingkat kesedihan mereka, padahal seharusnya tidak.
Dalam situasi seperti itu, lebih baik membicarakan diri Anda sendiri dengan singkat, dan bersikap simpatik, tapi tidak muram. Saya sering bercerita kepada anggota keluarga yang berduka tentang kenangan favorit saya bersama almarhum: “Saya tidak akan lupa ketika saya di rumah sakit,
Nasihat saya dalam menemui orang, dan khususnya dalam hal bicara dengan lawan jenis, adalah mengenal sebanyak mungkin tentang orang tersebut di awal-awal percakapan.
John menyempatkan menjenguk dan menemui saya di Jumat malam, padahal waktu itu hujan lebat, dan dia baru saja pulang dari New York.”
Jika Anda cukup baik mengenal keluarga itu, Anda dapat membantu mengingat kembali sesuatu yang lucu. “Apa kau tahu, Fritz mengisengi saya dulu?!”
Itu komentar ringan dengan latar di mana seseorang sangat dibutuhkan. Sebuah cerita unik tentang diri Anda sendiri, yang barangkali belum pernah didengar oleh keluarga almarhum, akan sangat membantu.
Jika tidak mengenal almarhum, Anda dapat memberi komentar singkat tentang prestasinya—betapa ia disegani di tempat kerjanya, betapa baiknya dia sebagai kepala keluarga, betapa bagus kariernya di dewan kota. Anda tidak perlu menyewa konsultan untuk mendapatkan ide dalam situasi semacam ini. Cukup tanyakan pada diri Anda sendiri, apa yang ingin Anda dengar seandainya Anda termasuk anggota keluarga yang sedang berduka. Biasanya yang terbaik adalah berbicara singkat. Saat seperti itu, keluarga yang sedang berduka tidak akan memperhatikan kecakapan Anda sebagai pembicara. Jika Anda mengatakannya dengan sungguh- sungguh, “Saya menyesal—kita benar-benar kehilangan dia,” itu sudah cukup.
Jika Anda menjadi pembicara dalam sebuah acara pemakaman, menurut saya, aturan-aturan yang sama berlaku juga. Saya tidak ahli tentang hal ini, tetapi saya dapat memberikan contoh dari pengalaman pribadi.
Bulan November 1993, agen dan teman baik saya, Bob Woolf, tanpa diduga meninggal dunia. Menjadi klien Bob berarti juga menjadi temannya, karena begitulah orangnya, la dan putrinya yang berbakat, Stacey Woolf, telah mendampingi saya selama bertahun-tahun, selalu dengan integritas—yang selalu melekat pada Bob—respek, kesuksesan, keramahan, dan humor yang menyenangkan. Mereka mendampingi semua klien lain dengan cara yang sama, dari Larry Bird dan Carl Yastrzemski sampai Gene Shalit dan Pete Axthelm. Kami benar-benar terkejut ketika tiba-tiba mendapat kabar bahwa Bob meninggal dengan tenang di Florida di suatu sore di musim gugur, hanya beberapa hari setelah menjadi MC di pesta ulang tahun saya yang keenam puluh tahun di Washington.
Ketika Stacey meminta saya menjadi salah satu dari lima pembicara pada pemakaman ayahnya, saya merasa bangga sekaligus bingung. Bangga, karena terpilih; bingung, karena tidak tahu apa yang harus saya katakan. Keadaannya begitu emosional, sehingga pembicara harus ekstra hati- hati memilih pokok pembicaraan yang benar-benar tepat dan mengekspresikan diri dengan kata-kata yang tepat pula. Sebagaimana biasanya, saya memutuskan untuk menggunakan insting saya, dan insting saya dalam hal ini membuat saya melakukannya dengan mudah.
Saya menjadi pembicara terakhir. Keempat pembicara lainnya bagus, khususnya Rabbi Bob, dan kemudian giliran saya. Ini benar-benar merupakan pidato paling berat yang pernah saya sampaikan seumur hidup saya. Memang ini bukan pidato yang sesungguhnya, melainkan kesempatan berbagi rasa dan kenangan dengan orang lain yang berusaha mengatasi kesedihan yang sama seperti yang saya rasakan.
Saya berdiri di dekat peti jenazah teman saya itu. Saya merasakan saat-saat yang memilukan, tapi kemudian saya ingat bahwa ini merupakan saat yang memilukan pula bagi Stacey dan keluarganya serta banyak orang lain di sana, maka saya mulai berbicara: “Saya Larry yang lain di antara klien-klien Bob. Jika Larry Bird dan saya dipanggil pada saat bersamaan, siapa yang akan menjawab?”
Kalimat ini membuat orang-orang tersenyum untuk pertama kalinya di hari itu. Mereka tersenyum karena merasa lega sekaligus terhibur. Saya tahu orang-orang di situ ingin tertawa. Bob adalah periang, la senang berada bersama orang-orang. Dia senang bercanda bersama mereka. Lalu saya melanjutkan, “Anda tahu, Bob suka memotret. Dia selalu menjepret sesuatu. Pendahulu keluarga Mel Brooks dua ribu tahun silam mengatakan bahwa penemuan besar di dunia ini adalah Liquid Prell dan Saran Wrap.Tapi jika Anda ajukan pertanyaan yang sama pada Bob, dia pasti menjawab: penemuan terbesar adalah proses foto dua puluh empat jam.” Sekali lagi pendengar saya merasa lega dengan humor itu. Saya merasa insting saya tepat, bahwa orang lain di pemakaman itu merasa saya telah memilih cara yang tepat untuk membicarakan Bob.
Dalam situasi sulit seperti upacara pemakaman, saya anjurkan Anda untuk mendengarkan insting Anda. Insting dapat memberitahu Anda apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikatakan. Kalau Anda merasa orang-orang ingin mendengar suatu kenangan atau kutipan, barangkali Anda benar. Sebaliknya, jika sebuah kata melintas dalam benak Anda, tapi Anda khawatir itu bisa berakibat salah, tahanlah.
Saya merasa bicara di pemakaman Bob sangat sulit dilakukan, dan saya yakin pembicara-pembicara lain pun mengalami hal yang kurang lebih sama.Tapi kami berlima bicara pada hari itu untuk alasan yang sama—karena inilah hal terbaik yang harus dilakukan dan cara terbaik bagi kami untuk membalas budi almarhum teman kami.
Itulah saran saya bagi Anda, seandainya Anda diminta bicara pada upacara pemakaman. Ingatlah bahwa orang-orang datang bukan untuk mendengar Anda bicara.
Bagaimanapun, memang begitulah arti pemakaman. Tak seorang pun menikmatinya. Tetapi, Anda semua berada di sana untuk alasan yang sama—karena Anda mencintai orang tersebut dan ingin melakukan sesuatu yang benar. Tak ada yang datang ke pemakaman Bob Woolf untuk mendengarkan Larry King bicara. Kami semua datang untuk Bob dan karena kami ingin memberi ucapan selamat jalan kepadanya.
Itulah saran saya bagi Anda, seandainya Anda diminta bicara pada upacara pemakaman. Ingatlah bahwa orang-orang datang bukan untuk mendengar Anda bicara. Mereka datang untuk maksud yang sama sebagaimana Anda— berbela sungkawa atas meninggalnya seseorang yang tercinta dan untuk mengenang hidupnya. Tunjukkanlah respek dan perhatian bagi almarhum.Tunjukkanlah perasaan haru pada keluarganya. Buatlah pidato singkat. Dan satu atau dua lelucon tidak apa-apa.
BERBICARA DENGAN SELEBRITAS
Bicara dengan selebritas adalah satu masalah lain bagi banyak orang.Tak peduli betapa bersahajanya seorang selebritas, kita mudah terintimidasi oleh ketenarannya.
Kalau tidak hati-hati, Anda dapat membuat malu diri sendiri, bahkan kadang tanpa menyadarinya. Aktor film, bintang televisi, atlet, dan sebagainya bercerita tentang semua jenis pengalaman yang membuat orang tanpa sadar terhanyut ke dalamnya. Salah satu ucapan yang umum, “Oh, saya adalah penggemar berat Anda sejak masih kecil.” Para pemain bola sangat sering mendengar kata-kata seperti itu, hingga mereka menggunakannya untuk saling bercanda di antara mereka sendiri, “Ayah saya biasa mengajak saya melihat Anda main.” Entah Anda sungguh-sungguh atau tidak, kalimat seperti ini memberi kesan kepada para selebritas bahwa mereka sudah tua.
Sebuah komentar umum lainnya, “Sejak dulu saya merasa bisa menjadi pemain bisbol (atau bintang film, atau novelis).” Dengan mengucapkan hal itu, tanpa sadar, Anda meremehkan prestasi orang yang Anda ajak bicara, karena seakan-akan Anda ingin mengatakan bahwa siapa pun dapat melakukan hal yang sama.
Dalam show saya, saya pernah bicara dengan selebritas dari segala bidang, dan saya jamin, mereka menikmati percakapan yang wajar sebagaimana Anda dengan saya. Saya menganggap mereka tidak sebagai orang terkenal, cukup sebagai orang kebanyakan—yang bisa saja mempunyai kesenangan, kebencian, dan perasaan seperti halnya kita. Dan biasanya saya berhasil mengajak mereka bicara dengan teknik- teknik yang telah saya sebutkan di sini.
Kesalahan umum saat bicara dengan selebritas adalah menganggap mereka tidak tahu apa pun tentang hal-hal lain di luar profesi mereka. Bisnis film dan dunia atletik penuh dengan pria dan wanita yang pandai, berpendidikan, berpengetahuan luas, tertarik, dan terlibat dalam berbagai aktivitas dan persoalan, lalu kenapa mereka hanya ditanya tentang akting atau olahraga? Kalau kebetulan Anda menanyakan minat “ekstrakulikuler” pada selebritas, kemungkinan mereka akan bicara dengan jauh lebih bebas daripada tentang kehidupan profesional mereka. Misalnya, tanyakan saja kepada Woody Allen tentang tim basket New York Knicks, atau Paul Newman tentang karya amalnya untuk anak-anak.
Bila Anda biarkan diri Anda terintimidasi oleh ketenaran seorang selebritas, sebenarnya Anda sedang bermain-main dengan malapetaka. Kejadian itu menimpa wali kota sebuah kota kecil saat memperkenalkan Walter Pidgeon, salah seorang bintang film paling terkenal di dunia, pada suatu peristiwa penggalangan masa dalam Perang Dunia II: “Orang yang terhormat ini, saudara sekalian” kata wali kota itu kepada para audiens, “adalah sungguh-sungguh pigeon." Bintang film itu tentu sama sekali tak suka disamakan dengan merpati.
BAB 4 DELAPAN HAL YANG DIMILIKI PEMBICARA TERBAIK
ORANG SUKSES ADALAH PEMBICARA YANG SUKSES, DAN SEBALIKNYA
- Ciri-ciri yang mereka miliki
- Belajar dari Frank Sinatra, Bill Clinton, dan Edward Bennett Williams
Tidak mengherankan, sebagian besar orang sukses adalah pembicara yang sukses. Demikian juga sebaliknya. Jika Anda telah mengembangkan kemampuan untuk bicara dengan baik—dan itu dapat dikembangkan—Anda akan sukses. Kalau merasa sudah menjadi orang sukses, Anda dapat membuat diri Anda lebih sukses dengan menjadikan diri Anda pembicara yang lebih baik.
Adakah orang sukses yang tidak dapat mengekspresikan diri? Saya kira tidak ada. Nihil. Mungkin mereka tidak pandai mengobrol. Atau mungkin mereka tidak dapat bicara di depan umum, tetapi mereka cukup pandai bicara dalam suasana yang cukup berbeda, untuk meraih sukses, dan bahkan kebesaran mereka.
Tidak ada yang menyebut Harry Truman sebagai orator ulung, tapi banyak yang menganggapnya presiden hebat. Satu alasannya: ia adalah pembicara yang baik dalam urusan politik, la bukan pembicara yang memikat, tetapi merupakan komunikator yang baik, karena berusaha agar pembicaraannya mudah dipahami, la tidak retoris, tetapi mampu meluncurkan gagasan-gagasannya dalam bahasa Inggris yang jelas dan langsung. Tak seorang pun bisa merangkum tanggung jawab presiden dengan kalimat yang lebih baik daripada ungkapan singkatTruman, “Dolar berhenti di sini.” Begitulah pembicara yang baik.
Lyndon Johnson, sama seperti Truman, tidak jauh berbeda, tapi tak seorang pun dapat menandingi kemampuannya untuk merebut simpati Anda di lobi senat.
Martin Luther King Jr. berhasil karena alasan yang sama sekali berlawanan dengan Truman dan Johnson, la adalah pembicara publik yang luar biasa. Dia adalah ahli pidato yang dapat benar-benar menggetarkan seluruh negeri dengan kemampuan bicaranya yang tak tertandingi di depan mikrofon, di atas panggung.
Saya akan membahas bicara di depan publik dalam bab selanjutnya. Bagi kebanyakan kita, yang paling penting adalah mengefektifkan percakapan sehari-hari, entah dalam pergaulan sehari-hari atau dalam bisnis.
CIRI-CIRI PEMBICARA TERBAIK
Mengingat lagi semua orang yang pernah saya ajak bicara, di dalam atau di luar siaran, saya mencatat beberapa persamaan yang dimiliki oleh para konversasionalis terbaik.
- Mereka memandang suatu hal dari sudut pandang yang baru, mengambil titik pandang yang tak terduga pada hal-hal yang umum.
- Mereka mempunyai cakrawala luas. Mereka memikirkan dan membicarakan isu-isu dan beragam pengalaman di luar kehidupan mereka sehari-hari.
- Mereka antusias, menunjukkan minat besar pada apa yang mereka perbuat dalam kehidupan mereka, maupun pada apa yang Anda katakan pada kesempatan itu.
- Mereka tidak pernah membicarakan diri mereka sendiri.
- Mereka sangat ingin tahu. Mereka bertanya, “Mengapa?” Mereka ingin tahu lebih banyak mengenai apa yang Anda katakan.
- Mereka menunjukkan empati. Mereka berusaha menempatkan diri mereka pada posisi Anda untuk memahami apa yang Anda katakan.
- Mereka mempunyai selera humor, dan tidak keberatan mengolok-olok diri sendiri. Sungguh, konversasionalis terbaik sering mengisahkan pengalaman konyol mereka sendiri.
- Mereka punya gaya bicara sendiri.
MEMANDANG SESUATU DARI SUDUT PANDANG BARU
Karakteristik umum pertama dalam daftar tersebut barangkali merupakan unsur yang paling sering dijumpai pada pembicara sukses. Frank Sinatra misalnya. Frank adalah bintang tamu yang hebat dalam suatu jamuan malam, la berminat dalam segala hal. Kalau Anda cukup beruntung bisa mengajaknya bicara tentang profesinya, ia benar-benar mengagumkan, bukan karena ia mengatakan kepada Anda bahwa ia bintang besar (karena ia tidak akan mengatakannya), tapi karena kedalaman pengetahuannya tentang musik, la telah begitu banyak memikirkan keahliannya, sehingga sering muncul dengan gagasan baru dan tak terduga.
Suatu malam, saya duduk bersebelahan dengan Frank dalam sebuah jamuan malam tertutup untuk menghormati Irving Berlin di California. Setelah makan malam, ia diminta menyanyikan lagu klasik Berlin (“Remember?”). Lagu itu begitu meledak ketika saya masih remaja. Orang-orang yang lebih tua atau seusia dengan saya mengenalnya sebagai lagu cinta yang lembut, sebuah penghargaan romantis kepada seorang kekasih.
Tetapi Frank mengejutkan saya. “Saya sering menyanyikan lagu itu,” katanya. “Saya selalu menyanyikan sebagai balada yang lembut, tetapi malam ini saya akan menyanyikannya dengan cara lain. Anda tahu kenapa? Karena lagu itu sebenarnya pahit.”
Saya membayangkannya sejenak. Kemudian kami mulai mendendangkan liriknya:
Remember the night?
The night you said, “I Love You.”
Remember?
Remember you vowed
By all the stars above you.
Remember?
(Ingatkah kau malam itu?
Malam ketika kau berkata, “Aku cinta padamu.”
Ingatkah?
Ingatkah kau berjanji
Demi semua bintang di atasmu.
Ingatkah?)
Frank berkata, “Orang itu marah. Jadi, malam ini saya akan menyanyikannya dengan gaya berbeda, dari sisi itu.” la melakukannya, dan ia membuktikan bahwa ia pandai menginterpretasikan lagu itu dan menyanyikannya.
Sinatra mampu menghidupkan percakapan dalam jamuan malam kami karena ia mengambil sudut pandang baru terhadap perkara lama, dalam hal ini sebuah lagu yang sebelumnya sudah begitu akrab bagi kita. Malam itu, ia menunjukkannya dengan cara yang tak pernah terpikirkan oleh penyanyi lain. Sejak itu, setiap kali mendengar lagu itu, saya mendengarnya dengan cara yang berbeda, karena apa yang dikatakan oleh Frank. Jadi, itulah seorang konversasionalis yang baik.
MEMPERLUAS CAKRAWALA
Gubernur New York, Mario Cuomo, adalah teman makan malam yang menyenangkan. Putranya, Andrew, juga menyenangkan. Cuomo bukan saja sependapat dengan saya tentang hal ini. la bahkan akan memberitahu Anda sebabnya.
Andrew Cuomo, dalam usia tiga puluhan tahun, menjadi sekretaris pembantu bidang pengembangan perumahan dan kependudukan dalam pemerintahan Clinton, la melepas praktik pribadi dalam karier pengacaranya dan pindah ke Washington untuk membantu pemerintahan Clinton dan melakukan tugasnya dalam pelayanan masyarakat, la berpengalaman dan penuh perhatian, menarik dan selalu tertarik. Dale Carnegie menyebutnya demikian.
Saya pernah menelepon Gubernur, menyampaikan betapa senangnya saya bercakap-cakap dengan Andrew ketika saya kebetulan bertemu dengannya di Washington, dan betapa penuh perhatiannya anak muda itu, menurut saya. Lalu, Cuomo senior mengatakan bahwa semua itu karena kelebihan yang hanya dimiliki beberapa orang, dan Andrew cukup berhasil memanfaatkannya.
Gubernur Cuomo mengatakan, “Kakek-nenek Andrew, keempat-empatnya, masih hidup sampai Andrew berumur tiga puluh tahun. Dua dari mereka sampai sekarang masih hidup.”
Andrew, jelas ayahnya, selalu ramah dan dekat dengan kakek-neneknya. la bercakap-cakap dengan mereka. Mereka adalah orang-orang tua dari dua daerah di Italia, lahir di awal abad dua puluh, ketika orang-orang masih bepergian dengan kuda dan kereta, tanpa listrik, tanpa radio, ketika penyakit- penyakit yang kini telah berhasil dibasmi masih merupakan penyebab kematian; ketika para anggota keluarga serta tetangga tidak menamatkan sekolah dasar, dan berita dari luar desa disampaikan dari mulut ke mulut.
Andrew Cuomo memang bukan sumber informasi tentang kehidupan Italia pada masa itu, hingga menjadi orang yang memesona karena topik pembicaraan tentang Italia, tetapi Andrew tumbuh dewasa dengan mendengarkan orang-orang di sekitarnya dan tetap melakukannya sampai sekarang. Karena itu, ia menjadi pembicara yang menarik perhatian karena ia telah mempelajari banyak hal. Selain itu, kebiasaannya mendengarkan membuatnya menjadi orang yang enak diajak bicara.
Ketika Gubernur Cuomo menekankan hal ini, saya jadi berpikir tentang ungkapan yang mengatakan bahwa Anda dapat memperluas cakrawala dengan bepergian. Tapi, jika Anda berminat mendengarkan orang lain, Anda dapat memperluas cakrawala Anda tanpa perlu pergi ke mana pun. Kita semua punya kakek-nenek, walaupun mungkin mereka tidak berumur panjang seperti kakek-nenek Andrew, tetapi mungkin kita mengenal orang-orang yang hidup sampai usia delapan puluh tahun, atau bahkan sembilan puluh tahun, kadang sampai seratus tahun. Lewat mereka, kita bisa meraup informasi, kisah-kisah, serta kesan-kesan yang bahkan mungkin tidak kita sadari.
Setelah ayah saya meninggal, ibu saya mempekerjakan seorang wanita tua untuk mengawasi kami, sementara Ibu berusaha mencari uang untuk makan, membeli pakaian, dan membayar sewa apartemen kecil kami di Bensonhurst, Brooklyn. Pembantu wanita tersebut berusia delapan puluh tahun. Ayahnya menjadi tentara dan turut bertempur ketika terjadi perang saudara. Sewaktu kanak-kanak, ia benar-benar melihat Abraham Lincoln. Dan saya suka bercakap-cakap dengannya.
Jadi begitulah, masa kanak-kanak saya di Brooklyn menjadi jendela menuju zaman lain dalam sejarah Amerika. Anda mungkin mempunyai pengetahuan yang mirip seperti itu di masa-masa kecil Anda bersama orang-orang yang lebih tua. Pasti ada banyak hal yang bisa dipercakapkan—entah tentang perawatan kesehatan, kakek-nenek, guru-guru, pelatih, atau perang saudara.
Hikmah dari cerita ini adalah: Ingatlah kakek-nenek Anda dan orang-orang tua yang berasal dari masa-masa lebih awal; ingatlah pengalaman Anda bersama mereka, dan berbagai cerita maupun pandangan mereka. Mereka—dan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda dengan Anda— dapat membantu Anda memperluas cakrawala pandang dan pemikiran Anda.
Sinatra mampu menghidupkan percakapan dalam jamuan malam kami karena ia mengambil sudut pandang baru terhadap perkara lama, dalam hal ini sebuah lagu yang sebelumnya sudah begitu akrab bagi kita.
ANTUSIASME
Saya kira satu alasan keberhasilan saya dalam bidang penyiaran adalah: audiens saya merasakan bahwa saya menikmati apa yang saya lakukan. Dalam hal ini Anda tak dapat berpura-pura. Bila Anda mencoba menipu diri, Anda akan gagal. Jika kita benar-benar menikmati apa yang kita lakukan dan memproyeksikan antusiasme seperti itu kepada orang yang kita ajak bicara, peluang kita untuk berhasil semakin besar. Saya menemukannya pada orang-orang yang kariernya beraneka ragam seperti Presiden Clinton dan Tommy Lasorda.
Lasorda, manajer Los Angeles Dodgers, tampil dalam show radio saya di malam setelah timnya kalah telak melawan Houston dalam pertandingan Liga Nasional tahun 1981. Dari penampilan serta antusiasmenya, Anda tidak akan manyangka bahwa ia adalah manajer dari tim yang sedang kalah. Ketika ditanya bagaimana ia dapat begitu ceria, ia menjawab, “Hari terbaik pertama dalam hidup saya adalah ketika saya menjadi manajer tim yang menang. Dan hari terbaik kedua adalah ketika saya menjadi manajer tim yang kalah.”
Presiden Clinton saya wawancarai pada peringatan ulang tahun pertamanya di Gedung Putih. Waktu itu, dia mengatakan hal yang hampir sama seperti yang dikatakan oleh Tommy Lasorda; hanya kali ini dirinya sebagai presiden. Baik Bill Clinton maupun Tommy Lasorda adalah pembicara yang baik—dan orang-orang yang saya sukai dalam show saya—karena mempunyai kesamaan: Mereka mempunyai antusiasme besar terhadap pekerjaan mereka, dan mereka mengomunikasikannya dalam percakapan mereka. Antusiasme itu, dan kesediaan mereka berbagi pengalaman, jelas membuat mereka tidak hanya sukses sebagai pembicara, tapi juga dalam karier yang mereka pilih.
Barangkali antusiasme Anda terhadap pekerjaan tidak sama seperti Tommy Lasorda. Saya harap Anda punya, tapi tidak semua orang begitu beruntung. Jadi, pikirkan saja hal-hal yang membuat Anda antusias: anak-anak Anda, hobi, organisasi amal yang Anda ikuti, atau buku yang baru saja Anda baca.Tanpa menjadi tergila-gila, tunjukkanlah antusiasme itu dalam percakapan Anda. Jika Anda dapat mengambil topik pembicaraan yang amat Anda sukai, dan membuat pendengar Anda memahami sebabnya, Anda pasti menjadi pembicara yang menarik.
JANGAN HANYA MEMBICARAKAN DIRI SENDIRI
Untuk mempertahankan percakapan, jelas Anda harus menceritakan kepada teman bicara Anda sesuatu tentang diri
Anda, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang barangkali mereka tanyakan, tetapi jangan terlalu panjang. Sebaliknya, balikkan percakapan, seperti “Bagaimana dengan kau, Mary? Di mana kau bekerja?”
INGIN TAHU
Para pembicara terbaik selalu ingin tahu tentang segala hal. Itulah sebabnya mereka pandai mendengarkan dan mempunyai cakrawala luas. Mereka selalu mempelajari sesuatu yang baru.
TUNJUKKAN EMPATI
Orang-orang yang paling enak diajak bicara adalah mereka yang menunjukkan empati kepada kita. Mereka menunjukkan dengan jelas bahwa mereka mencoba memahami apa yang kita rasakan dan kita katakan. Jika Anda memberitahu seseorang bahwa Anda mendapat pekerjaan baru, Anda pasti ingin ia berkata, “Wow! Hebat!” dan tidak hanya sekadar “Oh, ya?” Jadi, lakukanlah hal yang sama jika Anda menjadi pendengar dalam sebuah percakapan.
Oprah Winfrey adalah contoh pembicara yang sangat akrab bagi kita di televisi. Dia membuat hubungan yang kuat dengan para pemirsanya karena ia jelas-jelas memberi empati kepada para tamu dalam show-nya. Anda dapat langsung melihat bahwa ia sungguh-sungguh memperhatikan apa yang mereka katakan dan maksudkan. Empatinya juga membantu menarik minat para tamu dan mengajak mereka untuk bersikap terbuka kepadanya. Ini tanda lain dari konversasionalis yang baik.
Semua konversasionalis terbaik di antara pembawa show televisi mempunyai kelebihan ini. Saya menamakan mereka “komiserator”. Jika Anda memberitahu mereka bahwa Anda mengidap tumor otak atau cacar air, mereka akan menunjukkan empati dan memberi dukungan pada Anda, serta memproyeksikannya kepada audiens. Sonya Friedman, yang membawakan acara Sonya Live di CNN setiap hari kerja, adalah satu contoh lain yang baik.
DickCavett adalah komiserator hebat yang lain lagi. Orang ini punya inteligensi tinggi dan minat luas. Gayanya menunjukkan bahwa ia menaruh minat pada para tamunya dan perasaan mereka, daripada mengurusi sesuatu yang sensasional.
TUNJUKKAN SELERA HUMOR ANDA
Humor di mana saja menyenangkan, dan kadang sangat dibutuhkan. Jika sedang menyampaikan pidato, salah satu aturan pokok saya adalah jangan terus-terusan serius. Ini juga berlaku pada percakapan, dan barangkali lebih penting.
Mereka-dan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda dengan
Anda-dapat membantu Anda memperluas cakrawala pandang dan pemikiran Anda.
Kendati demikian, sebagaimana hal-hal lainnya, humor tidak akan berhasil jika dipaksakan. Humoris dan pelawak terbaik tahu hal ini, dan tidak pernah mencoba. Contoh terbaik yang bisa saya ingat adalah Bob Hope.
Bob tidak pernah berusaha melawak ketika tampil sebagai tamu jamuan malam. Jelas ia tidak membosankan, juga tidak serius, tetapi cukup pandai untuk tidak mencoba memainkan monolog komedi bangsawannya di meja makan. Semua orang sudah tahu bahwa ia lucu di panggung, televisi, dan film. Karena itu, ia tidak merasa perlu membuktikannya. Selain itu, Hope lebih dari sekadar pelawak dan penghibur, la juga pebisnisyang berhasil, yang berminat dalam banyak hal di dunia ini, dan seorang Amerika patriotik yang pernah mengadakan pertunjukan di seluruh dunia untuk anggota angkatan bersenjata. Pengalaman-pengalamannya dalam semua bidang ini memberinya banyak hal untuk dibicarakan dan menjadikannya teman bicara yang menyenangkan, meski ia tidak mengucapkan kata-kata.
Al Pacino mempunyai gaya humor alami yang lain, la adalah aktor drama terbaik Amerika, tetapi di luar panggung orangnya lucu: khas New York, la mempunyai reaksi khas orang New York terhadap sesuatu. Yang saya maksudkan adalah kemampuannya untuk tidak menghiraukan begitu banyaknya ancaman dan bahaya hidup, karena orang-orang New York senantiasa dikelilingi oleh berbagai ancaman dan bahaya di kota mereka sendiri.
Kami sedang berdiri bersama Walter Cronkite, Pele, dan lain-lain di lobi Hotel Beverly Wilshire di Los Angeles, beberapa jam setelah gempa bumi mengerikan pada Januari 1994. Kami berada di kota untuk perjamuan penghargaan televisi pada malam sebelumnya. Lalu empat atau lima orang dari kami bercakap-cakap satu sama lain, masing-masing menceritakan reaksi mereka ketika terjadi gempa dahsyat itu. Kami semua ketakutan—paling tidak saya. Tetapi, Al Pacino tidak takut atau terkejut. Katanya, “Saya dari New York. Saya kira itu bom.” Ini bukan lelucon; hanya sebuah komentar dingin, tetapi pada saat itu, komentar itu membuat kami tertawa.
George Burns adalah contoh lain yang mempunyai gaya yang sangat berbeda. George persis seperti apa yang Anda lihat di televisi, la tidak mempunyai cara lain kecuali tampil lucu. Baginya, sangat wajar meluncurkan koleksi kalimat-kalimat lucu di dalam percakapannya.
Sebagai contoh, percakapan dalam suatu pesta beralih ke perawatan kesehatan, dan bahwa semua orang menganggap serius kompetisi dan sejenisnya. Seseorang bertanya kepada
George, yang saat itu akan berusia seratus tahun, bagaimana pendapatnya tentang dokter sekarang, la berkata, “Saya mengisap sepuluh cerutu tiap hari, minum dua double martini setiap hari saat makan siang, dan dua lagi saat makan malam. Saya bergaul dengan wanita-wanita yang jauh lebih muda dari saya. Orang-orang bertanya pada saya, apa pendapat dokter tentang hal ini.”
Lalu, ia memandang ke sekeliling meja, dan tanpa basa-basi berkata, “Dokter saya meninggal sepuluh tahun lalu.”
Itulah George Burns sebagai George Burns. Tak seorang pun jadi tak senang karena ia menggunakan kebiasaan rutinnya. Kebiasaannya itu adalah dirinya sendiri, dan kita semua sudah tahu. Bukannya menjengkelkan, para tamu di meja malahan senang.
Bagaimanapun, caranya melucu selalu berhasil karena ia tidak memaksakannya ke dalam percakapan. Katakatanya hanya merupakan komentar lanjutan yang wajar terhadap percakapannya tentang dokter. Kalau ia berkata kepada tamu-tamu di sekitarnya, “Hey! Ini gurauan yang biasa saya katakan…,” cara ini tidak akan berhasil karena terlalu dipaksakan dan merusak aliran percakapan.
Itulah butir penting yang harus diingat mengenai humor. Apa pun gaya humor Anda, biarkan lelucon Anda masuk ke dalam percakapan dengan wajar. Pelawak- pelawak profesional tahu bahwa waktu yang tepat adalah segalanya. Menghentikan percakapan orang agar Anda dapat menceritakan lelucon Anda adalah pemilihan waktu yang buruk. Meskipun hari ini Anda mendengar cerita yang sangat lucu di kantor, jangan memotong percakapan orang hanya agar Anda dapat menceritakannya.
Don Rickles adalah orang yang selalu lucu. Kata-kata dan komentarnya di pesta makan malam sama menggigitnya dengan di panggung. Memang begitulah ia.Tamu-tamu di meja tahu itu, dan mereka tertawa mendengar ejekannya yang tajam.
Mengapa mereka tertawa padanya, sedangkan pada Anda dan saya tidak seandainya kita yang melemparkan lelucon seperti itu? Karena kalau kita yang melakukannya, mereka akan merasa bahwa kita terlalu memaksakannya. Dengan Don, mereka tahu bahwa ia hanya melakukan hal yang wajar baginya. Bahkan tanpa sadar, ia mengikuti formula keberhasilan Arthur Godfrey — ia hanya menjadi diri sendiri.
GAYA ANDA SENDIRI
Unsur kunci lain pada pembicara yang sukses adalah gaya. Mereka mempunyai cara bicara sendiri, sehingga ucapan mereka efektif. Saya teringat empat pengacara paling sukses di Amerika di paruh kedua abad kedua puluh. Mereka memberikan gambaran bahwa gaya bicara orang berbeda- beda, tetapi masing-masing berhasil karena suatu gaya yang cocok bagi seorang pembicara.
Edward Bennett Williams berbicara pelan, la memaksa Anda membungkuk ke depan untuk mendengarnya. Dengan cara itu ia mendapat perhatian lebih dari Anda. Ini memang disengaja. Memang begitulah metodenya, dan sangat efektif.
la memaksa, tapi tidak pernah keras. Anda mengikuti setiap kata-katanya. Dan baginya, gaya ini cocok, baik di depan juri di ruang sidang, maupun di depan tamu saat makan siang.
Percy Foreman, seorang pengacara besar lainnya, suka memainkan perasaan, langsung menusuk emosi orang. Bicaranya hampir seperti ceramah kecil. Cara itu tidak akan berhasil bagi kebanyakan dari kita, tapi cocok untuknya. Itulah gayanya.
William Kunstler adalah pengacara bombastis, la berapi- api dan garang. Gayanya sangat berlawanan dengan gaya Williams dan Foreman. Itu tidak akan berhasil bagi kedua orang itu, tapi berhasil di sepanjang karier Kunstler.
Gaya Luis Nizer adalah menyusun fakta, membangun kasus. Williams menusuk rasa dramatis Anda. Foreman mengobok-obok emosi Anda. Kunstler mengungkit rasa marah Anda; sedangkan Nizer membangun logika Anda.
Anda barangkali tak peduli dengan gaya percakapan yang Anda mainkan di ruang pengadilan, tetapi saya menggunakan contoh-contoh ini untuk menunjukkan bahwa dalam situasi yang sangat sama pun, setiap orang mempunyai gayanya sendiri. Karena itu, carilah cara berbicara yang cocok dengan Anda, dan kembangkanlah.
Apa pun gaya humor Anda, biarkan lelucon Anda masuk ke dalam percakapan dengan wajar
Saya banyak diminta melukiskan gaya saya. Ini jauh lebih sulit daripada menggambarkan gaya orang lain. Saya pikir, saya mempunyai beberapa unsur dari gaya Cavett. Saya kira saya dapat digambarkan agak intens, ingin tahu, kadang- kadang agresif, dan kadang menyimpang, dengan penekanan pada di sini dan sekarang—pewawancara yang mungkin lebih dari yang lain selalu ingin tahu mengapa.
SARAN TERAKHIR: TENTANG BUNGKAM
Saya masih ingat kalimat lucu yang sering digunakan teman saya dari Miami, Jackie Gleason bersama Audrey Meadows saat mereka menjadi Ralph dan Alice Kramden dalam sinetron TV klasik Gleason, The Honeymooners. Jika Alice—kadang tak sengaja, kadang disengaja—hendak membuka maksud jelek Ralph dengan mengatakan sesuatu yang salah, Ralph menatapnya dengan mata melotot, mengacung-acungkan jarinya di wajah Alice dan berkata, “Alice, kau ini tak ada apa- apanya, cuma ceee-reee-wet!”
Betapapun briliannya Anda sebagai pembicara, ada saat- saat di mana Anda lebih baik diam. Saya tahu hasrat manusia untuk menjadi bagian dalam setiap percakapan. Bukan tanpa alasan anak-anak di Bensonhurst menyebut saya si mulut besar, tetapi jika saat ingin membuka mulut, saya mendengar insting saya menyuruh saya diam, saya akan diam. Bila insting Anda menyuruh Anda diam, perhatikanlah.
BAB 5 PERCAKAPAN TRENDI DAN KETETAPAN BAHASA POLITIS
KATA YANG TEPAT PADA SAAT YANG TEPAT
- Kata-kata yang menghambat komunikasi
- Menghentikan kebiasaan buruk saat pidato
- Ketepatan bahasa politis
Buku ini bukanlah buku tentang cara membangun kosakata Anda, atau bagaimana berbicara seperti Raja Inggris.
Seperti telah saya katakan, saya lebih menekankan pentingnya komunikasi daripada memikat orang dengan kata-kata. Jauh lebih penting mengajukan pertanyaan yang baik daripada menyusun jawaban semanis madu. Tetapi, ada beberapa unsur artikulasi dan kosakata yang ingin saya bicarakan, karena unsur-unsur itu dapat memengaruhi bagus-tidaknya komunikasi Anda.
KATA-KATA MULUK
Mark Twain tahu banyak tentang bicara, dan dia sendiri juga merupakan pembicara yang baik, la pernah menulis, “Perbedaan antara kata yang tepat dan kata yang hampir tepat sungguh sangat besar—seperti perbedaan antara kilat (lightning) dan kunang-kunang (lightning bug)”
Ingatlah bahwa kata yang tepat—yang dengan segera dipahami dan dimengerti oleh pendengar Anda—biasanya adalah kata yang sederhana. Karena alasan tertentu, orang cenderung menggunakan kata yang rumit atau yang sedang populer untuk membuat omongannya terdengar lebih up-to-date, lebih trendi, tidak ketinggalan zaman. Dengan kecepatan dan jangkauan komunikasi modern, kata-kata baru dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia. Sayangnya, beberapa dari kata-kata ini tidak memberi arti apa pun untuk meningkatkan kemampuan komunikasi kita.
Impact dan access dulu hanya merupakan kata benda, tapi sekarang juga menjadi kata kerja, seperti dalam to impact the situation. Kata sederhana affect tidak hanya sama, tetapi bahkan lebih baik. Kita melakukan proses sebaliknya, dengan mengubah kata kerja menjadi kata benda, seperti dalam commute. Kita biasanya berkata, “I commute to work by car”. Sekarang kita berkata, “My commute is by car”.
Kita telah bertahun-tahun menggunakan jargon komputer, seperti minta input mereka. Kemudian orang mulai berinterfasi, yang merupakan hasil jargonisasi untuk kata “berdiskusi” atau “berbicara”. Dan setiap kali terjadi gempa bumi atau badai dahsyat, kita mendengar tentang “kerusakan infrastruktur”, sekalipun pejabat yang menggunakan istilah itu akan dapat menyampaikan point-nya dengan jauh lebih baik jika ia sedikit bersusah payah mengatakan sesuatu yang dipahami oleh setiap orang, seperti “fasilitas air bersih, saluran limbah pembuangan, dan jalan raya”.
Perbedaan antara kata yang tepat dan kata yang hampir tepat sungguh sangat besar-seperti perbedaan antara kilat (lightning) dan kunang-kunang (lightning bug).
Kata-kata komputer semacam itu merefleksikan kehidupan kita dalam dasawarsa 1990-an, tetapi bukanlah satu-satunya rintangan yang menghalangi kemampuan kita berbicara dengan jelas dan efektif. Ego manusia juga ikut berpengaruh. Beberapa orang rupanya beranggapan bahwa semakin tinggi kata-kata yang digunakan dapat membuat topik bahasan dan diri mereka sendiri semakin penting. Orang-orang sekarang memakai “perceive”, bukannya “wew"atau “see”. Beberapa orang tidak puas hanya dengan mengatakan orang atau benda itu “equal”; mereka menggunakan “coequal” untuk orang. Jika sesuatu itu “equal”, lalu apa yang “coequal”?
Yang lain menggunakan _“utilize”_dan bukan “use”. Komentar paling ringkas yang saya rasa dapat meyakinkan penggunaan kata-kata yang lugas datang dari seorang eksekutif yang berkata kepada stafnya, “Don’t utilize utilize. Use use”.
Saya berusaha menghindari bahasa yang muluk. Beberapa orang menggunakannya sebagai simbol status oral, agar mengesankan orang lain. Yang lain menggunakannya hanya karena mereka lupa bagaimana bicara dengan istilah sederhana, jelas, dan sehari-hari.
Akan jauh lebih baik jika Anda menghindari “kata-kata muluk” agar Anda lebih mudah dipahami dan diterima. Mengatakan bahwa Anda mencari input dari orang lain yang akan meng-enable Anda untuk meng-impact situasi barangkali membuat Anda terdengar “mengikuti zaman”, tetapi Anda akan jauh lebih berhasil jika mengatakannya dalam bahasa yang mudah dipahami oleh para pendengar Anda, yang tidak semuanya ingin tampil sok hebat.
KATA-KATA TRENDI
Selain kata-kata muluk, saat ini komunikasi massa juga dibanjiri oleh kata-kata mutakhir atau catchphrases, atau ungkapan-ungkapan khas yang trendi. Kata-kata dan frasa ini terbukti segera menjadi klise. Kadang, menggunakan catchphrases ini dapat membantu Anda membangun hubungan dengan orang yang Anda ajak bicara, tapi terlalu sering mengatakannya akan membuat Anda tampak tidak orisinal, seolah-olah Anda tak mampu membuat ungkapan Anda sendiri.
Johnny Carson memberi kita “No Way”, dan pendahulunya, Jack Paar, memperkenalkan “I kid you not”, dan jutaan orang Amerika memakai kedua ungkapan itu. Selama bertahun-tahun Howard Cosell memperkenalkan bentuk tata bahasa yang salah, “telling it like /t/s” (seharusnya as), di setiap Senin malam selama musim sepak bola, dan menjadi klise nasional di tahun 1970-an.Yang lebih baru lagi, kita mendengar teguran dalam “Isn’t that special?” dari Saturday Night Live dan “Read my lips” oleh George Bush.
Tentu saja tidak ada yang lebih buruk daripada menggunakan catchphrases yang kuno. “Where it’s of"adalah ungkapan yang populer di akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. Bayangkan bagaimana buruknya ketika kepala pelaksana sebuah organisasi regional di Washington berkata kepada dewan pimpinannya bahwa dewan kota itu “is where it’s at”, la menjadi korban lain kata-kata trendi, karena ia begitu ingin terdengar seperti sekelompok masyarakat yang populer. Konyolnya, ia malah membuat direktur-direkturnya heran mengapa orang dengan tiga gelar perguruan tinggi ini mengakhiri kalimatnya dengan sebuah kata depan.
Entah Anda di pesta koktail, di kebun, atau di televisi nasional, percakapan Anda akan lebih segar dan lebih efektif jika Anda meminimalkan penggunaan kata-kata klise dan trendi itu dalam percakapan Anda.
KATA-KATA TANPA ARTI
Beberapa kata, dan suara, yang tidak memberi tambahan apa pun pada apa yang kita coba sampaikan, menyusup ke dalam percakapan kita. Kata-kata ini hanya mengacaukan perkataan kita, berarti juga mengacaukan apa yang didengar oleh pendengar kita. “Kata-kata tanpa arti” ini sama membosankannya dengan sumpalan pada bungkusan kacang, yang cuma memberi kesan gembung, banyak isi, tapi nyatanya terlalu banyak sumpalnya; padahal kita mengharapkan kacangnya, dan bukan sumpalannya.
Lalu, mengapa orang menggunakan kata-kata ini? Karena kata-kata ini merupakan pertolongan—ya, suatu bantuan oral. Kata-kata itu berguna sebagai sandaran saat sedang ragu- ragu. Konyolnya, bila Anda jadi tergantung pada kata-kata itu, percakapan Anda akan selalu berjalan dengan susah payah.
Kata yang tak tertandingi dalam kategori ini adalah “you know”. Seorang teman saya dari Washington pernah bekerja bersama seorang konsultan profesional yang tampaknya senang sekali menggunakan kata “you know”. Keingintahuan teman saya tadi muncul dalam sebuah pertemuan dengan konsultan itu. Mengetahui kebiasaan itu, dan hampir pasti begitu, teman saya memutuskan untuk menghitung jumlah “you know"yang diucapkan oleh temannya itu selama pertemuan.
Pertemuan berakhir dalam dua puluh menit, dan konsultan itu mengatakan “you know” sebanyak sembilan puluh satu kali! Jadi, dalam satu menit, kata-kata itu muncul empat setengah kali. Saya tidak tahu mana yang lebih hebat—mengatakan _“you know”_sembilan puluh satu kali dalam waktu sesingkat itu atau menyelenggarakan pertemuan di Washington yang berakhir hanya dalam dua puluh menit.
Lucu memang jika Anda memikirkannya demikian, tetapi pertimbangkanlah sisi seriusnya. Kehidupan konsultan itu tergantung pada efektivitas komunikasinya dengan orang lain, tapi ia malah mengucapkan kata-kata tak berguna yang jadi begitu menonjol, sehingga orang akan lebih memperhatikan “you know”-nya itu daripada apa yang dikatakan di antaranya. Berapa lama lagi sampai ia kehilangan pekerjaannya karena masalah ini?
Popularitas _“you know”_sekarang tersaingi oleh “basically”, seperti dalam “Well, basically…” Jika Anda menyaksikan berita sore di televisi beberapa hari mendatang, perhatikan berapa kali Anda mendengar jawaban yang dimulai dengan kata-kata itu. Bila Anda mengerti arti kata-kata itu dalam jawaban pembicara tersebut, hubungilah Guinness Book of World Records.
“Basically” sering muncul juga dalam percakapan, biasanya sebagai kata yang meluncur begitu saja hanya karena kebiasaan. Kadang berguna untuk memancing pertanyaan menarik, seperti suatu kali dalam berita, ketika saya mendengar seorang petugas polisi menjelaskan bahwa pelaku kejahatan masuk ke rumah karena pintu dibiarkan “basically open”. Tidakkah itu seperti “basicallypregnant”? Entah pintu terbuka atau tidak, tidak ada yang “basically” tentang hal itu.
Beberapa orang rupanya beranggapan bahwa semakin tinggi kata-kata yang digunakan dapat membuat topik bahasan dan diri mereka sendiri semakin penting.
“Hopefully” jadi begitu terkenal pada 1970-an. Tiba-tiba tak seorang pun dapat membicarakan masa depan tanpa mengatakan “hopefully”. Tetapi, dalam hampir setiap kasus, orang-orang menyalahgunakan kata itu. Yang sebenarnya mereka maksudkan adalah “I hope”, tetapi itu tidak berarti “hopefully”.
Kalau Anda berkata, “Hopefully the meeting will be held on Thursday”, Anda sebenarnya mengatakan bahwa pertemuan akan diselenggarakan pada hari Kamis dalam suasana penuh harapan; padahal yang Anda maksudkan adalah, “Saya berharap pertemuan itu akan diselenggarakan pada hari Kamis”.
_“Whatever”_adalah kata kosong lainnya yang biasanya tidak mempunyai arti pada ucapan Anda, seperti dalam “When you called me, I was out shopping or whatever”, “I thought it would be nice this weekend if we went to the beach or whatever”, dan “I have to finish these letters or whatever”.
Kata tanpa arti lain yang menyebar bagaikan jamur pada 1960-an dan sampai sekarang adalah “like”. Orang-orang akan menertawakan anak-anak kecil karena memulai setiap ucapan dengan “Like, you know”, tetapi sekarang Anda bisa mendengar semua orang mengucapkan: ‘T saw him, like, last Tuesday”. Itu bukan like (sepertinya) Selasa kemarin; itu benar-benar Selasa kemarin. Kalau Anda tidak ingin kedengaran seperti pertunjukan ekstra dari Woodstock, bagaimanapun hindarilah penggunaan kata-kata seperti itu.
Apa pun yang Anda bicarakan, cobalah menghindari kata-kata tanpa arti seperti itu dalam percakapan Anda.
Masih ada lagi bunyi-bunyi lain yang menyusup ke dalam pembicaraan kita kalau kita tidak hati-hati—khususnya dua macam. Anda segera mengetahuinya: “ee"dan “eem”. Cobalah mengucapkannya sesering mungkin dalam percakapan Anda, dan orang-orang akan menganggap Anda tidak mampu bicara seperti umumnya.
MENGHENTIKAN KEBIASAAN BURUK DALAM BERPIDATO
Bagaimana Anda melatih diri sendiri untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan ini? Sebagaimana dengan kebiasaan apa pun, Anda perlu kedisiplinan untuk menghilangkan kebiasaan buruk dalam pidato.
Cobalah ketiga teknik berikut ini. Pertama, dengarkan saat Anda sendiri berbicara. Memperhatikan kata-kata yang keluar dari mulut Anda merupakan cara yang sangat efektif. Anda akan mengetahui bagaimana Anda mulai, berhenti, dan mundur, serta berapa banyak kata “ee"yang menghambat pembicaraan Anda. Itu saja dapat membuat pidato Anda lebih lancar.
Kedua, pikirkan sebelumnya apa yang akan Anda katakan. Saya tahu itu kedengarannya sudah jelas, tetapi kalau kita cari alasannya kenapa Anda mengucapkan kata tanpa makna adalah karena Anda sudah masuk ke pertengahan kalimat dan tidak tahu bagaimana dapat menyelesaikannya.
Saya tidak mengatakan bahwa Anda harus membayangkan keseluruhan pidato dalam benak Anda sebelum membuka mulut, tetapi hendaknya Anda dapat merencanakan kalimat kedua di dalam pikiran, selagi Anda mengucapkan kalimat pertama, dan begitu seterusnya. Meski kelihatannya sulit, cobalah saja: Anda akan tahu bahwa itu mudah. Otak mempunyai kapasitas besar yang memungkinkan kita melakukan dua hal sekaligus. Dengan sedikit latihan, Anda akan menjadi terbiasa.
Ketiga, carilah seorang “pemantau pidato” untuk mendengarkan percakapan Anda dan mengingatkan Anda jika Anda menggunakan kata-kata tanpa arti atau kata-kata klise. Ini bisa sangat efektif. Mintalah pasangan Anda, teman baik Anda, atau barangkali teman kerja Anda untuk menghentikan Anda (mereka dapat mengatakan “Stop!” atau “Hop!”) setiap kali Anda menggunakan kata atau frasa seperti itu.
Pemantau Anda hendaknya orang yang bersama Anda paling tidak selama beberapa jam dalam sehari. Tampaknya menjengkelkan? Memang begitulah semestinya. Saya jamin, setelah beberapa hari “penguatan negatif” ini, Anda secara otomatis akan mengganyang kata-kata itu. Tetapi, lakukan satu per satu—setiap kali hilangkan satu kata atau satu frasa. Kalau lebih dari satu sisipan ungkapan tanpa makna atau kata klise yang harus dihilangkan, lakukanlah satu per satu; kalau tidak, Anda akan sangat sering dihentikan, sehingga nyawa pemantau Anda bisa dalam bahaya.
KATA-KATA YANG HILANG
Dalam beberapa kasus, orang lebih memilih sedikit kata, daripada banyak kata, seperti yang dilakukan oleh para penyiar berita atau olahraga. Mereka senang menghilangkan kata kerja dalam kalimat mereka, meskipun praktik ini mengubah arti dari apa yang mereka katakan.
Kalau seorang penyiar basket berkata, “Patrick Ewing fouled on the play,” itu biasanya berarti Ewing was fouled, (Ewing dicurangi) tetapi yang diucapkannya berarti Ewing commited the foul (Ewing melakukan kecurangan). Mengapa tidak mengatakannya dengan cara yang umum? Reporter-reporter dan penyiar berita sore sering melakukan hal yang sama, karena kebiasaan menghilangkan kata kerja dari apa yang mereka katakan kepada kita.
Barangkali mereka beranggapan bahwa hal itu membuat ucapan mereka jadi lebih menarik. Seolah-olah kalimatnya begitu mendesak, sampai mereka tak sempat menggunakan kata kerja. Tetapi, sebenarnya itu hanya merupakan bentuk lain dari kata-kata trendi yang menyebabkan ujaran kita tidak efektif.
Jika Anda tetap menganggap semua kebiasaan ini tidak apa-apa, bahwa cara apa pun yang digunakan boleh saja, cobalah berlatih dalam hati, seperti yang kadang saya lakukan sebagai hiburan. Saya membayangkan bagaimana pidato- pidato besar jika diucapkan oleh pembicara-pembicara sekarang.
Perhatikan kalimat-kalimat klasik tanpa kata kerja ini:
_“Four score and seven years ago our forefathers bringing forth a new nation."—_Abraham Lincoln
_“I know not what course others might take, but as for me, liberty or death."—_Patrick Henry
Atau pidato pelantikan yang penuh sisipan tak berguna ini: “Basically, ask not what your country can do for you, but what you can, uh, do for your country."—John F. Kennedy
Atau modernisasi Florence King dalam Gone with the Wind: “Frankly, my dear, it doesn’t impact me.”
KETEPATAN BAHASA POLITIS
Banyak yang telah dikatakan orang tentang ketepatan bahasa politis, dan ini telah menimbulkan banyak histeria, sampai saya nyaris tak ingin menggunakan istilah itu. Bagaimanapun, suka atau tidak, kita harus berurusan dengan istilah dan konsep tersebut dalam kehidupan dan percakapan kita sehari-hari. Ini muncul dari fakta bahwa sekarang golongan tertentu seperti kaum wanita dan minoritas yang tidak mempunyai akses ke kekuasaan kini bersuara lantang menuntut hak-hak mereka. Dan tuntutan-tuntutan ini berkembang sampai ke bahasa.
Dalam beberapa kasus, orang lebih memilih sedikit kata, daripada banyak kata, seperti yang dilakukan oleh para penyiar berita atau olahraga.
Mereka berargumentasi bahwa cara kita mengatakan sesuatu sama pentingnya dengan apa yang kita katakan, karena kata-kata merupakan perwujudan dari berbagai gagasan dan sikap. Saya kira mereka benar. Kalau Anda menggunakan frasa lama untuk wanita, yakni “kaum lemah”, berarti Anda menganut paham lama tentang perempuan. Jika Anda mengejek seseorang sebagai “Jap” (istilah kasar untuk menyebut orang Jepang—Pen.), Anda tidak saja akan dianggap menggunakan cara bicara serampangan—entah Anda bersungguh-sungguh atau tidak, dan dalam benak pendengar Anda, Anda dianggap mewarisi pandangan yang lazim di sekitar Perang Dunia II yang menjuluki orang Jepang sebagai “Setan Kuning”. Ini contoh-contoh umum yang banyak ditemui, yang menunjukkan betapa anggota-anggota golongan tersebut sensitif terhadap cara orang membicarakan mereka, dan karena itu kita harus peka terhadap hal-hal seperti itu.
Kenyataan hidup Amerika dalam dekade 1990-an ini sekaligus membawa arti moral dan arti praktis bagi kita semua. Secara moral, mengabaikan sensitivitas kelompok-kelompok minoritas dalam pembicaraan tentang diri mereka benar- benar sangat arogan dan menyakiti hati mereka.
Secara praktis, tidak hati-hati membicarakan topik-topik semacam itu dapat merugikan diri Anda sendiri. Ingat saja Al Campanis, Jimmy the Greek (Jimmy si Orang Yunani), dan masih banyak lagi yang kariernya hancur berantakan karena mereka tidak sensitif dalam cara mereka membicarakan atlet- atlet kulit hitam.
Anda harus memperhatikan perubahan pilihan dalam penggunaan berbagai istilah. Saya tadi bicara tentang atlet- atlet kulit hitam. Kata itu lebih dipilih oleh kelompok etnik tersebut sejak 1960-an. Tetapi, tidak akan selalu seperti itu, dan masih akan berevolusi.
Ketika saya remaja dan bahkan selama kira-kira sepuluh tahun dalam dunia penyiaran, cara yang tepat untuk mengidentifikasi orang kulit hitam adalah dengan menyebut mereka “Negro”. Bersama dengan munculnya revolusi kekuatan hitam pada dasawarsa 1960-an, para pemimpin kulit hitam menginginkan orang-orang mereka disebut “kulit hitam”, bukan “Negro”, lalu kami pun membuat penyesuaian. Dalam dunia penyiaran dan bentuk-bentuk lain jurnalisme, dalam profesi-profesi lain, dan dalam percakapan sehari-hari, kebanyakan rakyat Amerika kami amat memperhatikan istilah itu.
Pada 1980-an, istilah-istilah baru diperkenalkan. Pemimpin- pemimpin kulit hitam berkata bahwa mereka dan anggota- anggota ras mereka lainnya hendaknya disebut “African Americans” (orang-orang Amerika dari suku bangsa Afrika). Pemimpin-pemimpin Meksiko dan Spanyol mengungkapkan keinginan mereka untuk disebut “Hispanik”, yang kemudian berkembang menjadi “Latin”. Orang-orang Timur sekarang disebut “Orang Asia”. Banyak orang Indian Amerika ingin disebut “Orang Amerika Asli”; yang lain lebih suka diidentifikasi menurut suku mereka, bukan nama yang diberikan oleh orang kulit putih untuk suku mereka.
Belajar dari sejarah, kita tahu bahwa istilah-istilah seperti itu akan berubah lagi di tahun-tahun mendatang. Sebuah artikel di Washington Post memuat angka-angka yang menunjukkan sambutan media itu terhadap perubahan nama tersebut. Pada 1987, istilah African Americans masih relatif baru, dan hanya muncul sebanyak 42 kali. Pada 1993, istilah tersebut muncul 1.422 kali di harian itu. Latino digunakan di media itu sebanyak 85 kali pada 1987 dan 385 kali pada 1993. Untuk istilah Amerika Asli, angka penggunaannya sebanyak 112 kali pada 1987 dan 339 kali pada 1993.
Semua ini membuktikan bahwa kita telah melewati jalan panjang dalam menghormati orang lain dalam kata-kata kita, dan sejak semula mestinya kita menunjukkannya. Cara kita berbicara sekarang perlu mencerminkan rasa hormat dan penghargaan yang telah diperjuangkan oleh kelompok- kelompok ini selama lebih dari dua puluh tahun terakhir.
Kalau Anda menggunakan frasa lama untuk wanita, yakni “kaum lemah”, berarti Anda menganut paham lama tentang perempuan.
Di lain pihak, saya juga bertanya-tanya, adakah garis pemisah yang tegas antara respek dan paranoia? Apakah kita harus mulai meninggalkan akal sehat dan keadilan, dan ikutan jadi bodoh jika dibilang bahwa kita tidak dapat menyebut wanita “ladies” sebagai satu kelompok lagi, dengan alasan bahwa tidak semua wanita adalah ladies? Pada 1994, ada seorang editor majalah (dia seorang wanita, bukan lady) menyatakan hal itu kepada rekan editornya. Kalau kita mengikuti logikanya, masihkah kita dapat mengatakan rekan editor?
Anda mengundang risiko jika memuji seorang wanita di kantor Anda atas pakaiannya. Dulu Anda biasanya dapat mengatakan, “Kau tampak cantik dengan pakaian itu!” atau, “Gaun itu sangat bagus untukmu.” Sekarang sebaiknya Anda membatasi pujian Anda dengan, “Pakaianmu bagus.” Gampang, bukan?
Tetapi aman, dan konon lebih sopan.
Itulah yang penting sekarang ini: aman. Kapan saat terakhir Anda melihat seorang pria (yang dulu kita sebut “boys”) berkata kepada seorang wanita (yang dulu kita sebut “girls”) bahwa ia mempunyai tubuh indah? Atau kaki yang cantik? Kini sudah jarang! Tetapi, sebaliknya, sekarang Anda dapat bertanya kepadanya apakah ia membawa kondom di dalam dompetnya. Di Amerika, tidak menjadi masalah untuk menanyakan hal tersebut.
Jadi, apa yang dulu dianggap ofensif sekarang dapat diterima, dan apa yang dulu dapat diterima sekarang dianggap ofensif. Kini, kita seperti raja Siam yang meratapi kebingungannya dalam The King and I, “Dulu, apa yang begitu ya begitu. Apa yang tidak ya tidak. Tetapi, sekarang membingungkan.”
Tentu saja, sekarang pun menganggap lucu aksen raja secara politis dapat dianggap salah.Tetapi, apa yang salah dengan humor etnis yang baik? Adakah yang lebih lucu dari humor Yahudi, asalkan tidak berdasarkan ejekan atau fanatisme? Atau humor Irlandia? Atau Italia? Atau kulit hitam? Pelawak-pelawak besar seperti Myron Cohen, Sam Levenson, dan Jackie Gleason akan kesulitan mencari uang sekarang. Richard Pryor merilis albumnya, That Niger’s Crazy, tepat waktu. Kalau sekarang, ia tidak akan dapat menemukan perusahaan rekaman yang mau memproduksinya.
Itulah bahayanya terlalu memberi tekanan pada ketepatan bahasa politis. Memang perlu rasa hormat, tapi jangan juga sampai paranoid!
Jangan terlalu khawatir akan dianggap menyerang orang lain, sampai kita kehilangan kemampuan membedakan antara respek dan paranoia.
BAB 6 PEMBICARAAN BISNIS
- Hal-hal yang mendasar dalam bisnis
- Seni menjual
- Wawancara pekerjaan
- Bicara kepada atasan dan bawahan Anda
- Pertemuan dan presentasi
- Teknik Casey Stengel: Seni Mengelak
Saya tidak tahu persis berapa persentasenya, tetapi dapat saya perkirakan sekitar separuh pembicaraan yang kita lakukan adalah dalam rangka pekerjaan kita. Saya lebih merupakan penyiar daripada eksekutif bisnis, tetapi saya pernah mengambil bagian dalam cukup banyak pertemuan bisnis sebagai pembicara, panelis, pemimpin sidang, atau peserta. Saya juga telah berbicara dengan cukup banyak eksekutif top Amerika untuk menyimpulkan beberapa hal yang dapat membantu Anda dalam pembicaraan bisnis.
HAL-HAL YANG MENDASAR DALAM BISNIS
Tidak mengejutkan bahwa sepanjang ingatan saya, setiap pebisnis yang sukses juga adalah pembicara yang efektif.
Dalam bab ini, saya akan menuliskan tips-tips yang saya pelajari dari mereka, dan dari pengalaman saya sendiri, dimulai dengan tiga pedoman berikut:
- Prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam pembicaraan bisnis sama seperti pada percakapan sosial. Langsung dan terbuka, dan jadilah pendengar yang baik jika ingin menjadi pembicara yang baik.
- Jika Anda berbicara dalam lingkungan profesi atau industri Anda, Anda dapat mengandaikan bahwa orang-orang yang Anda ajak bicara mengetahui istilah-istilah teknis yang Anda gunakan, tetapi Anda harus tetap membuat diri Anda jelas. Bila Anda bicara dengan orang dari luar bidang Anda, Anda harus mengandaikan hal sebaliknya, yaitu bahwa audiens Anda atau peserta pertemuan lainnya tidak memahami istilah-istilah teknis Anda, jadi Anda harus mengatakannya dalam bahasa yang umum.
- Waktu adalah uang. Jangan sia-siakan waktu orang yang Anda ajak bicara. Jangan bertele-tele membicarakan pertandingan bola kemarin malam, atau babak akhir permainan golf Anda, sampai pertemuan yang Anda adakan sambil makan siang itu hampir berakhir, dan kemudian berusaha dengan terburu-buru membicarakan tujuan sebenarnya dari pertemuan itu, dalam diskusi yang amat tergesa-gesa selama dua puluh menit terakhir. Selain itu, jangan mencoba menjadi pusat perhatian dalam pertemuan itu dengan berbicara sendiri sepanjang dua puluh menit saat semua orang lain sudah gelisah ingin membicarakan masalahnya.
Butir ketiga tersebut membutuhkan elaborasi. Tidakkah Anda merasa takut dan cemas bila ditelepon seseorang yang baru Anda kenal selama dua puluh menit saat Anda sedang berusaha mendapatkan proposal kontrak? Dan tidakkah Anda benci ketika bos Anda selama lima menit ngobrol tanpa ujung pangkal yang jelas dan baru akhirnya berterus terang mengapa ia mendatangi kantor Anda?
Jangan menjadi seperti itu. Ketahuilah apa yang Anda bicarakan. Baik ketika sedang mengobrol di kantor dengan sesama karyawan, atau dalam pertemuan formal yang amat penting, selalulah siap sedia. Jauh hari sebelumnya pikirkan pokok pembicaraan: hal-hal pokok yang ingin Anda kemukakan, pertanyaan-pertanyaan yang Anda perkirakan akan muncul, dan cara yang paling meyakinkan untuk menjawab pertanyaan itu.
Ingatlah apa yang diinginkan dan perlu diketahui oleh orang lain. Sebagai contoh, saya paparkan jenis situasi yang sering kita jumpai: bila Anda membutuhkan angka-angka penjualan bulan lalu, Anda bisa menanyakannya pada Susan di bagian sales. Tetapi, Anda tidak perlu memberitahu Susan keseluruhan strategi pemasaran perusahaan untuk penjualan tahun depan.
Itu hanya akan memboroskan waktunya dan waktu Anda.
Ini tidak berarti bahwa Anda harus tutup mulut. Salah satu cara paling efektif untuk mempertahankan semangat atau mental dan produktivitas tinggi di antara para karyawan Anda adalah dengan membuat mereka selalu mendapatkan informasi. Akan ada saat-saat di mana Anda harus memberi informasi latar belakang kepada mereka, untuk membuat mereka merasa terlibat, atau untuk memotivasi mereka. Tapi, Anda tidak perlu memberikan briefing setiap kali bicara pada seseorang. Anda perlu menghindari keluhan lama bahwa bila Anda menanyai si Anu sekarang jam berapa, ia malah menceritakan pada Anda cara kerja mesin jamnya.
SENI MENJUAL
Semua orang menjual sesuatu. Anda menjual diri dan pendidikan Anda serta pengalaman Anda setiap hari dalam pekerjaan Anda, entah Anda seorang salesperson atau lainnya. Mungkin Anda membaca buku ini karena ingin menjual diri Anda dengan lebih baik. Kalau sudah sampai soal menjual, mereka yang sukses dalam pembicaraan bisnis bisa meraihnya dengan mematuhi sejumlah keharusan dan pantangan. Anda harus mempelajari produk atau jasa Anda—berikut cara yang efektif dan tidak efektif dalam menjualnya. Satu-satunya cara untuk belajar adalah dengan bicara pada kolega Anda dan membaca segala sesuatu tentang pengalaman orang lain.
Banyak orang sukses memberitahu saya hal yang sama tentang rahasia sukses menjual. Salah seorang yang memberitahu saya adalah Jack Kent Cooke, salah seorang terkaya di Amerika, yang mempelajari ini pada usia empat belas tahun. Saat saya mempersiapkan buku ini, kekayaan Jack ditaksir antara $ 600 juta dan $ 1 miliar, dan sahamnya meliputi Chrysler Building di New York sampai ke tim sepak bola Washington Redskins.
Waktu adalah uang.
Jangan sia-siakan waktu orang yang Anda ajak bicara.
Kami sedang makan siang bersama di restoran Duke Zeibert di Washington ketika ia menceritakan tentang penjualan pertamanya. Itu terjadi pada titik terendah masa depresi, ketika Jack masih kecil di Kanada, dan tak seorang pun punya uang untuk membeli sesuatu. Saat itu bukan saat yang tepat untuk memulai karier di bidang sales, tapi ibu Jack membutuhkan $2,5 untuk membayar tagihan telepon keluarga, dan ia tak punya uang.
Jack pergi ke luar dan mendapat pekerjaan menjual ensiklopedia dari pintu ke pintu. Buku-buku itu dilengkapi dengan sebuah pedoman menjual dengan sukses. Dengan kebijaksanaan dan keyakinan seorang anak berusia empat belas tahun, Jack mengabaikan tips tersebut, la yakin dapat melakukan penjualan dengan kekuatan pesona dan bujukannya.
Oke, siapa saja yang mengenal Jack Kent Cooke tentu tahu bahwa ia banyak memiliki kelebihan, tapi Anda butuh lebih daripada itu, khususnya pada usia empat belas, la berusaha sendiri dan mengalami kegagalan menyedihkan pada pengalaman pertamanya dalam pembicaraan bisnis dengan seorang pemilik toko bernama Mr. Pickering. Kemudian ia memutuskan untuk melihat petunjuk penjualan itu. la duduk dan membaca sampai tuntas, menghabiskan dua jam waktunya hari itu.
Dalam pendekatannya kepada calon pelanggan kedua, ia telah memegang kuncinya, karena ia mengikuti anjuran dalam pedoman itu. la menutup pembicaraan tersebut dengan pertanyaan: “Ke mana Anda ingin kami mengirimkan buku-buku ini?”
Kemudian ia kembali ke Mr. Pickering dan hasilnya berlawanan dengan pertemuan pertama. Pickering juga membeli satu set ensiklopedia. Menjelang akhir hari itu, Jack dapat bergegas pulang dan memberi ibunya tidak hanya 2,5 untuk tagihan telepon, tetapi 24,50.
“Saya rasa itulah saat paling membanggakan dalam hidup saya,” kata Jack saat saya temui, “termasuk semua Super Bowls kami.”
la sukses karena mengikuti dua aturan sales: ketahuilah apa yang sedang Anda jual dan tutuplah negosiasi penjualan Anda—jangan terus menjual. Ketika ia mengajukan pertanyaan tentang “ke mana buku-buku itu harus dikirimkan”, ia menyelesaikan keduanya—ia memenangkan pembicaraan dan juga menutupnya.
Masih ada kunci lain yang penting dalam pembicaraan untuk menjual: juallah kelebihan produk itu, bukan ciri-ciri produk. Jangan bicara tentang bagaimana toaster ini berisi microchip sehingga bisa membuat masakan matang merata, tapi bicaralah tentang “duduk menghadapi sarapan dengan secangkir kopi mengepul dan sepotong roti cokelat hangat keemasan”. Jangan bicara tentang premi dan pembayaran polis asuransi. Bicaralah tentang keamanan yang akan dirasakan oleh klien Anda, dan tentang betapa berterima kasihnya suami atau istrinya karena mengetahui bahwa fondasi masa depan finansial mereka telah terpasang dengan baik.
WAWANCARA PEKERJAAN
Ada dua hal yang akan kita bicarakan dalam bagian ini, yaitu bagaimana pembicaraan kita sewaktu melamar kerja dan sewaktu merekrut orang.
Menjual Diri Sendiri
Takada produk apa pun sepenting diri Anda sendiri, maka Anda harus melakukannya dengan benar. Menjual diri sendiri merupakan tugas menjual yang paling dasar bagi Anda, baik dalam wawancara pekerjaan, dalam penilaian kinerja Anda dalam pekerjaan agar dapat meraih promosi, maupun dalam bekerja dengan orang luar, sehingga Anda dapat membuat diri Anda menarik bagi perusahaan-perusahaan lain, dan dengan demikian meningkatkan karier serta kemampuan Anda untuk memperoleh penghasilan. Hampir setiap orang dalam bisnis harus menempuh proses itu paling tidak beberapa kali dalam kariernya.
Setelah menelaah pengalaman saya sendiri beberapa kali, saya temukan empat aturan utama yang perlu diikuti. Aturan-aturan itu membantu saya, dan semoga dapat membantu Anda pula:
- Tunjukkan kepada calon atasan, apa yang dapat Anda lakukan bagi mereka.
- Pertahankan sikap terbuka.
- Selalu dalam keadaan siap.
- Ajukan pertanyaan.
Sekarang, sejumlah elaborasi untuk masing-masing butir.
Keunikan apa yang Anda bawa? Kita bisa menyitir Presiden Kennedy: jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh calon atasan Anda, tapi tanyakan apa yang dapat Anda lakukan bagi atasan Anda. Jangan panjang lebar memberitahu orang yang mewawancarai Anda apa yang sudah ada dalam resume Anda. Mereka sudah membacanya. Lebih baik Anda beritahukan bagaimana Anda dapat melakukan pekerjaan ini lebih baik daripada orang lain. Buatlah mereka berpikir tentang betapa bagusnya prestasi bos yang akan mempekerjakan Anda. Dengan kata lain, juallah kelebihan Anda, bukan ciri Anda. Lakukan ini dengan berbicara tentang pengetahuan dan keterampilan Anda—keahlian serta kontak yang telah Anda kembangkan dalam bidang Anda, serta kemampuan yang telah Anda kembangkan dalam karier Anda
Keterbukaan. Lagi-lagi kata itu! Memang itulah kualitas yang hakiki dalam hampir semua jenis pembicaraan sosial dan bisnis, bila Anda ingin sukses. Jangan terlalu bersikap bisnis hingga mengganggu keterbukaan Anda. Komunikasikanlah antusiasme Anda terhadap pekerjaan itu. Karakteristik ini tidak selalu ditemukan para atasan dalam wawancara pekerjaan, dan pelamar yang menunjukkannya kerap kali kelak menemukan bahwa itulah salah satu kualitas yang membedakan.
Saya kenal seorang mantan direktur public affairs di Washington yang kelak diberitahu bahwa salah satu sifatnya yang menonjol dalam wawancaranya adalah, seperti dikatakan bos barunya, “Anda memberitahu kami dengan jelas bahwa Anda menginginkan pekerjaan itu. Anda menunjukkan antusiasme yang sangat besar, dan Anda memberitahu kami bahwa Anda memiliki pengalaman untuk melakukannya dengan sukses. Anda tidak main-main dengan kami.”
Seorang produser film yang saya kenal memasang iklan mini bahwa dia membutuhkan seorang sekretaris. Di bawah daftar persyaratan untuk keterampilan sekretaris, iklan itu menyebutkan “Must Care”. Dari semua pelamar yang diwawancara, hanya satu yang mengatakan, “Hei, saya juga care” Dialah yang mendapatkan pekerjaan itu.
Pengalaman saya sendiri dalam mendapatkan pekerjaan pertama saya di radio Miami juga merupakan sebuah kisah tersendiri. Pengalaman saya dalam hal broadcasting nol. Tapi, saya punya antusiasme! General manager stasiun radio itu tahu dengan tepat dan memutuskan bahwa saya pantas diterima, bahwa di hadapannya ada anak muda yang dapat bekerja dengannya, dan merupakan calon yang bagus. Itu terjadi tiga puluh tujuh tahun sebelum saya menulis hal ini, dan saya masih tetap dalam profesi yang saya awali tanpa pengalaman sama sekali itu.
Persiapan. Persiapkan hal-hal pokok yang ingin Anda sampaikan tentang diri Anda. Kalau perlu, tulislah pada selembar kertas dan ulaslah kembali berkali-kali sebelum wawancara. Jangan terperangkap pada pertanyaan-pertanyaan yang sulit. Tulislah pertanyaan-pertanyaan itu dan carilah kira-kira bagaimana Anda mau menjawabnya. Bila Anda telah berganti pekerjaan tiga kali dalam tujuh tahun terakhir ini, siapkan jawaban mengapa. Bila Anda ingin persiapan lebih jauh, lakukanlah latihan wawancara dengan menyuruh seseorang berperan sebagai calon atasan yang akan menanyai Anda. Teknik ini sangat efektif, dan memberi Anda kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan itu.
Bertanyalah! Jangan terkejut membaca di buku ini bahwa saya sangat menganjurkan Anda untuk mengajukan pertanyaan, entah Anda sedang diwawancarai atau sedang bicara. Dengan mengajukan pertanyaan, Anda bisa belajar, dan dalam wawancara kerja, Anda pasti ingin mengetahui banyak hal tentang perusahaan itu, sama halnya perusahaan itu ingin mengetahui tentang Anda.
Ketahuilah apa yang sedang Anda jual dan tutuplah negosiasi penjualan Anda-jangan terus menjual.
Anda tidak akan pernah mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk menarik perhatian calon perusahaan atau calon atasan Anda. Di samping itu, para atasan menghargai orang yang menunjukkan inisiatif untuk mengajukan pertanyaan yang bagus tentang perusahaan. Hal itu menunjukkan bahwa Anda memiliki dua kualitas yang paling persuasif yang telah kita bicarakan tadi: Anda siap dan peduli.
Harvey Mackay, pemimpin dan kepala eksekutif Mackay Envelope Corporation di Minneapolis, pernah menjadi tamu di show radio dan televisi saya beberapa kali karena keberhasilan fenomenalnya sebagai penulis buku tentang meraih sukses dalam profesi Anda, mulai dari Swim with the Shark Without Being Eaten Alive. Bestseller-nya yang ketiga, diterbitkan pada 1993, diberi judul Sharkproof: Get the Job You Want, Keep the Job You Love …in Today’s Frenzied Job Market.
Sharkproof menegaskan pentingnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik dalam wawancara kerja, dan ia memberikan saran hebat tentang jenis-jenis pertanyaan yang harus ditanyakan. Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa setiap perusahaan senang ditanya tentang nilai- nilainya, “Jika Anda dapat menanyakan sebuah pertanyaan positif yang menghubungkan nilai-nilai perusahaan dengan kinerjanya, Anda telah berhasil menunjukkan bahwa Anda mendukung program mereka.”
Jika perusahaan tersebut termasuk salah satu pemimpin industri, tanyakanlah tentang kesuksesannya. Sebagaimana dikatakan Harvey, dan dapat saya tegaskan hal ini dari pembicaraan saya dengan berbagai perusahaan, “Bagi perusahaan yang berhasil, sama seperti bagi orang yang sukses, biasanya kerendahan hati tidak termasuk keutamaan tertinggi mereka; bahkan mereka tidak kebal terhadap sanjungan.” Sebaliknya, jika perusahaan tersebut sedang berusaha merangkak di pasar, Anda bisa bertanya, “Perusahaan mana dalam industri ini yang ingin Anda samai? Dan bagaimana rencana Anda untuk mencapainya?”
Harvey juga setuju dengan pentingnya mendengarkan. Setelah Anda mengajukan pertanyaan, katanya, “Dengarkanlah jawabannya. Jangan tunjukkan seolah-olah Anda lebih tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan pandai Anda ketimbang mendengarkan dan memberi reaksi terhadap jawaban-jawaban mereka.”
Ketika Anda Mencari Karyawan
Kalau Anda menjadi pewawancara, dan bukan yang diwawancarai, Anda hendaknya menunjukkan beberapa karakteristik yang sama seperti yang Anda cari dalam diri pelamar kerja: sikap terbuka, antusias, perhatian, dan bersedia bertanya.
Jangan hanya berkonsentrasi pada kualifikasi. Desaklah orang tersebut untuk bicara. Apakah calon itu antusias? Akankah orang tersebut memperhatikan pekerjaannya? Jika Anda merasa si pelamar malu-malu dan terintimidasi, cobalah memecah kebekuan dengan beberapa teknik yang disebutkan dalam Bab 2. Jika Anda menemukan sesuatu yang tidak biasa pada resume—misalnya, pelamar pernah tinggal di Hong Kong, atau bekerja di sirkus—tanyakan tentang hal itu. Ini akan membuat orang tersebut berbicara dan memungkinkan Anda bergerak perlahan-lahan ke pengalaman-pengalaman kerja yang lain.
Ingatlah bahwa keterbukaan dan antusiasme adalah jalan dua arah. Jujurlah tentang pekerjaan tersebut dan tentang diri Anda sendiri sebagai atasan. Jika Anda tidak menunjukkan antusiasme terhadap perusahaan Anda, akan adakah orang yang mau bekerja di tempat Anda?
BERBICARA KEPADA ATASAN
Baiklah—Anda diterima. Bagaimana dengan semua pembicaraan yang akan Anda lakukan sekarang? Memang enak mengatakan bahwa kita bicara dengan cara sama dengan siapa saja, termasuk di tempat kerja.Tapi, bicara tidak selalu semudah itu.
Cara Anda bicara kepada atasan Anda akan berbeda dengan cara Anda bicara kepada teman sejawat atau bawahan Anda. Ini sifat alami manusia; dan menurut definisi, atasan Anda bukanlah teman Anda.
Buatlah mereka berpikir tentang betapa bagusnya prestasi bos yang akan mempekerjakan Anda. Dengan kata lain, juallah kelebihan Anda, bukan ciri Anda.
Seorang letnan dua tidak akan bicara dengan jenderal komandannya dengan cara seperti ia bicara dengan rekan- rekannya yang setingkat. Dia akan bicara dengan mayor yang merupakan atasan dekatnya dengan lebih akrab dan lebih informal ketimbang dengan jenderal.
Sepantasnya Anda bicara dengan atasan dalam cara berbeda. Kita semua tahu kapan akan bicara dengan atasan kita, dan cara kita bicara kepadanya berbeda dalam nada dan gaya, kalau tidak dalam kata-kata. Kendati demikian, tidak perlu bersikap “berlebihan"jika sedang bicara kepada atasan. Anda tidak bicara dengan cara itu kepada Ted Turner, dan saya tidak mengenal satu orang pun yang melakukannya. Tidak perlu sampai merendahkan diri ataupun menjilat, dan banyak bos yang tidak suka jika Anda melakukannya.
Dalam pekerjaan apa pun, karena banyak alasan, tidak hanya dalam berbicara, Anda perlu mengenal atasan Anda. Bukan dengan cara sok akrab. Saya berusaha mengenali
atasan saya dengan alasan-alasan yang sama seperti perlunya mengenal diri sendiri di lingkungan kerja saya. Begitu pula Anda; pahami dengan baik jabatan Anda, kontribusi Anda kepada perusahaan, titik kelemahan dan kekuatan Anda, mana yang harus Anda tingkatkan, serta apa prioritas-prioritas Anda. Kenalilah hal-hal yang sama pada atasan Anda.
Saya tahu hal ini dari pengalaman saya: jika semuanya beres, Anda tidak perlu khawatir bagaimana bicara dengan atasan. Tetapi, jika ada yang tidak beres, pasti ada yang salah. Sekali lagi, ikutilah insting Anda.
Jadi, dekatilah atasan Anda dengan sikap terbuka sepenuhnya dan menggunakan dua kata yang disarankan oleh Herb Cohen —“Bantulah saya.” Jangan tampak ketakutan atau marah karena atasan tidak puas. Sebaliknya, ungkapkanlah kesulitan Anda seperti ini: “Saya pikir, saya dapat melakukan pekerjaan saya dengan lebih efektif. Dapatkah Anda membantu saya memahami bidang-bidang apa yang harus saya beri perhatian penuh?” Atau, “Saya tidak yakin bagaimana mengerjakan proyek ini. Akan amat membantu saya bila Anda bersedia menjelaskan langkah-langkah yang harus saya ambil terlebih dahulu.” Dengan cara ini, Anda pasti berhasil, kecuali kalau atasan Anda paranoid atau tolol. Kalau itu yang terjadi, Anda perlu mencari posisi baru, tidak hanya pendekatan baru. Masalahnya ada pada atasan Anda, bukan pada Anda.
BERBICARA KEPADA BAWAHAN
Sebuah petunjuk praktis berlaku di sini: Berbicaralah pada orang yang bekerja pada Anda sebagaimana Anda ingin atasan Anda berbicara pada Anda.
Dalam organisasi besar sering terdapat evaluasi karyawan yang bersifat formal; di sana juga ada pernyataan yang jelas mengenai berbagai sasaran dan tujuan bagi masing- masing anggota staf Anda. Dalam organisasi yang lebih kecil, prosesnya barangkali tidak begitu formal. Tetapi, formal atau tidak, penilaian atas kinerja seperti itu dimaksudkan untuk menjamin agar Anda bicara pada setiap karyawan Anda secara teratur dan memberitahu mereka pekerjaan apa yang akan mereka lakukan, bidang apa yang menurut Anda dapat mereka lakukan dengan lebih baik, dan apa yang secara khusus Anda inginkan agar mereka konsentrasikan dalam periode evaluasi berikutnya.
Orang-orang manajemen sumber daya manusia akan memberitahu Anda bahwa pertemuan yang dilaksanakan untuk melakukan evaluasi yang membahas butir-butir ini juga diharapkan bersifat dua arah. Tidak hanya Anda yang harus menyampaikan apa yang harus Anda sampaikan, tetapi Anda pun harus bersedia mendengarkan masukan para karyawan tentang Anda, kekuatan maupun kelemahan operasi perusahaan, serta peran Anda di dalamnya, dan apa yang mereka pikir dapat dan harus Anda lakukan agar segala hal berjalan dengan lebih baik.
Pertemuan evaluasi periodik bersama para anggota staf Anda hanyalah salah satu metode komunikasi (tidak hanya berbicara) kepada para karyawan Anda. Jangan melakukannya hanya setiap enam bulan sekali. Dalam suasana kerja sehari- hari, katakan kepada para karyawan Anda bagaimana kerja mereka. Beri mereka instruksi-instruksi yang jelas. Jika waktu merupakan faktor penting, pastikan mereka memahaminya dan tentukanlah batas waktu yang jelas. Doronglah mereka untuk bertanya, agar Anda yakin bahwa mereka memahami benar apa yang harus mereka lakukan dan kapan harus menyelesaikannya.
Pujilah pekerjaan yang diselesaikan dengan baik. Jika Anda tidak suka dengan sesuatu hal, katakan kepada mereka. Jangan menghindari konfrontasi dengan mengharapkan masalahnya akan menguap dan lenyap atau selesai dengan sendirinya. Jangan menunda mengambil tindakan, padahal tekanan darah Anda sudah memuncak di kepala dan akhirnya
Cara Anda bicara kepada atasan Anda akan berbeda dengan cara Anda bicara kepada teman sejawat atau bawahan Anda. Ini sifat alami manusia; dan menurut definisi, atasan Anda bukanlah teman Anda.
Anda merasa ingin meledakkan amarah kepada karyawan. Ini cara kuno memperlakukan orang dewasa, termasuk mereka yang bekerja pada Anda, dan dapat menyebabkan putusnya hubungan Anda dengan karyawan itu, juga dengan staf-staf Anda lainnya.
Jangan mempermainkan anggota staf Anda dengan mengungkapkan kekecewaan terhadapnya kepada seorang bawahan lain dan “menggunakan"mereka untuk menyampaikan pesan Anda. Tunjukkan profesionalisme, integritas, dan keberanian untuk melakukannya sendiri.
Bantuan dari Asisten
Karyawan yang biasa disebut sekretaris pribadi atau bahkan “tangan kanan” sekarang lebih sering disebut “asisten”. Luar biasa mereka itu, ketika asisten saya membuatkan janji, saya merasa seolah saya sendiri yang membuat janji.
Apa pun namanya, orang-orang seperti itu menjadi senjata rahasia di banyak kantor, dan mata rantai yang membuat keseluruhan operasi dapat berhasil. Mereka menghemat waktu kita dan menyelesaikan pekerjaan dengan jauh lebih efektif, tidak hanya untuk bos mereka, tapi juga untuk rekan kerja mereka, maupun untuk Anda.
Dalam kasus saya, orang yang bekerja bersama saya tahu bahwa Judith Thomas, asisten pribadi dan salah satu produser saya pada Larry King Show, adalah orang pertama yang saya ajak membicarakan hal-hal tentang jadwal saya. Orang dapat menghabiskan waktu satu minggu berusaha menghubungi saya lewat telepon, tetapi dalam banyak kejadian, Judy dapat menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan Anda dengan tangkas dan memasukkan Anda dalam kalender saya. Keahliannya dalam hal ini tak tertandingi, la bilang akan menulis buku tentang hal ini, dan memberinya judul Call Judy, sebab kata-kata itulah yang saya ucapkan kepada setiap orang yang ingin bertemu dengan saya. Di tangan Judy, jadwal- jadwal saya dengan orang lain diputuskan melalui telepon.
Kalau Anda butuh informasi sederhana dari seseorang, bicaralah dulu dengan asistennya. Asisten dapat membuka arsip atau membuat perjanjian lebih cepat ketimbang bosnya. Buat apa meninggalkan pesan untuk bos agar menelepon lagi jika pertanyaan-pertanyaan Anda dapat ditujukan kepada asistennya? Bertanya kepada asisten akan menghemat waktu Anda bertiga, dan Anda bisa mendapatkan informasi lebih cepat.
Tunjukkanlah hormat dan penghargaan terhadap kompetensi dan pengetahuan seorang asisten. Asisten yang baik adalah aset organisasi dan layak diperlakukan demikian. Tidak hanya itu, penghargaan itu juga menyangkut masalah gengsi. Asisten yang merasa dihargai dan diajak bicara secara profesional dan secara langsung akan bersedia membantu Anda. Mereka akan memindahkan gunung untuk menyelesaikan urusan Anda.
Berbicara dalam Negosiasi
Di samping bakat-bakatnya yang lain, teman saya, Herb Cohen, adalah seorang ahli negosiasi yang benar-benar profesional, la bepergian selama dua ratus hari dalam setahun, menangani berbagai negosiasi bagi perusahaan-perusahaan terbesar Amerika. Bukunya, You Can Negotiate Anything, bertengger di daftar bestseller New York Times selama sembilan bulan dan menjadi bestseller di Australia selama tiga tahun! la menjadi penasihat tentang kontraterorisme pada masa Presiden Carter dan Reagan. Herbie, panggilan akrab teman saya itu, terkenal karena negosiasinya.
Salah satu suksesnya yang pertama dan terbesar terjadi di usia muda, ketika kami duduk di kelas sembilan di Bensonhurt Junior High, siap meneruskan ke Lafayette High. Ini pelajaran tentang bagaimana Anda dapat mengubah potensi kekalahan menjadi kemenangan dalam negosiasi, dengan memastikan Anda dalam posisi kuat, meski banyak rintangan menghadang di depan.
Kami bertiga—Herb Cohen, Brazzie Abbate, dan saya— mempunyai seorang teman sekolah, Gil Mermelstein, yang dijuluki “Moppo” karena ia mempunyai kepala besar dengan rambut merah yang menyerupai kain kepala pel. Ketika suatu hari kami tahu bahwa ia dan keluarganya akan segera pindah ke Arizona setelah Moppo menderita tuberkulosis, kami berniat memberitahu sekolah. Tetapi, Herbie mempunyai rencana lain, bukannya memberitahu Moppo pindah, melainkan Moppo meninggal. Tak hanya itu, ia mengusulkan untuk mengumpulkan uang “untuk karangan bunga"dan menghabiskan semuanya untuk membeli hotdog maupun minuman ringan di kedai Nathan favorit kami.
Tunjukkanlah hormat dan penghargaan terhadap kompetensi dan pengetahuan seorang asisten.
Asisten yang baik adalah aset organisasi dan layak diperlakukan demikian.
Rencana kami sangat berhasil. Setelah kepala sekolah menghubungi rumah Moppo dan mendapati nomor teleponnya sudah diputus, sekolah berbelasungkawa dengan antusias, memberi kami uang untuk pesta besar di kedai Nathan. Bahkan, bukan hanya itu. Kepala sekolah, Dr. Irving Cohen (tidak ada hubungannya dengan Herbie), memutuskan untuk menetapkan “Gilbert Mermelstein Memorial Award” bagi murid yang menonjol di setiap tahun dan memberi kami penghargaan khusus dalam mengenang Moppo, karena cara kami mengumpulkan sumbangan.
Sial sekali, Moppo muncul pada euologinya. Saat Dr. Cohen akan membacakan sambutannya untuk mengenang Moppo dan perbuatan mulia kami pada pertemuan sekolah, Moppo justru berjalan masuk di belakang auditorium, la sangat senang, mengucapkan terima kasih, dan mendaftar untuk semester musim gugur.
Herbie melompat bangkit, membuat corong dengan tangannya, berteriak ke belakang, “Moppo! Pulang! Kau sudah mati!” Teman-teman kami ribut dan akhirnya meledak tertawa. Dr. Cohen tidak tertawa. Yang terjadi kemudian adalah ketegangan remaja dalam kejadian mencekam—tetapi juga kemenangan negosiasi.
Dr. Cohen memerintahkan kami masuk ke kantornya dan mulai berkata, “Kalian bertiga diskors. Kalian tidak lulus. Tahun ini tidak. Tahun depan tidak, atau tahun-tahun berikutnya. Kalian telah melakukan tindakan paling tercela yang pernah saya saksikan di sekolah.”
Ketika Brazzie dan saya sedang membayangkan hidup di penjara tanpa pembebasan bersyarat, Herbie mulai menyerang. Katanya kepada kepala sekolah, “Tunggu, Dok. Anda membuat kesalahan besar.”
“Apa katamu?”
“Anda benar-benar akan menghancurkan karier Anda kalau melakukannya.”
Dr. Cohen menjawab, “Apa maksudmu?”
Herbie melanjutkan, “Bisa saja kami tidak akan lulus, tapi bagaimana dengan Anda?” Lalu ia melanjutkan tikamannya, “Jika Anda menskors kami, akan ada dengar pendapat. Dalam dengar pendapat, salah satu pertanyaannya adalah mengapa Anda memercayai kata-kata tiga anak usia tiga belas tahun yang memberitahu Anda bahwa seseorang telah meninggal. Mengapa Anda tidak mengecek cerita mereka?”
Dr. Cohen berkata, “Kami sudah mengecek.”
Herbie melanjutkan, tetap dengan kurang ajar memanggil beliau “Dok”, bukannya “doktor” untuk gelar Ph.D.-nya.
“Bukankah seharusnya Anda berbuat lebih dari itu, Dok? Anda cuma menelepon sekali, dan operator berkata teleponnya diputus. Dengan dasar itu, Anda menuliskan kata Almarhum’ pada berkas-berkas Moppo? Kami kan sudah mempunyai catatan tidak disiplin dan Anda hanya menelepon satu kali?”
Kemudian Herbie membuat argumentasi penutup, “Dok, kami boleh saja diskors, tapi Anda akan kehilangan pekerjaan.”
Kemudian, setelah diam beberapa saat, ia dengan tenang menambahkan, “Mengapa tidak kita lupakan saja hal ini?”
Negosiasi Herbie berhasil, memberikan kemenangan penuh pada kami bertiga, klien pertamanya. Dr. Cohen setuju untuk melupakan insiden itu. la juga membolehkan kami lulus.
Dari kejadian itu, Herbie memulai karier negosiasinya. Meskipun ia bekerja pada tingkat korporasi yang sangat canggih, dan bahkan secara internasional, ia dapat menyederhanakan sarannya pada tataran pribadi sehari-hari, misalnya dalam hal merundingkan pinjaman bank. Dalam You Can Negotiate Anything, ia berkata,
Berikut ini pendekatan yang dapat Anda gunakan.
Jika Anda pria, kenakanlah setelan abu-abu. Jika Anda wanita, kenakanlah gaun konservatif. Pakailah arloji emas mahal dan kunci Phi Beta Kappa jika Anda bisa meminjamnya. Suruhlah tiga teman Anda—rombongan pengiring Anda—berpakaian seperti Anda. Berjalanlah keluar dari bank dengan penuh percaya diri, seolah berkata, “Hei, minggir! Saya eksekutif top mau keluar. Minggir dengan uang kotormu…. Saya tidak perlu itu. Saya mau mengeposkan surat.” Lakukan itu dan karyawan bagian pinjaman akan mengikuti Anda keluar dari bank dan mengekor Anda sampai separuh jalan ke rumah.
Maksud Herbie adalah tidak hanya dalam kata-kata, tapi juga dalam penampilan dan bahasa tubuh Anda, Anda harus memancarkan keberhasilan, bukan keputusasaan. Dengan bertindak seolah-olah Anda mempunyai kekuatan atau kekuasaan, Anda dapat meraih kemenangan, meski sebenarnya posisi Anda tidak kuat.
Kode Bob Woolf
Apa pun yang Anda negosiasikan, saya sarankan, berdasarkan pengalaman pribadi, berbicaralah dengan bahasa Bob Woolf. Bukan kebetulan jika Bob menjadi agen beberapa nama besar dalam dunia hiburan, olahraga, dan media massa Amerika. Klien-kliennya datang padanya, dan lawan segan kepadanya, karena ia bicara dengan cara sama: dengan integritas, profesionalisme, dan humor.
Karena itulah saya selalu bangga berkata, “Agen saya Bob Woolf.” Saya selalu merasa tersanjung bisa mengatakan bahwa orang yang sangat dihormati seperti Bob mau menjadi orang yang mewakili saya.
Bob tidak pernah bersikap mengancam atau bermusuhan, la menganggap pihak yang kami ajak bernegosiasi sebagai pihak yang hebat, tetapi tidak sebagai lawan atau musuh kami, la berbicara sama kepada mereka, la tak pernah berkata kepada Boston Celtics, “Kalau Anda tidak memberi Larry Bird apa yang dia minta, saya suruh dia tidak menyiarkan sasana latihan Anda.” la tak pernah mengancam dan meninggalkan kontrak, la tak pernah berkata kepada Ted Turner, “Jika Anda tidak memberikan apa yang Larry minta, Anda akan menyiarkan Larry King Show ulangan malam ini, karena akan saya atur supaya ia tidak datang.”
Kendati tidak mengancam, ia tetap menegaskan bahwa kami mempunyai berbagai pilihan, dan dalam banyak kejadian ia benar, tapi tak pernah menggunakan pendekatan tangan besi, dengan mengancam untuk menghancurkan pihak lain. Itu bukan sifat Bob; bukan caranya.
la tak pernah percaya pada “kemenangan-kemenangan mahal jangka pendek”, la mengingatkan saya bahwa jika saya mendapat uang lebih banyak dalam waktu singkat, tetapi menutup secara permanen sisi-sisi lain, itu akan menjadi kontrak terakhir saya, sehingga kemenangan saya bersifat jangka pendek dan dangkal.
Herb Cohen mempunyai filosofi yang sama. Demikian juga Harvey Mackay.
Itu juga yang menjadi saran terakhir saya tentang berbicara dalam negosiasi. Dari pengalaman-pengalaman saya sendiri serta percakapan rutin saya, termasuk dengan ketiga sahabat tadi: Jagalah hubungan Anda agar Anda dapat menang lagi lain kali. Itulah salah satu pelajaran yang dapat diambil dari ketiga negosiator hebat tersebut.
Jika Anda melakukan apa yang mereka lakukan, berbicara seperti mereka seperti telah saya uraikan dalam bab ini, Anda akan sukses hari ini dan esok.
PERTEMUAN (RAPAT)
Sepertinya setiap orang senang mengeluhkan pertemuan, jadi perlu ada orang yang membelanya. Beginilah yang harus dikatakan tentang pertemuan: kalau beberapa orang harus membuat keputusan, atau merencanakan cara mewujudkan sesuatu, pertemuan yang baik adalah cara paling baik dan paling efisien untuk melakukannya. Pertemuan yang buruk, kita semua tahu, adalah siksaan.
Berikut adalah beberapa butir penting tentang pertemuan.
Jika Anda Sebagai Peserta
Cara terbaik untuk menghemat waktu? Tidak usah datang.
Jika kehadiran Anda tidak benar-benar perlu, mintalah permisi atau buatlah alasan berhalangan.
Semakin sedikit bicara semakin baik. Begitu Anda hadir, jika Anda tidak terlibat dalam topik yang didiskusikan, hindarilah keinginan untuk terjun ke dalam pembicaraan hanya demi mendapat perhatian.
Beberapa orang merasa harus ikut bicara agar peserta lain ingat bahwa mereka memberikan kontribusi. Jauh lebih baik mempunyai reputasi sebagai orang yang sedikit bicara tetapi berarti, daripada banyak bicara tetapi sedikit artinya dalam setiap hal yang dibicarakan.
Saya mendengar cerita di Washington ketika Calvin Coolidge menerima gaji pertamanya sebagai presiden. Utusan Departemen Keuangan mencoba mengulur-ulur kepergiannya dari Ruang Oval, untuk melihat reaksi pria dari desa kecil Vermont ini terhadap cek yang dia terima.
Ketika Coolidge menanyakan apa yang dinantikannya, kurir itu mengatakan bahwa ia hanya ingin tahu apakah Presiden akan mengatakan sesuatu tentang cek tersebut.
Coolidge mamandang sekilas cek itu lagi, menatap kurir itu, dan berkata, “Segeralah Anda kembali.”
Jagalah hubungan Anda agar Anda dapat menang lagi lain kali. Itulah salah satu pelajaran yang dapat diambil dari ketiga negosiator hebat tersebut.
Reputasinya sebagai “Cal Si Pendiam” sangat terkenal, sampai seorang anggota kelompok wanita yang mengunjungi Gedung Putih untuk pesta minum teh berkata kepadanya, “Mr. Presiden, saya mengadakan taruhan kecil dengan wanita- wanita lain bahwa saya dapat membuat Anda mengatakan lebih dari dua patah kata.”
Coolidge menjawab, “Anda kalah.”
Wanita itu memang kalah taruhan, tetapi ada satu hal lagi: Anda dapat bertaruh bahwa saat Coolidge mulai mengatakan sesuatu, orang-orang akan memperhatikan.
Jangan menjatuhkan orang lain. Kalau Anda banyak menghadiri pertemuan, Anda akan mendengar hal-hal yang sangat tidak perlu, berlebihan, dan benar-benar tolol atau omongan yang sama sekali tak berarti, tapi itulah kehidupan. Tahanlah godaan untuk mengatakan pada orang di seberang meja konferensi bahwa apa yang dikatakannya adalah hal yang paling bodoh yang pernah Anda dengar, meski itu benar. Itu adalah cara yang paling cepat untuk membuat musuh jangka panjang, dan tidak akan membantu Anda.
Bersedialah menanyakan pertanyaan “bodoh”. Pertemuan cenderung menciptakan kepribadian kelompok, ketika seseorang mengungkapkan sebuah gagasan di awal pertemuan dan setiap orang di sekitar meja mengajak orang lain ikut bergabung. Yang Anda perlukan kemudian adalah orang yang bersedia menyajikan perspektif lain dengan menyodorkan pertanyaan bodoh yang sangat diperlukan seperti: “Tetapi, tidakkah sang raja akan kedinginan dan masuk angin bila terus berdiri di luar sana?” [Ingat cerita Sang Raja dengan pakaian barunya?]
Jangan bicara tanpa persiapan. Jika Anda jauh hari sebelumnya diminta untuk bicara, atau Anda merasa sangat ingin mengatakan sesuatu, buatlah catatan sebelumnya. Jika tidak, saya jamin Anda akan bicara terlalu lama, dengan risiko kehilangan dukungan dari kolega-kolega Anda. Anda akan melantur, ragu-ragu,dan berkata “emm… “berkali-kali,dan akhirnya presentasi Anda akan sangat buruk.
Di atas semua itu, jangan takut menggunakan humor. Pertemuan perlu diselingi tawa sebentar, khususnya jika mulai berlarut-larut dan keputusannya tak segera diambil. Saya kenal seseorang di Washington yang menderita selama mengikuti pertemuan-pertemuan panjang dan membosankan yang membicarakan praktik pengalihan apartemen menjadi kondominium di awal tahun 1980-an. Setelah pertemuan itu berlarut-larut, dan direktur eksekutifnya tidak segera mengambil keputusan, orang ini berkata dengan serius, “Saya seorang Katolik Roma, saya menentang penggunaan kondominium.” Rapat pun bubar.
Ketika Anda Mengadakan Pertemuan
Dalam bisnis real estate dikatakan bahwa ada tiga hal yang paling penting yaitu “lokasi, lokasi, dan lokasi”.
Tiga hal paling penting dalam menyelenggarakan pertemuan adalah persiapan, persiapan, dan persiapan.
Jadi, buatlah agenda—bahkan untuk pertemuan informal—berupa catatan, untuk memastikan bahwa Anda telah memasukkan apa yang Anda inginkan. Ini sangat meningkatkan peluang Anda untuk mencapai sasaran, dan mengakhiri pertemuan dengan hasil-hasil seperti yang Anda harapkan.
Selain itu, ada lagi beberapa petunjuk yang bermanfaat sebagai berikut:
Mulai tepat waktu. Kedengarannya biasa, tapi coba pikirkan, berapa kali Anda menghadiri pertemuan yang tidak tepat waktu? Biarkan obrolan kecil dilakukan di selasar sebelum dan sesudah pertemuan. Jika Anda biarkan pertandingan sepak bola kemarin malam menjadi topik utama diskusi di meja, Anda akan kehilangan momentum untuk mengarahkan pertemuan yang cepat, desisif, dan produktif. Hal yang sama berlaku pula jika membiarkan orang-orang berkeliaran pada sepuluh atau lima belas menit pertama.
Berani memutuskan Anda telah menetapkan hal-hal pokok yang akan dibicarakan. Dua pertanyaan terakhir untuk masing- masing hal itu adalah: Tindakan apa yang harus diambil, dan siapa yang akan melakukannya? Jika Anda meninggalkan ketidakjelasan, tak ada gunanya menyelenggarakan pertemuan.
Bersikap tegas, iangan membiarkan orang membuang- buang waktu atau berusaha bicara yang tidak perlu. Anda tak perlu mencaci mereka. Pakailah keterbatasan waktu sebagai alasan untuk tidak melantur. Katakan saja, “Maaf, Ton, kita harus beranjak ke hal selanjutnya.“Tak perlu khawatir dibilang sok kuasa dan kasar. Santailah. Kalau Anda dapat memimpin pertemuan yang singkat tapi mencapai keputusan yang jelas, Anda akan memperoleh ucapan terima kasih dan nama baik yang jauh lebih besar daripada membiarkan setiap orang berbicara melantur, yang berarti pertemuan gagal. Itu sama sekali tidak menolong Anda.
Untuk mencegah kegagalan, ingatlah apa yang ditulis Shakespeare tentang pertemuan: “Kegagalan, Brutus sayang, tidak terletak pada pertemuan kita, melainkan pada diri kita sendiri.”
PRESENTASI
Presentasi adalah bentuk public speaking yang akan saya bicarakan pada bab selanjutnya. Tetapi, khususnya sekarang ini, banyak presentasi yang tidak cukup dengan hanya bicara. Dalam abad visual ini, sangat membantu untuk menambah apa yang Anda katakan dengan apa yang dapat dilihat o\eh para audiens —melalui penggunaan gambar-gambar seperti salindia diagram, grafik, dan gambar.
Ross Perot membuktikan betapa penting dan efektifnya grafik yang baik dalam kampanye presiden pada 1992. Memang bukan dia yang menciptakan teknik ini. Para konsultan, pembuat iklan, dan orang-orang dalam bidang lain telah bertahun-tahun menggunakan grafik-grafik berwarna dan mudah dibaca sebagai instrumen efektif untuk menyajikan kasus-kasus mereka. Para guru tahu bahwa itu sangat berguna. Anda mendengarnya di sekolah, mulai di kelas satu: presentasi “audiovisual”.
Alat bantu visual telah menjadi bagian dari politik sejak bendera pertama dirancang. Kadang-kadang mereka bahkan melibatkan sulapan tangan. Salah satu presentasi visual paling efektif dideskripsikan oleh Presiden Kennedy dalam bukunya Strategy of Peace (Strategi Perdamaian).
Ketika itu tahun 1840-an. Batas antara Amerika Serikat dan Kanada menjadi bahan pembicaraan dalam rancangan perjanjian yang disusun oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Daniel Webster, dan Utusan Khusus Inggris, Lord Ashburton. Kennedy menulis bahwa di tengah pertentangan keras antara kedua negara, cara penyajian proposal itu mengakibatkan ditetapkannya perjanjian damai dan hubungan yang harmonis antara kedua negara sampai sekarang:
Rancangan Perjanjian Webster-Ashburton pada 1842 antara Amerika Serikat dan Kanada tidak disukai orang di kedua negara tersebut. Mr. Webster dan Lord Ashburton dituduh mengorbankan hak-hak rakyat mereka. Konon, akhirnya Webster dan Ashburton berhasil meyakinkan Senat dan Parlemen mereka masing-masing setelah menggunakan peta yang berbeda untuk meyakinkan para senator dan legislator mereka bahwa masing-masing mendapatkan bagian yang lebih baik daripada mitra perundingannya. Kemakmuran kedua bangsa yang muncul dari penyelesaian yang seperti tipuan-tipuan itu selama seabad lebih telah memberikan hasil beberapa ribu kali lebih besar daripada nilai seluruh wilayah yang disengketakan.
Jadi, jika Anda sedang memberikan presentasi, berhati- hatilah tidak hanya pada apa yang Anda katakan dan bagaimana Anda mengatakannya, tapi juga bagaimana Anda mempertunjukkannya.
Satu catatan akhir tentang materi visual: Jika Anda ingin menggunakannya, berlatihlah jauh-jauh hari sebelumnya. Apa pun keuntungan yang diberikan oleh materi visual. Anda akan gagal jika terpaksa berhenti di tengah-tengah pembicaraan untuk mencari-cari atau jika Anda berdiri di depan diagram atau salindia yang terbalik.
STENGELESE: SENI MENGELAK
Alat-alat bantu visual dapat sangat berguna untuk memperjelas berbagai gagasan Anda, tapi terkadang sedikit ketidakjelasan bisa menjadi keuntungan bagi Anda.
Para politikus telah lama melakukan ini. Mereka menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang sama sekali tidak mempunyai arti apa pun, agar mereka tidak terdesak. Jago sepanjang masa dalam hal ini bukanlah seorang politikus, melainkan seorang tokoh bisbol, yaitu Casey Stengel, saat ia menjadi manajer New York Yankees.
Jika Anda sedang memberikan presentasi, berhati-hatilah tidak hanya pada apa yang Anda katakan dan bagaimana Anda mengatakannya, tapi juga bagaimana Anda mempertunjukkannya.
Casey mencuatkan seni “bicara banyak tapi tidak ada isinya” jika ia ingin menghindari pertanyaan atau membuat bingung si penanya. Bisa saja ia memberikan jawaban yang jelas kalau mau, tapi jika cocok sebagai strateginya, ia secara otomatis memberikan jawaban dengan bahasa berbelit-belit yang kemudian terkenal sebagai “Stengelese”.
Penampilan puncaknya di hadapan Panitia Khusus Senat Amerika Serikat pada 9 Juni 1958 tetap menjadi legenda. Senator Estes Kefauver dari Tennessee adalah ketua Panitia Khusus Senat Amerika untuk Antitrust dan Monopoli, la memimpin dengar pendapat tentang rancangan undang-undang yang diminta oleh bisbol liga utama untuk mempertegas pembebasannya dari undang-undang antitrust, yang diberikan oleh Mahkamah Agung pada 1920-an.
Stengel diundang untuk memberikan kesaksian, bersama pemain bintangnya, Mickey Mantle, dan pemain ini mewakili beberapa tim liga utama.
Senator Kefauver bertanya apakah Stengel mendukung peraturan tersebut. Di depan Panitia Khusus itu, berikut ini sebagian jawaban Stengel:
Well, saya pikir sekarang ini bisbol telah lebih maju dalam hal ini untuk membantu pemain…. Saat ini saya bukan anggota pensiunan. Di sini ada seorang pemuda yang mewakili klub-klub bisbol, dan mereka mewakili para pemain. Dan karena saya bukan anggota dan tidak menerima pensiun dari yayasan yang, menurut Anda, astaga, harusnya dia mengatakannya seperti itu juga, tapi menurut saya, itu sangat bermanfaat bagi para pemain bisbol. Itulah yang akan saya katakan kepada para pemain bisbol, mereka mempunyai dana pensiun yang lebih baik. Saya pikir itu diperoleh dari radio dan televisi; kalau tidak, Anda tidak akan mempunyai cukup uang untuk membayar hal semacam itu.
Dalam suasana bingung yang diciptakan oleh Stengel, Senator Kefauver mengatakan, “Mr. Stengel, rupanya pertanyaan saya tadi tidak begitu jelas.”
Stengel yang nama panggilannya “01’Perfessor”, menjawab, “Yah, tidak apa-apa, Sir. Saya juga tidak yakin dapat menjawab pertanyaan Anda dengan sempurna.”
Kefauver berang. “Saya tanya Anda, mengapa bisbol ingin membebaskan diri dari undang-undang ini?” Stengel tetap menggunakan strategi tadi:
Saya tidak tahu, tapi menurut saya mereka ingin terhindar dari undang-undang itu untuk membuat bisbol tetap sebagai olahraga bola dengan bayaran tertinggi yang telah masuk ke bisbol, dan dari sudut bisbol—saya tidak akan membicarakan olahraga lain. Saya di sini tidak untuk berdebat tentang olahraga- olahraga lain. Saya berada dalam bisnis bisbol. Bisnis ini berjalan lebih bersih daripada bisnis apa pun yang pernah ada selama seratus tahun ini. Saya tidak akan berbicara tentang televisi atau tentang pendapatan yang masuk ke stadion. Anda harus membedakan itu. Saya tidak tahu banyak tentang hal itu. Saya pikir para pemain bisbol mempunyai kemajuan pesat saat ini.
Senator Kefauver semakin jengkel dengan setiap kata Stengel dan terus berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Akhirnya ia berpaling kepada Mantle, yang duduk di samping Stengel di meja saksi.
“Mr. Mantle,” katanya, “Bagaimana pengamatan Anda tentang kemungkinan diterapkannya undang-undang antitrust pada bisbol?”
Mickey mendekat ke mikrofon di meja dan berkata, “Pandangan saya kira-kira sama dengan Casey.”
BAB 7 TAMU TERBAIK DAN TERBURUK SAYA SERTA ALASANNYA
- Empat hal yang membuat hebat seorang tamu
- Beberapa yang mempunyai keempat-empatnya
- Tamu-tamu yang tidak akan saya wawancarai lagi
- Yang dapat Anda pelajari dari tamu yang baik dan yang buruk
Setiap kali mengadakan temu wicara, atau bincang-bincang, salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan kepada saya adalah, “Siapa saja tamu terbaik dan terburuk yang Anda temui dalam show Anda?”
Dalam bab ini, saya akan memberikan beberapa jawaban untuk pertanyaan itu, yang mengandung pelajaran tentang bagaimana membuat percakapan yang baik.
TAMU YANG MENARIK
Saya menilai potensi dan kinerja seorang tamu dari empat kriteria. Selain pertimbangan mengenai pokok bahasan dan penjadwalan, kualitas-kualitas ini menjadi kunci bagi keputusan kami ketika para produser dan saya mendiskusikan tentang mengundang seorang tamu untuk tampil dalam show kami. Jika seseorang mempunyai keempat-empatnya, ia pasti akan menjadi tamu yang hebat. Paling tidak, mereka yang kami undang harus mempunyai tiga dari empat karakteristik itu.
Berikut ini adalah kualitas yang saya cari dari seorang calon tamu:
Menjadi pembawa pada acara talk show tentu saja sedikit berbeda dengan menjadi teman mengobrol yang baik.
Larry King Live bukanlah tentang saya. Jadi, jika Bill Clinton datang dan menanyai saya selama satu jam, saya bisa saja merasa senang, tetapi saya yakin produser saya tidak akan menganggap acara itu berhasil. Karena itu, untuk show saya, saya menginginkan tamu-tamu yang dapat membicarakan diri mereka, khususnya tentang apa yang mereka lakukan, dengan cara yang menarik. Secara umum dapat saya katakan bahwa orang yang memiliki keempat unsur tersebut bukan saja bisa menjadi tamu yang menarik dalam acara talk show, melainkan juga dalam acara makan malam atau pesta koktail.
Anda barangkali berpikir bahwa mempunyai sifat mudah tersinggung tidak akan membuat Anda menjadi pembicara yang baik, tapi kadang-kadang ini benar-benar terjadi. Kalau Anda baru saja berurusan dengan dewan kota atau pengadilan negeri karena mobil pembersih salju menutupi jalan Anda, Anda akan menjadi tamu yang paling cemerlang di meja—asalkan Anda tetap menjaga kualitas-kualitas Anda yang lain, seperti selera humor Anda. Jika Anda marah karena pelayan department store mengatakan bahwa ia akan pulang jam lima, sehingga Anda harus mencari orang lain untuk melayani Anda… yah, para pendengar bisa ikut merasakan kekesalan Anda. Mereka akan teringat pengalaman menjengkelkan mereka sendiri, dan percakapan tidak akan pernah berhenti.
TAMU-TAMU TERBAIK SAYA
Saya sudah menyebut orang yang mempunyai keempat kualitas ini: Frank Sinatra. Jelas ia mempunyai minat besar terhadap pekerjaannya; ia sangat memahami profesinya, melebihi siapa pun; dan ia mempunyai sifat lekas tersinggung sejak masa remajanya di Hoboken, New Jersey.
la tidak suka media massa dan cenderung menghindari reporter, tetapi dalam talkshow, di mana ia merasa lebih nyaman bersama seorang penanya, Sinatra bisa santai dan mempunyai keterbukaan tentang dirinya sendiri. Ini penting, la mau menjawab pertanyaan apa pun tentang kehidupan, karier, maupun profesi musiknya, dan jawaban-jawabannya akan menyentuh substansi yang nyata. Yang paling penting, meski mempunyai citra sebagai orang yang negatif dan lekas marah yang bisa saja mengumpat si penanya, Sinatra mempunyai selera humor dan mau menyenangkan para pemirsa dengan menceritakan kisah lucu tentang dirinya sendiri.
Sinatra pernah memaparkan cerita ketika Don Rickles mendatangi meja Frank di restoran Chasen di Hollywood. Don mendatangi Sinatra dan minta bantuan. Don baru saja menikah dan kedua mertuanya ada bersamanya.
“Maukah kau menyapa mereka, Frank?”
Sinatra menjawab, “Boleh saja. Ajak mereka ke sini.”
Don mengajukan usul yang baginya lebih baik. Katanya, ia akan tampak lebih hebat di mata kedua mertuanya jika Frank mau datang ke meja mereka. Frank setuju-setuju saja.
Lalu Frank berjalan ke meja Rickles, menepuk punggung Don, dan mengatakan betapa senangnya ia bertemu teman dekatnya.
Kemudian Rickles menjawab, “Pergi sana, Frank. Ini masalah pribadi.”
Frank juga senang menceritakan kisah tentang dirinya sendiri. Selera humor untuk mengolok-olok diri sendiri ini adalah salah satu dari keempat unsur yang membuatnya menjadi dambaan para pembawa acara talk show.
Berikut ini daftar tamu terbaik saya, yang semuanya memiliki paling sedikit tiga dari empat kriteria saya.
Harry Truman— Bersama Truman, meminjam istilah Flip Wilson, what you saw was what you got (yang Anda lihat adalah yang Anda dapat), la adalah salah seorang tamu dengan empat bintang, la berminat besar terhadap pekerjaannya; ia tahu masalah-masalah yang ada dan berkembang di masyarakat saat ini serta cerita di dalamnya; ia dapat mengekspresikan diri dengan bahasa yang jelas, mudah dipahami, dan sangat luwes— khususnya dengan pers dan kaum Republikan—dan ia sangat senang menertawakan dirinya sendiri.
Ted Williams— la bukan saja pemukul bola terbesar yang pernah saya lihat, tetapi juga tamu saya yang paling hebat, untuk alasan-alasan yang sama dengan Truman, la John Wayne-nya bisbol.
Salah satu hal yang membuat Williams sebagai tamu yang hebat adalah karena ia benci pada media massa. Orang-orang yang benci media massa sering menjadi tamu yang hebat, karena banyak pemirsa yang mempunyai perasaan yang sama. Tapi, sangat sering orang yang membenci media massa sebenarnya pernah mendapat bantuan takterhingga dalam kariernya dari publikasi media tentang dirinya.
Tetapi, Williams tak pernah mendapat dukungan media massa dalam karier bisbolnya. Ketika ia menjadi satu-satunya pemain dalam lima puluh tahun terakhir dan mampu meraih poin 400, prestasi itu ia dapatkan sendiri. Karena itu, ketika ia mulai menyerang penulis-penulis yang pernah ia sebut “setan di belakang keyboard”, telepon terus berdering dari orang-orang yang ingin sekali mendukungnya. Ketika ia mulai membicarakan politik, pandangan-pandangannya sangat sesuai dengan banyak orang, termasuk saya. Saya suka Ted Williams, sebagai tamu dan seorang pribadi.
Richard Nixon— Dari kriteria saya yang keempat, selera humor, Nixon tergolong kurang, la memang bersedia memperolok diri sendiri, tetapi tidak begitu pandai dalam hal ini, dan usahanya sering kali tidak berjalan dengan baik.
Tetapi, untuk ketiga kriteria lainnya, ia unggul, la adalah tamu yang hebat, dan saya selalu senang selama ia berada dalam show saya. Barangkali ia merupakan tamu terbaik saya jika ditinjau dari kemampuan analitisnya. Orang ini sepertinya mampu menganalisis apa saja, kemudian menjelaskannya kepada audiens. Kalau saja saya punya jaringan kerja, saya akan menerima Nixon untuk menganalisis berbagai operasi dan sasaran kami, serta bagaimana kami dapat mencapainya. Kalau pada 1993 atau awal 1994 Anda meminta Nixon menjelaskan ancaman pemerintah Korea Utara, ia pasti tahu semua jawabannya, dan mampu menjelaskannya dengan cara yang gamblang dan menarik bagi audiens.
Anda barangkali berpikir bahwa mempunyai sifat mudah tersinggung tidak akan membuat Anda menjadi pembicara yang baik, tapi kadang- kadang ini benar-benar terjadi.
Nixon mempunyai kualitas kelima yang merupakan nilai tambah dalam seorang tamu: ia tertarik pada beragam hal. la dapat berbicara tentang bisnis pertunjukan, lagu-lagu populer… dan bisbol. Selalu bisbol. Olahraga merupakan salah satu hal yang paling digemarinya, la mengatakan dalam beberapa wawancara di tahun-tahun belakangan bahwa seandainya tidak memilih karier dalam bidang politik, ia ingin menjadi penyiar olahraga.
la memiliki sebuah tim bisbol Uga Rotisserie bersama menantunya, David Eisenhower, la selalu mengikuti pertandingan, tidak hanya menonton di televisi. Dan jika menonton, ia melakukan dua hal yang menimbulkan respek saya: ia duduk di bangku bawah, tidak di tribun atas bersama para jutawan; dan ia menonton keseluruhan sembilan babak.
Minat Nixon pada banyak hal itu menjadi impian setiap pembawa acara talk show. Bersama Richard Nixon, Anda tidak perlu khawatir kehabisan bahan pembicaraan.
Adlai Stevenson— Saya mewawancarai Stevenson dalam show saya di Miami semasa pemerintahan Kennedy, ketika ia menjadi duta besar AS untuk PBB. Sebelumnya, ia meminta saya memanggilnya “Gubernur”, karena masa-masanya sebagai kepala eksekutif Illinois, dan bukan “Tuan Duta Besar”.
la mempunyai nada bicara pendek dan mata biru yang menari-nari, la gagal dalam dua kali pemilihan presiden; tapi, dua kali melawan Eisenhower, siapa yang bisa menang? la memang kalah, tetapi ia membakar minat pemuda Amerika terhadap pelayanan publik dan memedulikan berbagai perkara penting sebelum masa Kennedy, la adalah kandidat pertama yang pernah saya pilih, dan ketika ia muncul dalam show saya, saya melakukan sesuatu yang belum pernah dan tidak pernah lagi saya lakukan. Saya menyatakan rasa hormat saya yang besar kepadanya.
Di menit-menit awal pertunjukan, saya berkata, “Gubernur, saya tidak pernah mengatakan ini dalam show saya, tapi saya memilih Anda. Anda adalah pahlawan bagi saya. Saya sangat menghormati Anda.”
Mata birunya, dengan garis-garis keceriaan di sudut, bersinar-sinar, seperti biasanya jika kejenakaannya yang terkenal itu mulai keluar. Katanya, “Kita belum pernah berjumpa, tapi saya langsung tahu bahwa Anda pandai menilai karakter.”
Stevenson merupakan tamu istimewa karena inteligensinya yang tinggi dan keahliannya yang hebat sebagai komunikator.
la dapat mengekspresikan diri dengan lebih baik dari siapa pun dalam masanya. Ya, hampir terlalu baik, sampai- sampai ia terkenal dengan reputasinya sebagai “cendekiawan”, seorang intelektual dengan inteligensi di atas rata-rata orang Amerika. Sayangnya, bukan membantunya, kualitas ini malah menyiksanya.
Tetapi, sungguh mengagumkan bagi seorang tamu mempunyai kemampuan seperti itu. Saya tidak pernah merasakan kemarahan dalam dirinya, la tidak mudah tersinggung, tetapi ia memiliki ketiga kriteria lainnya dalam jumlah besar. Rasa humor terhadap dirinya sendiri menunjukkan bahwa ia mempunyai satu kualitas lain yang dimiliki oleh banyak orang besar lainnya: ia tak pernah benar- benar menganggap serius dirinya sendiri.
Kedengarannya kontradiktif. Anda barangkali mengira bahwa orang yang menduduki jabatan puncak negara maupun dunia menganggap dirinya penting, tetapi ternyata sebaliknya. Banyak pemimpin pemerintahan, bisnis, pertunjukan, dan bidang-bidang lain tidak pernah menganggap diri terlalu serius dan tidak akan terlalu lama serius tentang sesuatu. Unsur ini biasanya terdapat pada tamu- tamu besar, tapi tidak esensial.
Robert Kennedy— Bobby adalah seorang lagi yang selera humornya menjadikannya tamu yang efektif, yang mampu menilai posisinya dengan menujukkan kepada para pendengar dan pemirsa bahwa ia tidak segan-segan tertawa atau memperolok diri sendiri.
Pada tahun-tahunnya di Washington, ia paling sering dibilang “kejam”.Tetapi, ia tidak pernah seperti itu ketika saya mewawancarainya. Mungkin Anda terkejut mendengarnya, tapi saya menilainya sebagai tamu saya yang paling jenaka, dan ia memiliki senyum paling manis yang pernah saya lihat.
Mario Cuomo— Cuomo barangkali adalah pembicara terbaik di Amerika Serikat saat ini, dengan atau tanpa teks, la menantang Anda sebagai pewawancara, karena ia membuat Anda berpikir. Saya mengikuti pertemuan partai Demokrat di San Francisco ketika Gubernur Cuomo menyampaikan pidato, memaparkan dasar pikirannya yang terkenal. Suasana di dalam gedung pertemuan itu merupakan salah satu yang paling menggemparkan yang pernah saya alami.
Saya kebetulan berdiri di samping delegasi Oklahoma, dan mendengar seorang anggota delegasi berkata, “Saya tidak mengenal orang itu, tapi dia mengingatkan saya mengapa saya menjadi seorang Demokrat.” Itulah efek yang ditimbulkan oleh Cuomo dari mimbar di atas panggung atau di kursi tamu dalam talk show.
Mario Cuomo menceritakan kepada saya pengalamannya sebagai orang luar dalam sistem kerja sama Pittsburgh Pirate tahun 1950-an. Kepalanya terlempar bola dan ia harus duduk di pinggir lapangan selama beberapa pertandingan. Beberapa hari kemudian, ketika ia sedang mencukur kumis, Branch Rickey, seorang genius berbakat yang tergabung dalam barisan tim besar Brooklyn semasa muda saya, datang padanya. Sekarang Rickey menjadi general manager Pittsburgh. Rickey mulai berbicara pada Cuomo tentang kariernya. “Nak,” katanya, “kau tidak akan berhasil masuk liga utama. Kau tidak begitu bagus. Tapi kau sangat pandai. Belajarlah di sekolah hukum.”
Mengikuti nasihat Rickey, Mario menunjukkan dua karakteristik orang sukses lagi: ia tahu nasihat yang baik saat mendengarnya, dan ia jujur akan bakatnya serta tentang batas-batas kemampuannya.
Anda barangkali mengira bahwa orang yang menduduki jabatan puncak negara maupun dunia menganggap dirinya penting, tetapi ternyata sebaliknya.
Billy Graham— Orang ini merupakan sosok seorang pemimpin, sehingga pasti menjadi tamu yang hebat dalam show saya, dan ia selalu berada di antara tamu-tamu atas saya, la unik dalam satu segi: tidak mudah tersinggung, tapi ingin membantu mereka yang mudah tersinggung.
la adalah orang yang dinamis namun lembut, yang memiliki minat luas, la tampil dalam Larry King Show bulan April 1994, beberapa hari setelah kembali dari perjalanannya ke Korea Utara, la membawa pesan untuk Presiden Clinton dari Presiden Korea Utara, Kim II Sung, di tengah-tengah ketegangan antara kedua negara setelah aktivitas-aktivitas Korea Utara mengembangkan kekuatan nuklirnya, tiga bulan sebelum Kim meninggal.
Saya bertanya kepadanya, apakah ia bersedia memberitahu kami tentang pesan itu. Katanya singkat, “Tidak.” Cukup fair. Kemudian kami beranjak ke topik selanjutnya. Dr. Graham jelas mampu membicarakan situasi di Korea Utara secara garis besar, juga tentang program-program barunya dalam penyebaran pesannya kepada orang-orang di seluruh dunia. Sebagaimana biasa, ia adalah tamu yang menyenangkan dan informatif.
Billy Graham sebagai tamu dan saya sebagai pemandu acara tampil sebagai tim yang kompak, dan saya yakin salah satu alasannya adalah karena saya seorang agnotik. Bukan ateis, tapi agnotik. (Ateis tidak percaya pada Tuhan. Agnotik tidak yakin.)
Karena sifat ingin tahu dan senang menyelidik, saya menjadi seorang agnotik. Saya telah bertanya kepada banyak orang tentang Tuhan selama bertahun-tahun, dalam siaran maupun tidak. Orang agnostik bisa menjadi pewawancara yang baikjika tamunya seorang pendeta atau ahli teologi, karena ia ingin tahu dan terus bertanya mengapa. Sebaliknya, orang ateis tidak akan berperan baik sebagai pewawancara, karena mereka yakin akan kebenaran kepercayaan mereka bahwa tidak ada Tuhan. Orang agnostik adalah orang-orang yang “tidak tahu”.
Mereka ingin tahu dan terus menanyakan pertanyaan terbesar: Mengapa?
Billy Graham selalu muncul dengan jawaban-jawaban yang baik dan manusiawi atas pertanyaan itu. Sejauh ini, ia yang paling dapat dipercaya dari semua pewarta Injil yang berkhotbah di radio atau televisi. Itulah sebabnya ia berkali- kali tampil dalam show radio dan televisi saya.
Michael Milken— “Si Raja Junk Bond”, yang dipenjara setelah terbukti bersalah atas enam perkara pidana yang berkaitan dengan penipuan, bagaimanapun tetap seorang tamu talk show yang hebat, terlepas bagaimana penilaian Anda kepadanya, la adalah salah seorang yang paling cemerlang yang pernah saya temui, sebagaimana terbukti dengan keberhasilannya menggabungkan perusahaan-perusahaan besar Amerika: MCI, Turner Broadcasting, Taco Bell, dan lain- lain.
Dalam wawancara, ia merupakan seorang komunikator ulung yang memberikan jawaban-jawaban jujur dan langsung atas pertanyaan-pertanyaan saya. Sekarang, ia membaktikan bagian penting dari waktu, uang, energi, dan kreativitasnya untuk membantu penemuan obat kanker prostat, sementara ia sendiri berjuang melawan penyakit itu.
Danny Kaye— Danny Kaye, yah, Danny Kaye. Kami menganggapnya cukup hebat, bukan karena kami berdua sama-sama berasal dari Brooklyn. Anda pasti akan jatuh cinta pada Danny, dan sebagaimana artis-artis yang kebesarannya datang karena ketulusannya, Danny Kaye di luar panggung dan layar benar-benar sama seperti Danny Kaye di atas panggung dan layar.
Pernah, ketika ia menjadi tamu show radio saya, seorang wanita dari Toledo menelepon dan berkata kepadanya, “Tak pernah saya mimpi bisa bicara dengan Anda. Saya tidak punya pertanyaan untuk Anda. Saya hanya ingin bercerita: Anak saya mencintai Anda. Dia ingin seperti Anda. Dia meniru-niru Anda, dan seluruh hidupnya berputar di sekitar Anda.”
Kemudian ia menyampaikan hal yang menjadi klimaksnya. “Dia meninggal di Korea ketika berusia sembilan belas tahun. Dia masuk Angkatan Laut selama perang di sana. Angkatan Laut mengirimi saya sebuah potret di antara barang-barang pribadi peninggalannya, dan itu potret Anda—satu- satunya potret yang disimpan di dalam koper besinya. Saya membingkainya bersama potretnya yang terakhir. Saya selalu membersihkan potretnya dan potret Anda setiap hari selama tiga puluh tahun. Saya kira Anda senang mendengarnya.”
Danny menangis di studio, begitu juga saya. Juga wanita itu. Kemudian katanya, “Apakah putra Anda mempunyai lagu favorit?”
Katanya, “Ya,‘Dena’.”
Kemudian Danny Kaye menyanyikan salah satu lagunya yang paling terkenal itu bagi ibu pahlawan Bintang Emas Perang Korea itu, tanpa band pengiring, tanpa piano, dengan suaranya saja, di sela-sela isak tangis.
Itu merupakan salah satu kejadian terbesar sepanjang pengalaman saya di bidang penyiaran, karena begitu manusiawi. Danny menciptakannya dengan keterbukaan— bukan keinginan untuk membicarakan diri sendiri, tapi kemampuan untuk menujukkan empati dan emosinya, yang kadang tak mau diberikan orang lain.
Roseanne Arnold— saya suka Roseanne sebagai pribadi, dan saya ikut merasa sedih, la sedang kesulitan.Tetapi, ia juga mempunyai banyak segi, dengan minat pada banyak hal yang berbeda, dan pengalaman tidak hanya sebagai komedian sukses, tetapi juga seorang eksekutif yang memiliki dan menjalankan sendiri dua jaringan show televisinya serta perusahaan-perusahaan lainnya.
Saya senang mewawancarai Roseanne, la tahu banyak tentang pokok bahasannya; ia terkenal dengan semangat yang dibawanya dalam kerja, mempunyai selera humor yang baik terhadap diri sendiri—dan tentu saja ia mudah tersinggung.
Terakhir kali diwawancarai di Larry King Live, ia membuat kesalahan fatal, kesalahan yang mengejutkan saya mengingat bahwa dia adalah orang yang berpengalaman sebagai artis televisi, la memakai make-up berlebihan dan menunjukkan kontak mata yang buruk, selalu menghindar dari saya dan dari kamera.
Saya telah bicara tentang pentingnya kontak mata. Ini penting saat tampil di depan kamera maupun dalam percakapan tatap muka. Penonton akan menganggap lucu make-up yang berlebihan itu atau mengabaikannya saja, tetapi kontak mata yang buruk, khususnya dalam diri seorang tokoh publik yang kontroversial seperti Roseanne, akan memberikan kesan bahwa tamu tersebut menyembunyikan sesuatu, atau menghindari pewawancara atau kamera karena suatu alasan.
TAMU-TAMU TERBURUK SAYA
Terkadang orang yang Anda kira akan tampil menarik, orang yang mempunyai kisah menarik untuk didengar, berubah menjadi tamu yang buruk atau biasa-biasa saja. Sekali lagi, ada hal-hal yang dapat dipelajari dari contoh-contoh mereka, meskipun Anda tak pernah berencana untuk duduk di kursi talk show.
Orang yang mengatakan hal-hal yang sama berulang kali, entah itu tentang politik, emosi, atau filosofi, akan menjadi tamu yang buruk.
Anita Bryant sebenarnya dapat menjadi tamu yang lebih baik. Penilaian saya, ia adalah pembicara yang sangat baik di awal kariernya, tapi ketika tampil dalam show saya, ia terlalu terobsesi dengan kebangkitan religiusnya. Jelas itu merupakan sesuatu yang secara pribadi sangat berarti baginya. Tetapi, orang-orang yang “terlahir kembali"tidakakan menjadi tamu yang baik, karena mereka cenderung hanya ingin bicara tentang Tuhan dan agama. Anda sulit mengarahkan mereka untuk berpikir di luar topik itu, atau mengajak mereka untuk menyampaikannya dengan cara yang dapat dipahami oleh orang lain.
Orang yang mengatakan hal-hal yang sama berulang kali, entah itu tentang politik, emosi, atau filosofi, akan menjadi tamu yang buruk.
Bob Hope, sebagai tamu, mengecewakan saya karena sebuah alasan yang mirip. Dalam kasus Hope, obsesinya tidak pada topik pembicaraan, tetapi pada gaya: ia menjawab setiap pertanyaan dengan lelucon.
Seperti yang telah saya katakan, ia tidak melakukan ini dalam setting sosial yang informal, tetapi begitu kamera dihidupkan, ia tampak memaksa diri, la menjawab pertanyaan- pertanyaan dengan kalimat singkat dan meneruskannya dengan lelucon yang terlalu panjang, la tidak abstrak atau introspektif. Saya sudah berusaha mengajaknya membicarakan hal-hal yang logis, agar para penonton dapat tertarik, tetapi ia jauh lebih tertarik untuk membuat lelucon. Bagi pelawak, hal itu memang wajar, tetapi wawancara harus berjalan di luar lelucon, agar menjadi wawancara yang baik.
William Rusher adalah tamu yang baik, karena memiliki tiga dari empat kriteria saya. Tetapi, ia menjadi tamu yang buruk karena membuat saya kesal. Saya yakin ia menyebabkan efek yang sama pada para penonton kami, kecuali para simpatisan partai kanan, la adalah pendiri The National Review dan kolumnis politik dogmatis yang keras.
Orang-orang dari Brooklyn akan mengerti maksud saya jika saya katakan bahwa Rusher meng-grangles saya. “Grangles” tidak mempunyai arti, selain di Brooklyn. Artinya, kepribadian seseorang yang mempunyai efek pada Anda seperti suara kuku yang digaritkan di papan tulis.
Yang menyebabkan Rusher menjadi tamu yang buruk bukanlah pandangan-pandangan politiknya yang sangat kanan. Banyak orang yang blakblakan dari partai kanan menjadi tamu yang hebat. Newt Gingrich adalah salah satunya. Juga Pat Buchanan. Demikian juga Dan Quayle. Mereka mempunyai banyak kesamaan pandangan dengan Rusher. Tetapi, mereka mau tertawa, berkelakar, dan mendengarkan pandangan, yang berbeda dari seorang penelepon atau tamu lain.
Rusher tidak begitu, la benar-benar kaku. Ketika Richard Nixon meninggal, Phil McCombs dari Washington Post mengutip Rusher, “Hal paling kejam yang saya katakan tentang Nixon adalah bukan kesalahannya bahwa dia lahir tanpa prinsip, sebagaimana bayi thalidomide lahir tanpa lengan.”
Bandingkan dengan lawan Rusher dari partai kiri, dengan mandat-mandat urusan politik yang sesuai dengannya: Frank Mankiewicz, sekretaris pers Bobby Kennedy. Ketika berbicara tentang Nixon, Mankiewicz berkata, “Saya pikir dia mempunyai harga diri lebih rendah daripada politisi sukses Amerika yang lain. Dia adalah Willy Loman-nya politik Amerika,” meniru pemeran dalam Death of a Salesman yang mengeluh bahwa ia disukai, tapi tidak “sangat disukai”.
Itu pandangan yang berimbang tentang Nixon, yang disetujui oleh berjuta-juta rakyat Amerika. Seperti kebanyakan penasihat John dan Robert Kennedy, Mankiewicz terjepit dalam pertempuran sengit di antara kubu Nixon dan Nixon sendiri, di berbagai peristiwa pada 1960-an. Bunga api muncul ke permukaan di antara kedua musuh itu, tetapi Frank tidak berkata bahwa ia membenci kenekatan Nixon dan bahwa orang itu bajingan tengik, la memberikan penilaian yang tenang dan masuk akal tentang Nixon sebagai manusia dan Presiden Amerika yang banyak disetujui oleh rakyat Amerika saat itu.
Komentar Rusher terhadap Nixon lebih banyak memberitahu Anda tentang dirinya daripada tentang Nixon.
Nah, jika ditanya tentang tamu yang sungguh-sungguh paling buruk, jawaban saya selalu sama: Robert Mitchum.
Suatu malam, ia tampil dalam show televisi saya, dan sampai hari ini saya tidak tahu mengapa ia bertingkah seperti itu. Mitchum selalu memainkan peran dalam gaya John Wayne yang keras dan jagoan, hanya saja kadang-kadang ia menjadi orang jahat dengan topi hitam. Wayne selalu mengenakan topi putih. Tetapi, keduanya ada kesamaan. Keduanya digambarkan dengan karakter-karakter yang jantan, sedikit bicara, tapi banyak bertindak. Tapi itu cuma peran. Dalam kenyataan, mereka tidak benar-benar seperti itu. Atau memang seperti itu?
Saya tak pernah sempat mewawancarai Wayne, tetapi saya pernah berbicara dengan Mitchum. Dan memang itulah yang terjadi—sayalah yang bicara. Saya masih tidak mengerti apakah ia sengaja mengerjai saya, atau sedang tidak mood untuk bicara, atau ia tak ingin tampil malam itu, atau makan malamnya kacau, atau… entahlah.
Tetapi, apa pun alasannya, orang ini tidak memberikan apa- apa bagi saya. Seperti berikut ini:
“Bagaimana rasanya bermain dalam film yang disutradarai oleh John Huston?”
“Dia baik.”
“Well, tidak adakah perbedaan berakting di bawah John Huston dan John Smith?”
“Tidak. Tidak ada.”
Beberapa pertanyaan saya selanjutnya dijawab tidak saja dengan kalimat satu suku kata, tetapi benar-benar satu kata. Semuanya “Ya”, “Tidak”, atau “Yap”.
Saya tanya dia tentang Robert De Niro, salah seorang aktor paling terkenal saat ini.
“Saya tidak kenal dia.”
Saya benar-benar heran dan kecewa. Kecewa, terutama untuk audiens saya, karena Mitchum dianggap pahlawan, hampir menjadi tokoh pujaan. Saya juga kecewa untuk saya sendiri. Ketika dulu menonton pertunjukan Sabtu pagi di Benson Theater di Brooklyn bersama Herb Cohen dan teman- teman kami, seperti Davey Fried dan Hoo-Ha serta Ben si Penakut, Mitchum adalah pujaan kami. Melihatnya menutup diri dan bertindak seakan-akan ia tak mempunyai urusan apa pun dengan masyarakat benar-benar mengecewakan saya— apalagi bagi audiens kami.
Episode Robert Mitchum memberi pelajaran: Anda dapat menjadi pewawancara atau konversasionalis terbesar dalam sejarah, dan Anda dapat menggunakan ancaman, siksaan, desakan, atau apa pun lainnya, tetapi jika seseorang memutuskan untuk tidak akan bicara, ia tidak akan bicara. Janganlah dimasukkan ke dalam hati, cari saja orang lain untuk diajak bicara. Jika Anda pembawa acara talk show, katakan pada produser Anda untuk tidak memaksa memanggil orang itu lagi.
BAB 8: BLOOPER DAN CARA MENGATASSINYA
KESELEO LIDAH, TERPELESET KATA
- Blooper-blooper saya yang terbesar
- Mempersiapkan diri menghadapi kesalahan
- Melanjutkan pertunjukan
Sejak belajar berkomunikasi, manusia telah membuat blooper. Dalam era komunikasi massal kita ini, blooper jadi semakin banyak saja. B/oopertelah menjadi bagian yang kaya dalam sejarah penyiaran sejak Harry Von Zell berada di depan mikrofon primitif di masa-masa awal radio dan memperkenalkan seorang pembicara untuk audiens “dari pantai ke pantai” dengan mengatakan: “Ladies and gentlemen, the president of the United States—Hoobert Heever.”
Tentu saja blooper tidak terbatas dalam dunia penyiaran saja. Jadi, jika Anda melakukannya juga, jangan biarkan hal itu mengganggu Anda. Lupakan dan teruslah berjalan. Bukan cuma Anda yang pernah mengalami.
Harry Von Zell melupakannya. Setelah blooper Hoover yang menjadi nenek moyang semua blooper itu, ia akhirnya meraih sukses besar di radio, dan kemudian beralih ke televisi tanpa melakukannya lagi, la paling dikenang sebagai pembawa acara dan aktor dalam acara televisi terkenal George Burns and Gracie Allen Show pada 1950-an.
Meski saya menulis buku tentang teknik bicara, tidak berarti bahwa saya tak pernah melakukan blooper yang lebih parah. Jika mengingat lagi karier saya, di antara kejadian- kejadian yang saya banggakan ada juga yang ingin saya lupakan—tapi tak bisa.
BAGAIMANA “MENANAM” BLUNDER
Salah satu peristiwa paling memalukan terjadi ketika saya membawakan acara komersial di Miami untuk Plager Brothers Bread. Slogannya berbunyi “Plager Brothers—For the Best in Bread” (Plager Brothers—Untuk Roti Terbaik).
Untuk memulai kampanye iklan yang baru, sponsor dan agen iklannya menunjuk saya untuk membawakan acara komersial secara langsung selama berita sore di tiga stasiun televisi. Pada stasiun pertama, saya membacakan iklan, kemudian menyampaikan kalimat singkat: “Plager Brothers— For the Breat in Bed” (Plager Brothers—Untuk Payudara di Ranjang).
Anda pasti menganggapnya sangat buruk, dan memang. Tapi, di stasiun kedua, saya melakukannya juga.
Dan stasiun ketiga.
Saya melipatgandakan kesalahan saya itu justru karena saya menjadi begitu khawatir akan melakukannya lagi, dan memang itulah yang terjadi: saya melakukannya lagi! Itulah sebabnya Anda harus melupakannya dan tetap berjalan terus, tanpa perlu mengkhawatirkan apa yang baru saja Anda katakan atau lakukan, atau khawatir akan melakukannya lagi. Kalau Anda khawatir, Anda akan melakukannya. Hal semacam itu saya sebut menanam sesuatu untuk terjadi.
George Burns mempunyai kebiasaan seperti itu dengan beberapa orang, khususnya dengan sasaran nomor satunya, Jack Benny, teman lama George sejak masa kecil mereka di sisi barat New York. George dapat berjalan memasuki ruangan tanpa berkata sepatah kata pun atau melakukan apa pun, dan Jack akan tertawa terbahak-bahak. George, tentu saja, tahu dan senang dengan hal ini. Dan ia ingin menanam kesalahan besar ke dalam diri Jack: karenanya, ia selalu melarang Jack tertawa.
George menceritakan kepada saya ketika suatu kali ia dan Jack diundang makan malam di hari Minggu di rumah Jeanette MacDonald. Penyanyi terkenal yang bersama Nelson Eddy menjadi penyanyi duet paling populer di Amerika pada 1930- an dan 1940-an. George “menyetel” Jack dengan percakapan yang khas George dengan seseorang yang dianggap gampang sebagai sasaran leluconnya, dan Jack biasanya yang paling gampang di antara semuanya:
“Jack, kau datang ke makan malam Jeanette MacDonald Minggu malam nanti?”
“Oh, jelas. Aku selalu mendapat undangan.”
“Kalau begitu, kau tahu, biasanya sehabis makan malam Jeanette menyanyikan beberapa lagu kan?”
Tentu saja blooper tidak terbatas dalam dunia penyiaran saja. Jadi, jika Anda melakukannya juga, jangan biarkan hal itu mengganggu Anda.
“Tahu. Aku sudah tiga kali ke sana.”
Kemudian George memperingatkannya, “Jangan tertawa.”
“Buat apa tertawa?”
“Jangan tertawa.”
Hari Minggu tiba, dan George menelepon Jack untuk memberitahu bahwa ia akan menjemputnya. Kemudian, ia menambahkan, “Ingat, jangan tertawa.”
Begitu Jeanette berdiri untuk menyanyikan lagu pertamanya, Jack meledak tertawa, sedangkan George duduk saja sambil menyeringai nakal. George duduk di barisan depan sambil membaca koran saat Jack sedang melakukan aksi komedinya.
Saya ceritakan kisah ini untuk menunjukkan apa yang terjadi jika Anda biarkan kekhawatiran Anda tertanam dalam benak Anda. Jika Anda mulai beranggapan bahwa sesuatu bisa terjadi, justru Anda membuatnya benar-benar terjadi. Anda harus sungguh-sungguh menyingkirkan kemungkinan itu dari benak Anda. Ini butuh konsentrasi, usaha, dan tekad, tetapi Anda dapat melakukannya.
Tidak semua kesalahan adalah blooper dalam artian umum, dan tidak semuanya di bawah kontrol Anda. Sebagai contoh, kami akan mengajak Anda ke pertandingan sepakbola Miami Dolphins.
Kami di Buffalo. Saat itu akhir tahun 1960-an. Saya menjadi komentator pertandingan untukjaringan radio Miami Dolphins, bergantian dengan Joe Croghan. Sebelum pertandingan dimulai, angin kencang dan badai salju menerpa. Ya, benar-benar menerpa dan membawa pergi semua kertas kami—iklan, diagram lapangan, statistik, semuanya. Lenyap. Semuanya terbang ke luar stadion.
Pertandingan pun dimulai. Joe dan saya tahu Dolphins yang akan menendang bola, karena kami dapat mengenali kicker mereka di sela-sela salju. Tetapi, kami tidak dapat mengenali pemain-pemain Bills; kami tidak dapat melihat nomor-nomor punggung atau dada mereka di dalam badai salju itu. Garis-garis lapangan pun dengan segera tertutup salju. Kami tak mampu melihat apa-apa dengan jelas, apalagi menggambarkan apa yang terjadi di lapangan. Apa yang harus dilakukan? Kami memutuskan untuk memberitahukan setepatnya kepada para pendengar kami di Miami yang bercuaca cerah tentang apa yang sedang terjadi di tempat kami, dan memang itulah yang harus dilakukan oleh seorang komentator pertandingan.
Setelah menggambarkan kondisi cuaca yang suram di Pantai Danau Erie dan di seberang Rainbow Bridge dari Jeram
Niagara, kami memulai siaran kami. Laporan kami, meski tidak klasik, paling tidak unik:
“Seseorang berlari membawa bola… Seseorang mencoba menerobos… Seseorang menekelnya… Dia jatuh…Tidak, dia bangkit!… Kami tidak tahu siapa dia….”
Sementara semuanya ini terus berlangsung, kami tetap tidak mempunyai diagram lapangan yang bisa membantu. Diagram itu berfungsi menunjukkan pemain-pemain dan posisi masing-masing di lapangan, nama dan nomornya, pemain penyerang dan bertahan dari masing-masing tim. Para penyiar mengandalkan diagram seperti itu pada kondisi cuaca terbaik. Dalam keadaan ini, diagram seperti itu menjadi lebih penting lagi, tapi semuanya sudah hilang tertiup angin.
Secara logis, mestinya Anda menyuruh kru Anda mencari diagram lapangan lain, tetapi kami ada di atas; sedangkan mereka di bawah. Dan saat itu elevator macet.
Jika Anda mulai beranggapan bahwa sesuatu bisa terjadi, justru Anda membuatnya benar-benar terjadi.
Anda harus sungguh-sungguh menyingkirkan kemungkinan itu dari benak Anda.
Joe dan saya menyiarkan seperti itu sepanjang seperempat jam pertandingan pertama. Cuaca tidak bertambah baik, tetapi elevator membaik. Di awal babak kedua, saat pertandingan dimulai lagi, kami terbebas dari keadaan sulit dengan adanya diagram lapangan yang baru. Penglihatan kami masih tidak lebih baik, tapi paling tidak kami dapat memberikan perkiraan yang lebih baik.
Badai bukanlah kesalahan kami. Ini di luar kontrol kami. Tapi, daripada panik dan membuat blooper sendiri, kami berterus terang kepada para pendengar dan mengatakan kepada mereka bahwa blooper terbesar hari itu—yaitu badai tersebut—adalah kesalahan Dewa Musim Dingin, bukan kesalahan kami.
Dalam pertandingan Dolphins lainnya, sesaat setelah Don Shula menjadi pelatih, pemain belakang mereka, Larry Csonka, cedera. Setelah pertandingan, saya masuk ke ruang locker seperti biasanya, untuk wawancara setelah pertandingan. Saya menjumpai Csonka di ruang medis, dan ia melambaikan tangannya, menyuruh saya masuk.
Shula menerapkan peraturan keras: tidak boleh ada wawancara di ruang medis. Tapi, saya tidak tahu hal itu. Jadi, saya dan Csonka sedang disiarkan ketika Shula melihat kami dan mikrofon saya, melalui pintu keluar di ujung ruangan, la berteriak nyaring, “Setan! Kalian berdua sedang apa?”
Csonka berkata, “Siapa yang diajaknya bicara—Anda atau saya?”
Shula melempar saya keluar dari ruangan itu. Saya segera melancarkan taktik darurat, “Kita kembali ke studio.”
Di pesta akhir pertandingan, Shula bertanya pada saya, “Tadi disiarkan ya?”
Ketika saya bilang ya, ia menunjukkan kekecewaan dan frustrasinya karena kekasarannya telah didengar oleh fans Dolphins. Saya berkata, “Jangan khawatir, Don, saya tidak bilang itu kau.“Tapi kami berdua tahu, itu tidak perlu. Suara Shula paling mudah dikenali di Miami.
Sebuah kesalahan besar yang lebih jelas lagi adalah ketika saya menjadi komentator pertandingan Dolphins. Dipertengahan waktu, saya berkata kepada para penonton bahwa mereka sedang menyaksikan “the Baltimore Colts Drug dan Bugle Corps.”
PERTUNJUKKAN JALAN TERUS
Saya pernah bertanya kepada seorang tamu dalam show radio saya, apakah ia mempunyai anak. Staf di ruang kontrol tertawa karena tamu itu adalah seorang pastor Katolik. Saya tidak menduga akan melakukan blooper sampai pastor itu mengingatkan saya bahwa mereka hidup berselibat, tidak menikah.
Mengapa saya menanyakan pertanyaan bodoh itu? Saya tidak tahu. Itu pertanyaan wajar dalam kebanyakan kasus, ketika Anda memberitahu audiens Anda riwayat singkat tamu Anda di awal show. Apa pun alasannya, kedengarannya sungguh bodoh dan konyol. Apa yang kemudian saya lakukan? Ya, apa yang seharusnya kita lakukan—saya lanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
Saya menjadi pembawa acara dalam festival 4 Juli di Miami, lengkap dengan berbagai macam bendera, musik, dan pidato oleh anggota Kongres Claude Pepper. Peristiwa itu begitu besar, sehingga produser mendirikan dua panggung yang ditaruh berdampingan dengan celah kecil di antara keduanya. Ketika saya diperkenalkan kepada khalayak, saya berlari naik ke panggung, dan salah satu kaki saya terperosok ke dalam celah itu. Saya jatuh.
Saya masih memegang mikrofon tangan, lalu saya bertindak sebaik-baiknya. Saya memutuskan untuk mendeskripsikan sejujurnya, terutama karena audiens tak dapat melihat saya dan berpikir-pikir di mana saya menghilang dan mengapa. Secepat saya menghilang, mereka mendengar saya melalui pengeras suara berkata, “Saya terjatuh. Jangan panik, saya tidak apa-apa.”
Tak lama kemudian orang-orang tertawa. Sungguh, itu cara yang hebat untuk membangkitkan tawa mereka—tapi, saya tak ingin mengulanginya.
Saya pernah menghindari blooper—atau lebih buruk lagi— ketika Jim Bishop, salah seorang teman Miami saya, tampil dalam show saya. Sebelumnya, Jim telah mendapat popularitas dan penghargaan besar sebagai kolumnis serta pengarang yang sederhana dan lugas dalam berbicara, la juga sembuh dari kecanduan alkohol dan hidup sehat selama dua puluh lima tahun.
Tapi siapa sangka? Malam itu ia datang dalam show saya dalam keadaan mabuk berat. Baru kali itu saya melihatnya demikian. Mungkin ia gugup harus tampil dalam pertunjukan itu dan berusaha mencari kekuatan dari sebotol minuman.
Melihat kondisi Jim, saya menjadi gugup. Kemampuan berbicara lugas dan sederhana plus minuman keras sama dengan bencana dalam siaran. Saya khawatir akan terjadi lebih banyak blooper. Bisa-bisa FCC (Federal Communication Commission) mencabut izin siaran, dan saya akan diberi tiket gratis pulang ke Brooklyn, tanpa boleh kembali lagi.
Ini bukan saatnya bersikap lembut dan membiarkan teman saya ikut siaran. Saya harus melakukan sesuatu yang drastis dan cepat, untuk melindungi kami semua. Saya memberi tanda tinggi-tinggi kepada teknisi melalui jendela kaca di ruang kontrol dan berkata melalui mikrofon di meja, “Ubah tandanya.”
Dan tandanya pun berubah: ON THE AIR.
Jim melihatnya, dan segera saya ulurkan tangan kanan saya seraya berkata, “Jim, terima kasih—satu jam yang hebat! Kau benar-benar hebat, seperti biasanya.”
Dengan sedikit bingung, ia membalas, kemudian pergi. Kami isi acara itu dengan menjawab telepon dari pendengar.
zzz
Blooper saya yang paling mahal bukanlah karena kata-kata saya, melainkan suara yang saya keluarkan—mendengkur.
Mengapa saya mendengkur saat sedang siaran? Saya mempunyai jawaban yang bagus untuk pertanyaan itu: Saya tertidur.
Waktu itu pagi tahun baru, hari pertama tahun 1959.
Saya di Miami. Saya telah bekerja di balapan anjing semalam sebelumnya, sebagai pembawa acara. Kemudian, saya pergi ke pesta malam tahun baru di New York untuk melepas tahun 1958 dan memasuki 1959, tapi saya tidak minum alkohol. Kemudian, saya melaksanakan tugas giliran saya di stasiun radio WKAT, membawakan acara saya sendiri dari jam enam sampai jam sembilan pagi. Setelah itu, jam sembilan tiga puluh saya harus menyiarkan Don McNeill’s Breakfast Club dari Chicago.
Saya masih harus menunggu satu jam lagi, dari jam sembilan sampai jam sepuluh, ketika pembawa acara selanjutnya akan menggantikan saya. Selama seluruh show saya, saya terus berkata pada diri sendiri, “Bangun. Tetap bangun!” Saya seorang diri di stasiun, tetapi saya berhasil dalam acara saya, sampai memasuki Breakfast Club. Sampai saat itu, saya tidak tidur selama dua puluh empat jam.
Pada jam sembilan dua puluh sembilan, Don McNeill memulai acaranya dengan berkata, “This is the ABC radio network” \tu petunjuk bagi semua stasiun ABC di seluruh negara untuk mengidentifikasikan diri. Saya harus memutar saklar ABC ke off, menghidupkan mikrofon saya, dan berkata, “Ini WKAT—Miami, Miami Beach.”
Setiap orang di jalanan dapat melihat saya, karena bagian depan gedung kami semuanya dari kaca. Orang dapat mengintip masuk dan melihat penyiar dan teknisi bekerja.
Lalu saya memutar saklar ABC ke off dan menghidupkan mikrofon saya—dan tertidur. Satu-satunya suara yang didengar para pendengar WKAT yang bangun di pagi tahun baru itu adalah sebuah suara misterius yang tak seorang pun mengenalnya—dengkuran saya. Breakfast Club tidak muncul lagi di udara, karena saklar ABC tetap off. Suara misterius itu terus berlangsung, tanpa suara lain. Tanpa musik. Tanpa iklan. Tanpa penyiar yang mengatakan sesuatu. Hanya suara itu saja.
Para pendengar mulai menelepon ke stasiun, tapi tak ada yang menjawab. Seorang pejalan kaki melongok ke dalam jendela WKAT dan melihat seseorang tertelungkup di dekat mikrofon.
Perkembangan selanjutnya dapat ditebak. Satuan pemadam kebakaran dan regu penyelamat segera muncul. Sirine meraung-raung dijalan menuju studio.
Mereka menghancurkan kaca depan gedung dengan kapak, sedangkan para pendengar kami, yang sekarang mendengar orang-orang ribut dan suara seperti kaca jendela hancur, mulai bingung. Kemudian pemadam kebakaran dan ahli-ahli medis berteriak pada saya. “Apa yang terjadi?! Kau tidak apa-apa?!”
Saya bangun, dan melihat suasana darurat itu, serta semua kaca jendela di lantai dan tergagap, “Apa…?”
Keesokan paginya, pemilik radio, Kolonel Frank Katzentine, memanggil saya ke kantornya dan memecat saya. Kemudian, ia sedikit melunak dan berkata, “Aku suka padamu. Kau punya bakat besar. Apakah ada yang perlu kaujelaskan? Bisakah kau memberi alasan agar aku tidak memecatmu?”
Saya berkata, “Anda tahu apa yang sedang saya lakukan kemarin, Kolonel?”
“Tidak. Apa?”
“Saya sedang mengetes kecepatan Departemen Pemadam Kebakaran dan Penyelamat Miami merespons keadaan darurat.”
Saya tidak jadi dipecat, tapi saya harus membayar semua ongkos pengganti jendela itu.
* * *
Para pembicara terbaik, negosiator terbaik, dan orang-orang terbaik di semua jalur pekerjaan pernah membuat kesalahan. Dalam olahraga bisbol, mereka bahkan mempunyai sejenis statistik untuk itu—eror. Jadi, jika Anda melakukan kesalahan, jangan biarkan hal itu membuat Anda kebingungan. Ingatlah pepatah lama, “Orang yang tak pernah membuat kesalahan jarang berbuat apa pun.”
BAB 9: SAYA HARUS BERBUAT APA? TEKNIK BERPIDATO
- “Rahasia” pidato saya
- Pendekatan Pramuka
- Tips-tips penyampaian
- Bagaimana menggunakan humor
Pidato sama saja seperti hal-hal lain di dunia: selalu ada saat pertamanya. Orang-orang—bahkan orang yang sangat hebat sebagai pembicara dalam percakapan sehari-hari— sering sangat takut saat harus berpidato untuk pertama kalinya. Beberapa orang masih takut berpidato, walau sudah berkali- kali melakukannya.
Kita sepertinya yakin bahwa pasti ada kekuatan mistis dalam public speaking —ya, semacam ilmu rahasia yang membuat orang bisa menjadi pembicara yang baik. Ada banyak buku tentang masalah ini. Mungkin Anda merasa perlu mencapai suatu gelar sebelum dapat berdiri di mimbar.
Saya menyampaikan pidato berkali-kali dalam setahun di hadapan berbagai macam kelompok. “Rahasia” saya sederhana saja, yaitu saya anggap public speaking tidak berbeda dengan jenis-jenis pembicaraan lain, yaitu merupakan cara untuk berbagi gagasan dengan orang lain. Dalam beberapa hal, pidato lebih mudah daripada percakapan sehari-hari, karena Anda sepenuhnya menguasai arah pembicaraan. Tapi, Anda harus mempunyai sesuatu yang harus Anda sampaikan. Anda tidak dapat mengelak seperti dalam pembicaraan sehari-hari, dengan berkata, “Oh, ya? Coba ceritakan lagi.” (Selain itu, Anda juga tidak dapat mengelak dengan berkata bahwa Anda harus ke kamar kecil.)
Inilah kunci pertama untuk menjadi pembicara publik yang sukses: Bicarakanlah hal yang Anda pahami. Ini kedengarannya sudah jelas, tetapi banyak pembicara pemula membuat kesalahan dengan mengambil pokok bahasan yang tidak sepenuhnya mereka pahami, hingga akibatnya:
- Audiens Anda akan bosan kalau mereka tahu lebih banyak daripada Anda.
- Karena tidak merasa yakin dengan pokok bahasannya, Anda bisa tidak yakin pula dalam sikap Anda.
Jadi, carilah pokok bahasan yang Anda pahami benar, atau gunakanlah pendekatan pribadi untuk pokok bahasan yang lebih luas. Jika jemaat gereja atau sinagoge Anda meminta Anda memberikan pidato tentang perjalanan Anda ke Tanah Suci, janganlah mencoba membuat ringkasan arti Perjanjian Damai Israel-PLO. Katakan saja apa yang Anda lihat dan bagaimana pengaruh situasi politik terhadap orang-orang yang Anda temui dan Anda ajak bicara. Saya jamin Anda akan merasa lebih nyaman, dan para pendengar Anda akan lebih merasa tertarik.
PIDATO PERTAMA SAYA PADA USIA TIGA BELAS TAHUN
Ketika pertama kali berpidato pada usia tiga belas tahun, saya memilih topik yang sangat akrab dengan saya. Waktu itu adalah upacara Bar Mitzvah saya, yaitu upacara pembaptisan untuk anak laki-laki Yahudi. Kami tidak punya banyak uang saat itu. Ayah saya telah meninggal tiga tahun sebelumnya, dan ibu saya sedang berusaha keras meningkatkan kesejahteraan kami, yang tak lama kemudian dapat segera ia wujudkan.
Ibu memastikan bahwa saya dan kakak saya memperoleh Bar Mitzvah kami. Dalam peristiwa itu, kami diharuskan untuk menyampaikan pidato. Saya belum pernah berdiri di depan banyak orang sebagai pembicara, kecuali dalam deklamasi dan laporan buku yang pernah dilakukan oleh setiap anak di sekolah. Tetapi kali ini audiens saya _sungguhan—_orang-orang dewasa.
Dalam usia tiga belas tahun, saya sama sekali belum ahli dalam banyak hal, jadi saya memutuskan untuk berbicra tentang satu hal yang paling saya ketahui—ayah saya. Hampir semua orang di situ kenal ayah saya, dan saya berbagi kenangan dengan mereka. Saya katakan kepada mereka bahwa saya selalu merasa dekat dengan ayah saya, la selalu mau menghabiskan waktu bersama saya sebisanya, meskipun ia bekerja enam hari dalam seminggu, mengelola bar dan restorannya, Eddie’s.
Saya teringat sewaktu berjalan-jalan dan bercakap-cakap dengan ayah saya di Howard Avenue, menuju Saratoga Park, di mana ia berjanji membelikan saya es krim. “Tapi jangan bilang ibumu. Dia akan menganggap saatnya terlalu dekat makan malam.” Saya katakan pada audiens bahwa perbincangan kami lebih menyenangkan dan lebih penting bagi saya ketimbang taman dan es krim itu sendiri. Ayah bercerita tentang Yankees dengan Joe DiMaggio-nya, tentang menghadiri pemakaman Lou Gehrig pada 1941. la bertanya apa yang saya pelajari di sekolah hari itu. Dia berkata pada saya betapa bahagianya ia tinggal di Amerika, tidak di Rusia, yang ditinggalkannya ketika berusia dua puluh tahun.
Saya ceritakan kenangan itu kepada audiens, dan saya katakan kepada mereka bahwa jika saya teringat ayah saya, saya serasa mendengar suaranya berbicara di Saratoga Park.
Memilih kenangan bersama ayah saya sebagai bahan pembicaraan di upacara Bar Mitzvah itu adalah pilihan logis bagi saya, la pantas saya kenang untuk upacara semacam itu. Dan dari sudut pembicaraan publik, itu merupakan topik yang saya sukai, saya pahami, dan dapat saya bicarakan dengan penuh keyakinan.
Bicarakanlah hal yang Anda pahami. Ini kedengarannya sudah jelas, tetapi banyak pembicara pemula membuat kesalahan dengan mengambil pokok bahasan yang tidak sepenuhnya mereka pahami.
Beberapa orang dewasa memuji saya setelah saya selesai berpidato, dan saya merasa senang berbagi kenangan dengan mereka. Itu menjadi salah satu pengalaman yang meyakinkan saya untuk memilih profesi sebagai pembicara.
PENDEKATAN PRAMUKA
Kunci kedua untuk menjadi pembicara yang baik adalah mengikuti moto pramuka: persiapkan diri. Jika Anda akan membicarakan topik yang benar-benar Anda pahami, seperti saya sarankan tadi, persiapan pidato tidak akan terlalu sulit.
Anda akan mampu menyusun pikiran Anda dengan lebih mudah dan lebih efektif jika Anda mengingat-ingat struktur pembicaraan berikut ini:
Katakan kepada mereka, apa yang akan Anda bicarakan.
Katakan isi pembicaraan Anda.
Katakan kepada mereka, apa yang telah Anda bicarakan.
Jika sebelumnya Anda memberitahu audiens apa yang akan Anda bicarakan, mereka akan lebih mudah mengikuti isi pidato Anda. Di bagian akhir, cobalah merangkum butir-butir penting dengan kata-kata yang sedikit berbeda dengan yang digunakan dalam pembukaan.
PERSIAPAN
Saya beruntung karena sering memberikan pidato, sehingga saya tidak harus menghabiskan banyak waktu untuk membuat persiapan. Jika saya diminta menjadi pembicara, audiens biasanya ingin mengetahui sesuatu yang sangat akrab dengan saya, topik-topik yang sedang hangat di masyarakat, misalnya: pengaruh talk show dalam dunia politik; Clinton, Bush, Perot, dan kandidat-kandidat presiden lainnya; debat Gore- Perot; pengaruh TV dan radio terhadap media cetak di masa sekarang dan masa depan; dan mungkin tentang Brooklyn Dodgers. Jadi, saya tak perlu banyak menyiapkan topik baru sebagai persiapan pidato saya.
Tetapi, jika Anda memberikan pidato dengan topik yang belum pernah Anda bicarakan, Anda harus membuat persiapan. Anda dapat mempersiapkan diri dengan berbagai cara yang paling cocok bagi Anda.
Anda dapat menulis pidato Anda, kata demi kata, dan membacanya dalam bentuk teks. Banyak pembicara yang melakukan hal seperti ini. Jika Anda mengikuti pendekatan ini, pastikan untuk berlatih membaca pidato Anda secukupnya, sehingga Anda dapat sering menatap audiens dan tidak menghabiskan seluruh pidato dengan mata menatap kertas di tangan.
Beberapa orang lebih suka menggunakan garis besar pidato, yang diketik pada kertas tik standar ukuran kuarto. Beberapa orang lainnya paling cocok menggunakan kartu-kartu catatan. Keuntungan menggunakan catatan adalah bahwa Anda cenderung berbicara dengan lebih spontan, dan tidak akan terjebak untuk selalu menatap naskah. Tetapi, berbicara itu seperti bahasa tubuh dan berpakaian—apa pun yang Anda rasa paling cocok, itulah yang harus Anda lakukan.
Setiap kali menggunakan naskah atau catatan. Anda hendaknya berlatih pidato beberapa kali agar akrab dengan isi pidato dan merasa nyaman dengan gaya dan langkah-langkahnya. Anda dapat membacanya di depan cermin atau meminta seorang teman atau anggota keluarga Anda untuk menjadi audiens dalam latihan itu.
Bagus juga jika Anda mengatur waktu Anda selama latihan. Pidato Anda bisa lebih panjang atau lebih singkat daripada yang Anda perkirakan sewaktu menulisnya. Anda hendaknya mencaritahu berapa lama waktu yang diberikan kepada Anda untuk berpidato, lalu aturlah pidato Anda seperlunya selama latihan agar sesuai dengan waktu itu.
BEBERAPA PERISTIWA “NYARIS”
Berlatih pidato jauh-jauh hari sebelumnya adalah gagasan yang baik. Demikian juga menghapal pidato Anda, seperti yang saya rasakan di awal karier saya, ketika saya belum berpengalaman memberikan pidato. Di awal karier saya, saya begitu senang berbicara, sampai-sampai saya selalu mau diundang berbicara di mana pun. Saya sangat ingin menjadi pembicara publik, sehingga saya tidak meminta syarat apa pun: Bayar saja semau Anda. Anda tidak punya uang? Tidak usah bayar. Katakan saja kapan dan di mana. Saya pasti datang.
Suatu hari, telepon di stasiun radio berdering untuk saya. Itu dari ketua Miami Shores Rotary Club, la meminta saya berbicara di pertemuan tahunan klubnya pada Juni. Saat itu Januari. Saya bilang oke, lalu ia memberi saya waktu, tanggal, dan tempatnya. Kemudian ia bertanya, “Apa topik Anda?”
Saya jawab, “Saya belum punya topik. Sekadar bicara. Saya hibur audiens Anda.”
Saat itu sekitar akhir pemerintahan Eisenhower. Katanya, “Ini Rotary. Sekalipun kami mengundang Eisenhower, saya pasti akan minta topik.”
Kata saya, “Undang saja dia.” Percakapan berakhir.
Beberapa hari kemudian, saya berada di stasiun dan siap membawakan show saya. Kurang semenit sebelum mengudara, telepon berdering. Produser memanggil saya, “Larry, panggilan darurat di saluran satu.”
Saya raih telepon. Saya dengar irama keletak-keletuk di latar belakang. Itu orang dari Rotary Club. Katanya, “Saya di bengkel percetakan. Kami sedang mencetak pamflet pertemuan tahunan kami, dan saya harus tahu, apa topik pembicaraan Anda.”
Itu lebih dari tiga puluh tahun lalu, dan sampai saat ini saya tidak tahu mengapa saya mengatakan begini dengan tegas, “Topik saya adalah ‘Masa Depan Armada Perdagangan Amerika?’
Setiap kali menggunakan naskah atau catatan, Anda hendaknya berlatih pidato beberapa kali agar akrab dengan isi pidato dan merasa nyaman dengan gaya dan langkah- langkahnya.
Sungguh mengherankan, ia berkata sangat senang dengan pokok bahasan itu. Dia juga meyakinkan saya bahwa anggota-anggota Rotary Club pasti akan menyukainya. Lalu ia mengingatkan saya: 10 Juni, jam 8.00 pagi, Miami Shores Country Club.
Enam bulan kemudian, saya datang ke tempat yang ditentukan, pada tanggal yang ditentukan, dan pada jam yang ditentukan. Tempat parkir sudah penuh. Ketika berjalan keluar dari mobil saya, saya melihat spanduk besar di pintu masuk:
“Malam Ini! Masa Depan Armada Perdagangan Amerika!” Saya berkata pada diri sendiri, “Brengsek!” Mereka punya dua pembicara; dan saya tidak ingat sama sekali bahwa sayalah yang akan membicarakan tema besar itu.
Si ketua, orang yang menelepon, menyeruak keluar dari
Rotary Club itu dan menyambut saya dengan sangat antusias. “Larry! Semua orang sangat bersemangat; mereka tidak sabar lagi.Topik ini memecahkan rekor kami!” la memberitahu saya bahwa pemandu acaranya begitu bersemangat, sampai membolos kerja dan pergi ke perpustakaan untuk mempelajari topik tersebut, agar paling tidak juga tahu sedikit-sedikit mengenai topik itu sewaktu memperkenalkan saya.
Lalu sang MC memperkenalkan saya, la berbicara tentang ukuran tonase, pelabuhan pengapalan, amunisi, dan semua hal lain yang tidak saya pahami dan tak saya pedulikan. Setelah memberikan semacam riwayat singkat armada perdagangan, ia memperkenalkan saya dan berkata kepada audiens, “Dan sekarang, pembicara dengan topik ‘Masa Depan Armada Perdagangan Amerika’, inilah Laarrryyyy Kiiiiiing.”
Saya bicara selama setengah jam. Saya pikir, kalau saya tidak tahu tentang topik itu, tinggalkan saja; jadi saya tak pernah menyinggung tentang armada perdagangan sama sekali. Ketika saya selesai, tidak ada tepuk tangan, tidak ada apa-apa. Saya segera pergi, masuk ke mobil, dan mulai berpikir bahwa saya tidak akan pernah diundang untuk bicara lagi. Saya tidak akan pernah menjadi pembicara publik. Tapi, mungkin itu lebih baik bagi saya. Saya tidak memerlukannya.
Saya hidupkan mobil saya. Saya takut dan berkeringat. Pada saat itu sang MC mengejar saya, dan mulai menggedor jendela. Saya tekan tombol untuk menurunkan kaca, la melongokkan kepalanya. Tiba-tiba emosi saya meluap. Dengan sekali tekan pada tombol jendela itu, saya dapat menjepit leher orang itu.
la memaki saya, “Kami bilang kepada audiens, Anda akan bicara tentang masa depan armada perdagangan Amerika! Saya sudah meneliti masalah itu dan membicarakan sejarahnya, tapi Anda tak pernah menyebut sekali pun tentang masa depan armada perdagangan!”
Saya berkata, “Memangnya masa depan apa? Dia tak punya masa depan!” Lalu saya pergi.
Saya merasa sedikit bersalah. Bukan merasa amat bersalah besar, hanya sedikit bersalah, sebagaimana kadang-kadang orang yang berumur dua puluhan tahun bisa tak terlalu bertanggung jawab terhadap suatu hal, dan saya mencari- cari pembenaran diri bahwa bagaimanapun saya sudah memberikan apa yang mereka inginkan: sebuah pidato yang menghibur.
Beberapa hari kemudian, saya mengetahui bahwa para anggota Rotary Club sebenarnya menikmati pembicaraan saya. Tidak adanya tepuk tangan itu hanya disebabkan karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah diberitahu bahwa saya akan membicarakan masa depan armada perdagangan Amerika, tapi tak satu kata pun meluncur dari mulut saya mengenai hal itu. Ini tidak akan terjadi, seandainya saya ingat topik yang sedianya akan saya bicarakan.
Saya mempunyai pengalaman lain di Miami yang benar- benar berlawanan. Organisasi yang mengundang saya tidak peduli sama sekali dengan apa yang akan saya bicarakan. Yang penting saya datang—itu saja.
Ini bermula dari sebuah dering telepon di stasiun radio. Salah seorang teman kerja saya menjawabnya. Katanya, “Larry, saluran dua buatmu.”
Saya angkat dan berkata, “Halo.” Itu kata terakhir yang saya ucapkan.
Suara di ujung sana berkata, “King? Boom-Boom Giorno. 3 November. War Memorial Auditorium, Fort Lauderdale. Pesta makan malam amal. Penyanyinya Sergio Franchi. Kau jadi MC. Dasi hitam. Jam delapan. Datang.”
Klik. Telepon ditutup.
Ketika saya tiba beberapa bulan kemudian, Boom-Boom menyambut saya dengan senyum cerah dan berkata, “Kami sangat senang kau datang.”
Saya berpikir dalam hati, “Kau senang?”
Ketika bertemu Sergio, saya bertanya, “Sergio, bagaimana mereka menghubungimu?”
Katanya, “Seseorang bernama Boom-Boom Giorno menelepon saya. Kemudian Boom-Boom memberi saya instruksi-instruksi singkat.”
“Sama,” kata saya dalam hati.
Kemudian Boom-Boom menyuruh saya, “Oke, Nak. Naik panggung. Lakukan apa saja semaumu. Dua puluh menit. Lalu suruh Sergio ke panggung. Dan, jangan nyalakan lampu.”
“Mengapa saya tidak boleh menyalakan lampu?”
“Jangan nyalakan lampu. Ada banyak pesaing di sana.”
Berlatih pidato jauh-jauh hari
sebelumnya adalah gagasan yang baik.
“Apa yang Anda maksud dengan pesaing?”
“Ada orang di sana dari bisnis minyak zaitun. Beberapa dari bisnis pasta. Agen FBI. Biarkan ruangan tetap gelap.”
Saya jalani juga dua puluh menit itu, membuat mereka tertawa, menyuruh Sergio tampil, lalu duduk. Di akhir acara itu, selagi saya menuju mobil, Boom-Boom menyusul saya. Dia kelihatan sangat gembira. “Hei, Nak,” katanya, “kau hebat!”
Saya bilang, “Terima kasih Boom-Boom.”
Katanya lagi, “Hei, Nak. Sungguh. Kau benar-benar hebat!” Saya mengucapkan terima kasih lagi.
Kemudian katanya, “Hei, Nak. Kami utang budi padamu.”
“Tidak, tidak. Saya senang melakukannya.”
Kemudian Boom-Boom mengucapkan lima kata yang belum pernah dan tidak pernah lagi saya dengar. Kalau saya ingat pertanyaannya, saya malah takut. Saya ingat posisi bulan di langit di atas samudra. Saya ingat dinginnya udara musim gugur. Saya ingat udara dingin yang menusuk tulang sumsum saya sewaktu Boom-Boom bertanya, “Ada orang yang tidak kausukai?”
Kalau pernah ada orang yang berkata seperti itu kepada Anda, saya jamin Anda tahu reaksi Anda kemudian: Anda akan mulai mengingat-ingat nama orang. Saya juga. Tetapi, kemudian moralitas mengalahkan saya, dan saya memutuskan untuk tidak mencelakakan siapa pun. Dia tidak pernah tahu itu, tetapi malam itu saya telah menyelamatkan hidup manajer radio Channel Four.
Sebaliknya saya berkata, “Tidak, Boom-Boom. Terima kasih. Saya tidak dapat melakukannya.”
Lalu ia menanyakan pertanyaan lain: “Kau suka pacuan kuda?”
“Ya, tentu.”
“Sampai jumpa.”
Tiga minggu kemudian, telepon berdering lagi. Suara di ujung sana berkata singkat, “AppleTree, pertandingan ketiga di Hialeah.” Klik.Telepon mati.
Saya punya delapan ratus dolar di rekening saya. Saya pinjam lima ratus lagi. Seluruhnya seribu tiga ratus dolar saya pasang untuk Apple Tree sebagai taruhan, dengan harapan akan kemenangan. Saya tidak akan bermain-main dan mempertaruhkan uang itu untuk sekadar iseng-iseng— saya siap bangkrut. Tapi, sambil menyaksikan kedua pacuan pertama, saya berkata pada diri sendiri, “Ada tiga hal yang pasti dalam hidup ini: kematian, pajak, dan Apple Tree akan menang pada pacuan ketiga hari ini.”
Saya setengah berharap melihat lima joki “tiba-tiba” jatuh dari kuda mereka di dekat garis finis, tetapi pacuan berlangsung tanpa kejadian aneh apa pun. Dan hebat, hebat, Apple Tree menang. Saya menang hampir delapan ribu dolar. Sekarang Boom-Boom bisa santai, la tidak punya utang lagi kepada saya.
TIPS-TIPS LAIN
Berikut ini beberapa tips kunci lain, berdasarkan pengalaman saya berbicara, dan apa yang saya perhatikan dari para pembicara lain:
Tataplah audiens Anda. Saya sudah mengatakan betapa pentingnya membuat kontak mata. Pertama, pastikan mendongak dari naskah, atau catatan Anda. Kedua, jangan bicara pada dinding di belakang atau jendela di samping Anda. Itu bukan audiens Anda. Setiap kali Anda mendongak dari naskah Anda, tataplah bagian audiens yang berbeda-beda, agar semua kelompok merasa diperhatikan.
Pelajarilah pemenggalan kata dan perubahan suara yang ingin Anda gunakan. Beberapa pembicara, jika mereka membaca dari teks, mengarisbawahi kata-kata yang ingin mereka tekankan. Jika Anda hanya menggunakan kerangka atau catatan kecil, tandailah gagasan atau frasa yang ingin Anda tekankan. Gunanya ada dua: memastikan Anda memberi tekanan pada saat yang tepat dan memastikan bahwa Anda tidak akan berbicara secara monoton, sehingga membuat audiens Anda tertidur, terutama jika Anda berbicara sehabis makan.
Berdiri tegak. Anda tidak perlu mengambil sikap berbaris, tetapi cukup berdiri dengan nyaman, jangan menyandarkan diri ke meja mimbar. Bersandar membuat pernapasan Anda terganggu, dan tidak sopan.
Kalau ada mikrofon di depan Anda, taruhlah pas di depan mulut Anda, atau mintalah teknisi untuk melakukannya. Jangan memaksa diri membungkuk seperti burung bangau. (Kalau bisa, periksalah ini sebelum tiba giliran Anda bicara.) Bicaralah dengan normal ke mikrofon—memang itulah gunanya mikrofon. Kalau Anda berteriak keras, suara Anda akan sulit didengar. Jagalah bibir Anda dalam jangkauan mikrofon; jangan menoleh atau membalikkan badan untuk menjawab pertanyaan dari samping tanpa mendekatkan mulut Anda ke mikrofon.
HUMOR
Kalau Anda tidak sedang mengumumkan obat kanker atau menyatakan perang, ada baiknya mengingat bahwa pidato oleh sebagian orang dianggap sebagai kutukan. Jangan terlalu serius kalau tidak perlu. Meskipun Anda memilih topik pembicaraan yang serius, sebagian besar pendengar tetap senang mendengar humor kecil.
Jangan pernah mengawali humor dengan kalimat-kalimat seperti:
“Saya akan menceritakan lelucon kecil.” (Tak ada orang yang bilang akan menceritakan lelucon besar.)
“Ada kejadian lucu ketika saya berangkat ke sini.”
“Ada cerita lucu. Anda pasti suka. Benar-benar lucu.”
“Hal ini mengingatkan saya pada sebuah lelucon kecil. Anda barangkali pernah mendengarnya, tapi akan saya ceritakan juga.”
Mengapa kalimat-kalimat itu harus dihindari? Karena kalimat-kalimat itu klise; cara kuno mengawali atau mengakhiri lelucon. Selain itu, Anda bisa berisiko mengecewakan audiens kalau sebelumnya Anda menjamin bahwa mereka akan tertawa terbahak-bahak. Anda tentu saja tidak usah mengatakan bahwa mereka mungkin pernah mendengarnya. Pengantar lelucon seperti itu benar-benar aneh.
Untuk alasan yang sama, jangan mengakhiri cerita humor Anda dengan berkata, “Sungguh, Saudara-saudara…”
Sebaiknya Anda menyesuaikan lelucon itu dengan pembicaraan Anda. Misalkan Anda sedang bicara tentang strategi dan pelaksanaannya kepada sekelompok eksekutif bisnis, berikut ini adalah salah satu cerita favorit saya mengenai topik itu:
Will Rogers mengatakan bahwa ia mempunyai rencana untuk mengakhiri Perang Dunia I. Katanya, “Sepanjang pengetahuan saya, masalahnya disebabkan oleh kapal- kapal selam Jerman, kapal-U, yang menenggelamkan kapal-kapal kita. Rencana saya, kita panaskan saja Lautan Atlantik sampai ke titik didih. Nah, kalau laut terlalu panas bagi pasukan Jerman untuk tetap di bawah, mereka pasti naik ke permukaan. Dengan demikian, kita tinggal menunggu mereka dan memukul mereka satu per satu, seperti kalau kita sedang berburu di Oklahoma.” Kemudian Rogers menambahkan, “Anda pasti bertanya, bagaimana saya dapat memanaskan Lautan Atlantik sampai 212 derajat Fahrenheit. Jawaban saya adalah serahkan saja hal itu kepada teknisi. Saya kan politisi.”
Setelah tawa mereda, Anda dapat menggambarkan hubungan antara cerita itu dengan perkara yang ingin Anda sampaikan. Katakan pada audiens, “Sekarang tentang perbedaan antara kebijakan dan implementasinya”
Kalau Anda bicara kepada sekelompok insinyur, Anda harus mengambil sudut yang berbeda. Anda dapat berkata, misalnya,
“Tidakkah itu menjadi tantangan hebat bagi para insinyur?” Audiens menanggapi pendekatan ini karena dua alasan:
Lucu.
Perkara itu berhubungan dengan keahlian mereka.
Berikut ini contoh tentang penyelesaian masalah serius bagi banyak audiens yang terdiri dari pebisnis dan profesional. Anda dapat meniru teman saya, Jackie Gleason, yang genius dalam topik seperti itu. la mengajukan proposal untuk penyelesaian masalah lalu lintas di kota New York: “Buat saja semua jalan satu arah ke utara—biarkan Albany yang memikirkannya.”
Setelah audiens tertawa, Anda dapat menghubungkan lelucon itu dengan pesan yang ingin Anda sampaikan seraya menambahkan, “Pendekatan Gleason ini mengingatkan kita untuk tidak membuat pendekatan-pendekatan yang terlalu rumit daripada yang sebenarnya.”
SENTUHAN VS SENTILAN YANG MERENDAHKAN
Saya telah membicarakan dalam bab-bab lain tentang arti bahasa yang lugas, yaitu menghindari kata-kata trendi dan jargon. Ini berlaku juga dalam pidato. Jika Anda mengingat bahwa pembicaraan publik hanya merupakan suatu bentuk percakapan yang dimodifikasi, dan Anda bicara dengan gaya alamiah Anda, audiens pasti memahami Anda. Mereka akan merasa bahwa Anda berbicara kepada mereka, bukan bicara di awang-awang.
Janganlah terlalu jauh melambung dan cobalah menggunakan bahasa sehari-hari.
Bahkan di zaman yang serba-permisif ini, kata-kata makian atau hujatan yang melecehkan siapa pun yang barangkali menjadi pendengar Anda akan lebih merugikan Anda daripada membantu. Karena itu, kalau Anda biasa bicara kasar, Anda harus menyesuaikan cara bicara Anda. Meskipun misalnya pendengar Anda tak peduli jika Anda mengatakan “brengsek”, ia akan merasa tidak enak kalau tahu bahwa ungkapan-ungkapan Anda membuat istri yang ada di sampingnya merasa tak enak. Lain halnya jika Anda kenal akrab dengan audiens Anda—misalnya Anda berbicara kepada peleton Anda—tetapi jika tidak dalam kasus seperti itu, janganlah menggunakan kata-kata kasar dan tak sopan di dalam pidato Anda.
BAB 10: LAGI? LEBIH JAUH TENTANG PEMBICARAAN PUBLIK
- Membuat audiens memihak Anda
- Kapan melakukan sesuatu yang tidak direncanakan
- Arti keringkasan
- KISS
KENALILAH AUDIENS ANDA
Saya tidak tahu ada berapa banyak aturan dalam buku tentang public speaking (pembicaraan publik), tetapi mengenali audiens Anda adalah salah satu di antaranya. Ini memungkinkan Anda memantapkan hubungan dengan mereka di awal pembicaraan, dengan menunjukkan pemahaman Anda terhadap sudut pandang mereka.
Menurut seorang veteran penulis naskah pidato di Washington, trik sukses pidato adalah “menusuk mereka dari posisi mereka”. Pastikan bahwa Anda tahu siapa audiens Anda, apa minat-minat mereka, dan apa yang ingin mereka dengar dari Anda.
Kalau Anda belum mengenal kelompok calon pendengar Anda, sebagian persiapan Anda hendaknya adalah menanyakan berbagai hal jauh hari sebelumnya.
- Apa organisasinya?
- Siapa saja anggotanya?
- Dari mana mereka berasal?
- Berapa lama Anda diminta bicara?
- (Yang ini penting!) Apakah audiens akan mengajukan pertanyaan setelah Anda selesai berbicara?
Teman lama saya dari Brooklyn, Sam Levenson, melakukan ini dengan sangat sukses, la sering menjadi tamu dalam The Ed Sullivan Show dan sangat sukses di berbagai kelab malam sebagai tukang cerita yang lucu. Daya tariknya terletak pada kemampuannya untuk tampil sebagai orang kebanyakan, seperti halnya orang-orang yang menjadi audiensnya. Sam memantapkan hubungan dengan audiensnya dengan mengatakan bahwa ia berasal dari keluarga biasa, dengan ayah yang harus bekerja keras untuknya; dan bahwa Sam kecil bercita-cita menjadi guru. Secara nyata, Sam menekankan point itu dalam penampilannya—rambut pendek, kacamata, kemeja putih, dasi kupu-kupu tipis, jas konservatif double-breasted yang dikancingkan di tengah-tengah.
la berkata kepada audiens, “Ketika masih muda, ayah saya datang ke negeri ini karena dia mendengar bahwa Amerika adalah tanah harapan—di mana jalan-jalan diaspal dengan emas. Tapi ketika sampai di sini, dia menemukan tiga hal:
Audiensnya yang berasal dari keluarga kelas pekerja yang berimigrasi beberapa generasi yang lalu dengan segera memihak kepadanya.
DAN SEBALIKNYA
Jangan mengandaikan bahwa orang yang duduk di hadapan Anda mengenal Anda. Shirley Povich, kolumnis pemenang penghargaan dari Washington Post dan ayah raja televisi Maury Povich, mengetahui hal ini dari pengalamannya.
Shirley adalah orang Yahudi Ortodoks. Ketika masih menjadi salah satu selebritas paling terkemuka di New York, dia diundang untuk bicara pada pertemuan B’nai B’rith. la memulai pidatonya di hadapan audiens yang seluruhnya Yahudi, dengan berkata, “Saya senang berada di sini karena, bagaimanapun, beberapa teman baik saya adalah orang Yahudi.”
Audiens duduk tertegun, diam tidak bereaksi, tersinggung karena pembicaranya telah menggunakan kata-kata yang sensitif itu. Shirley segera menyadari sebabnya: Tak seorang pun tahu bahwa dia juga orang Yahudi.
Dengan cepat ia menambahkan, “Termasuk semua saudara saya.”
la menceritakan hal ini kepada teman kerjanya di Washington Post keesokan harinya. “Itu rasanya seperti inspirasi dari Tuhan. Setelah itu, saya menguasai mereka dalam genggaman telapak tangan saya,” katanya.
MENGHADAPI PENOLAKAN
Kadang-kadang Anda dapat menguasai audiens dengan mengatakan sesuatu yang tidak terduga.
Saya pernah memberikan pidato kepada audiens gabungan antara jaksa dan para petinggi polisi. Saya mendapat telepon dari almarhum Dick Gerstein, yang selama bertahun-tahun menjadi pengacara distrik di Miami. Katanya, “Larry, saya punya masalah besar. Kami akan mengadakan dua pertemuan besar dengan para pejabat penegak hukum—Asosiasi Pengacara Distrik Nasional dan Asosiasi Internasional Para Pimpinan Polisi. Keduanya sama-sama diselenggarakan pada Senin malam, jadi mereka memutuskan untuk menggabungkannya menjadi makan malam besar di Fontainebleau.”
Kata saya, “Apa masalahnya?”
Katanya, “Masalahnya, saya harus mencari pembicara penghibur untuk makan malam setelah pembicara terakhir rapat kami itu, yaitu Frank Sullivan, Ketua Komisi Kriminal Florida. Dia adalah pembicara terburuk di dunia. Kau bisa bicara setelah dia?”
Saya protes karena saya kira tak seorang pun di antara mereka pernah mendengar tentang saya. Dick berkata, “Saya perlu seseorang untuk membangunkan audiens setelah Sullivan membuat mereka tidur. Jangan khawatir. Saya akan membantumu.”
Ketika sampai di acara makan malam itu, saya lihat ucapan Dick tidak berlebihan. Sullivan terus saja mengoceh secara monoton. Semua salindia, diagram, dan grafiknya sama sekali tidak membantu, la membuat seluruh ruangan yang dipenuhi dua ribu orang itu sunyi—bahkan istrinya pun tertidur.
Saya duduk di meja utama, mengenakan tuksedo untuk pertama kali dalam hidup saya, dan melihat semua kepala polisi dan jaksa wilayah mengenakan seragam mereka. Semua terkantuk-kantuk. Sullivan berbicara sekitar setengah jam. Ketika ia selesai, audiens segera bangkit untuk pergi.
Dick melihat hal ini dan panik, la segera meraih mikrofon dan menuju mimbar di tengah-tengah meja utama, dan dengan cepat berkata, “Sebelum Anda pulang… teman saya, Larryyy Kiiiiiiing.”
Sedikit membantu.
Sekarang giliran saya yang panik. Audiens belum pernah mendengar tentang saya. Dua ribu orang baru saja dicekoki dengan pidato terburuk dalam sejarah dunia pembicaraan. Mereka lelah dan ingin segera kabur dari situ.
Menurut seorang veteran penulis naskah pidato di Washington, trik sukses pidato adalah “menusuk mereka dari posisi mereka”.
Saya berjalan menuju pengeras suara dan mengatakan sesuatu yang tidak dapat saya lakukan lagi sekarang, karena kriminalitas telah menjadi keprihatinan yang suram dan mencekam. Tetapi, peristiwa itu terjadi tiga puluh tahun yang lalu. Dengan tegas saya katakan, “Ladies and gentlemen, saya adalah seorang penyiar. Dan dalam dunia penyiaran, kami mempunyai doktrin keadilan yang disebut’aturan kesamaan waktu’. Kita harus memberi kesempatan yang sama panjang kepada yang pro maupun yang kontra terhadap suatu pandangan. Saya benar-benar memegang keyakinan ini. Kita baru saja mendengar Mr. Frank Sullivan bicara tentang perlawanan terhadap kejahatan. Sejalan dengan doktrin keadilan itu, saya di sini akan bicara memihak pada kriminalitas.”
Semua orang diam. Anda dapat mendengar lencana jatuh. Dengan segera, saya memperoleh perhatian mereka. Cuma, sekarang saya harus memikirkan, apa yang harus saya katakan selanjutnya. Lalu saya berkata, “Berapa banyak orang dalam ruangan ini yang ingin menetap di Butte, Montana?”
Tidak ada yang mengangkat tangan.
Saya melanjutkan, “Butte, Montana, mempunyai laju kriminalitas terendah di antara Dunia Barat. Tahun lalu tidak ada kejahatan di Butte, Montana. Tetapi, tak ada orang yang ingin pergi ke sana.”
Kemudian, saya mengajukan dua pertanyaan dan langsung menjawabnya, “Mana saja yang menjadi lima kota tujuan utama wisata di Amerika? New York, Chicago, Los Angeles, Las Vegas, Miami. Kesimpulannya jelas: kriminalitas menjadi atraksi bagi turis. Orang-orang pergi ke tempat kejahatan berada.”
Istri Sullivan bangun.
“Satu keuntungan besar lainnya, jika Anda perhatikan, adalah bahwa uang akan tetap tinggal di dalam. Pemerintahan federal tidak akan campur tangan. Tukang judi lokal akan pergi ke restoran lokal. Uang tetap di dalam wilayah.”
Saya sendiri mulai memercayai hal ini.
Kemudian saya mengucapkan kalimat penentu, “Dan satu hal lagi. Bila kita dengarkan Mr. Sullivan, bila kita perhatikan diagram maupun grafik-grafiknya dan melaksanakan kata- katanya, kita dapat menyapu bersih kejahatan dari Amerika. Lalu, apa yang terjadi? Setiap orang di dalam ruangan ini akan kehilangan pekerjaan!”
Kepala polisi Louisville, Kentucky, seorang pejabat penegak hukum yang mempunyai selera humor, melompat berdiri dan berkata, “Apa yang dapat kami lakukan untuk membantu?”
Saya bukan ahli pidato terbaik, tapi saya telah mengubah audiens yang mati dengan mengatakan sesuatu yang benar- benar berlawanan dengan yang mereka duga. Sekali lagi, dengan bantuan selera humor.
Dalam kasus lain, saya melihat Gubernur Mario Cuomo memperoleh tanggapan audiens yang juga merupakan kelompok hamba hukum, dengan kemahirannya bicara, bukan dengan humor.
Waktu itu saya menjadi MC dalam sebuah acara makan siang para sheriff di New York, dan Gubernur Cuomo menjadi pembicara. Selagi berlangsung makan siang itu, saya menemuinya dan berkata, “Apa yang akan Anda bicarakan nanti, Mr. Gubernur, supaya saya bisa mengatakannya kepada audiens saat memperkenalkan Anda?”
Cuomo menjawab, “Saya akan bicara menentang hukuman mati.”
Saya berkata kepadanya, “Gagasan yang baik, Mr. Gubernur. Satu ruangan penuh dengan seribu sheriff, semuanya mendukung hukuman mati, dan Anda mau bicara menentang mereka. Benar-benar luar biasa!”
Well, kenyataannya ia benar-benar luar biasa. Di ruangan penuh sheriff itu, ketika dia katakan bahwa dirinya menentang hukuman mati, kemudian memberikan alasannya, ia benar- benar membuat kagum mereka. Cara penyampaiannya, pengaruh kata-katanya, dan kedalaman argumentasi dari kedua sisi masalah benar-benar memesona.
Saya bukan ahli pidato terbaik, tapi saya telah mengubah audiens yang mati dengan mengatakan sesuatu yang benar-benar berlawanan dengan yang mereka duga. Sekali lagi, dengan bantuan selera humor.
Cuomo dianugerahi kemampuan bicara yang luar biasa, tapi dua hal yang dapat dipelajari dari pidatonya hari itu:
Pertama, pentingnya persiapan. Cuomo mengenal audiensnya, dan menunjukkan kepada mereka bahwa posisi dan pendapat pribadinya mengenai hukuman mati didasarkan pada pemikiran maupun penelitian yang mendalam tentang masalah itu.
Kedua, pentingnya hasrat yang membara. Cuomo sebetulnya dapat dengan mudah memilih topik yang lebih aman dan lebih lunak, sebagaimana banyak dilakukan oleh para politisi.Tetapi, ia memilih perkara yang sangat ia prihatinkan; hasratnya membuat ia menjadi pembicara jempolan.
ARTI KERINGKASAN
Guru-guru bahasa menceritakan kisah mengenai seseorang yang menerima surat sangat panjang dari seorang teman yang diakhiri dengan permintaan maaf: “Maafkanlah saya atas surat yang terlalu panjang ini,“tulis temannya itu. “Saya tidak punya waktu untuk menulis surat pendek.”
Memang, tidak mudah untuk menyingkat pembicaraan atau tulisan, khususnya mengenai topik yang banyak Anda ketahui seluk-beluknya. Tetapi, dalam segala jenis komunikasi, sebaiknya sediakan waktu untuk menyingkat pesan Anda ke pokok-pokok yang penting saja.
Penekanan pada keringkasan menjadi lebih penting lagi saat Anda menyampaikan pidato. Ungkapan dalam bisnis pertunjukkan “Sadarlah kapan harus berhenti” berlaku juga di sini. Pembicara publik terbaik selalu tahu kapan harus berhenti.
Abraham Lincoln tahu hal ini. Pidato Gettysburg-nya berlangsung kurang dari lima menit. Di suatu hari pada November 1863, ia harus bicara di depan publik. Sebelum dia, bicara seorang orator paling terkenal, Edward Everett, yang menghabiskan waktu duajami Kita tahu pidato mana yang dikenang sampai sekarang.
Everett mengakui kehebatan Abraham Lincoln ketika mendengarnya. Kemudian ia mengirim surat kepada Lincoln, “Saya akan senang sekali seandainya dapat menyampaikan gagasan inti dalam dua jam pidato saya, seperti yang Anda lakukan hanya dalam dua menit.”
Beberapa pidato terpanjang yang pernah diberikan kepada publik Amerika adalah pidato-pidato penyambutan presiden baru. Pidato seperti itu biasanya membuat audiens mengantuk, tapi seorang presiden baru, William Henry Harrison, benar-benar membunuh dirinya sendiri karena bicara terlalu panjang. Harrison menyampaikan pidatonya selama lebih dari satu jam, dalam suhu beku pada tanggal 4 Maret 1841. Dia terserang pneumonia, dan meninggal sebulan kemudian.
Tetapi, dalam segala jenis komunikasi, sebaiknya sediakan waktu untuk menyingkat pesan Anda ke pokok-pokok yang penting saja.
Sebaliknya, pidato penyambutan terpendek menjadi salah satu pidato paling dikenang dan paling sering dikutip. Pidato itu disampaikan pada 20 Januari 1961 oleh John F. Kennedy. Presiden baru ini memberikan tantangan kepada rakyat Amerika, seiring dengan datangnya dekade 1960-an, yang sering dianggap sebagai masa-masa kelesuan.
“Saudara-saudara, rakyat Amerika,” kata Kennedy, “jangan bertanya apa yang dapat dilakukan oleh negara untuk kalian, tetapi tanyakanlah apa yang dapat kalian lakukan untuk negara.”
la juga bicara tentang ketetapan negara untuk tidak terintimidasi oleh kekuatan asing ketika Perang Dingin mencapai puncaknya, “Biarkan semua negara tahu, entah mereka mendukung atau menentang kita, bahwa kita akan membayar berapa pun harganya, menanggung segala akibatnya, mengalami segala penderitaan, mendukung semua teman, melawan semua musuh, untuk mempertahankan dan menyukseskan kemerdekaan.”
Carl Sandburg, penulis, penyair, dan sejarawan terkenal yang memenangkan Penghargaan Pulitzer atas laporannya tentang pemerintahan Lincoln, berkata kepada kawan-kawannya tentang pidato inagural Kennedy. “Ini,” katanya, “adalah Lincolnisme.” Kennedy berbicara kurang dari lima belas menit.
Winston Churchill bicara lebih pendek dari itu. Di awal Perang Dunia II, ia diminta bicara di depan almamaternya, sekolah anak-anak teladan di dekat London. Churchill sedang berada dalam puncak karier publiknya, sebagai pemimpin terhormat dan pemberi semangat di masa perang untuk Eropa yang rakyatnya memikul beban “serangan kilat London"yang dilakukan oleh Hitler, dan selama lebih dari dua tahun (sampai Amerika memasuki perang setelah peristiwa Pearl Harbor) menghadapai begitu banyak rintangan melawan tentera Jerman. Inilah nasihat yang diberikannya kepada anak-anak sekolah Harrow School pada 29 Oktober 1941, “Pantang menyerah kalah—pantang, pantang, pantang, pantang— entah besar atau kecil, pandai atau bodoh—pantang menyerah kalah, kecuali pada kehormatan dan akal sehat.” Kemudian ia duduk. Itulah keseluruhan pidatonya.
Kebanyakan dari kita tidak akan pernah menjadi pemimpin dunia bebas. Pidato kita tidak menyangkut isu-isu tentang perang, perdamaian, serta pertahanan nasional. Tetapi, pidato-pidato kita penting—bagi kita sendiri dan bagi audiens kita. Kita dapat belajar dari pembicara-pembicara tersebut. Kemampuan bicara mereka secara efektif menjadi pusat kesuksesan mereka, sebagaimana yang terjadi pada orang-orang sukses di berbagai profesi.
Keringkasan menjadi hal pertama yang dapat kita pelajari dari mereka. Jika orang-orang seperti Lincoln, Kennedy, dan Churchill saja bersedia membuatnya singkat untuk memaksimalkan efektivitas mereka sebagai pembicara, kita seharusnya cukup tahu diri untuk melakukan hal yang sama.
KISS
Kita tahu dari bagian-bagian buku ini bahwa pembicara besar juga mengikuti hukum fundamental mengenai berbicara yang baik. Hukum ini dirangkum dalam singkatan “KISS”, yang berarti “Keep It Simple, Stupid” (Bicaralah Singkat, Bodoh). Takada kata-kata murahan, kalimat rumit, istilah teknis, atau kata-kata trendi dalam pidato ketiga tokoh dunia ini. Ikutilah contoh mereka, dan meskipun Anda bukan seorang Churchill, Anda akan sanggup menyampaikan pesan Anda. Itulah yang membuat Anda menjadi pembicara efektif.
PANGGILLAH YOGI BERRA
Banyak pidato saya yang saya tutup dengan sebuah rekomendasi untuk audiens saya, “Untuk pertemuan Anda yang akan datang, panggillah Yogi Berra.”
Mereka selalu terkejut mendengarnya. Begitu mengatakannya, saya tahu apa yang ada dalam pikiran mereka: Orang ini pernah mewawancarai banyak presiden dan kepala negara, kapten industri, bintang atlet, aktor, aktris, penghibur, ahli bedah otak, astronaut, kenapa dia menyuruh kita memanggil Yogi Berra?
Tentu ada alasannya. Yogi Berra adalah orang yang bijaksana, la bicara dengan perumpamaan. Sepintas, perumpamaannya serasa tidak masuk akal, tetapi dari dalamnya muncul kebenaran sesungguhnya.
Berikut ini beberapa contoh mengapa Yogi Berra masuk dalam daftar pembicara dengan semua bintang:
Di awal dan akhir kariernya bersama Yankees, Yogi bermain dalam lebih dari 250 pertandingan sebagai gelandang luar. Stadion Yankee terkenal gelap, khususnya dalam kompetisi tingkat dunia yang dilangsungkan pada September dan Oktober, ketika siang lebih pendek dari biasanya. Bayangan gelap menjadi masalah bagi gelandang kiri, karena mereka tidak dapat melihat bola yang habis dipukul, hingga sulit sekali menangkapnya.
Suatu hari, setelah Yogi bermain sebagai gelandang kiri Yankees di penghujung musim, seorang reporter menanyakan pendapatnya tentang kegelapan itu. Yogi menjawab, “Malam terlalu cepat datang.”
Tidak ada genius—tidak ada genius lain—yang dapat mengatakannya sebaik itu. Ucapan itu tidak rumit; tidak pula bersifat teknis. Sepintas lalu malah kedengaran tidak logis, tetapi kalimat itu ringkas, langsung, dan cepat dipahami. Itulah sebabnya saya berpendapat bahwa Yogi adalah komunikator yang lebih baik daripada orang yang meluncurkan jawaban lebih panjang dan lebih rumit.
Pada 1964, ketika Yogi menjadi manajer Yankees, seorang reporter lain bertanya kepadanya, apa yang diperlukan untuk membuat tim yang baik. Yogi menjawab, “Pemain yang baik.” Setiap orang dalam bisbol pasti mengangguk, dan Yogi mengatakan semuanya hanya dalam tiga kata.
Seseorang bertanya tentang filosofi hidupnya, dan Yogi berkata, “Kalau Anda menemukan simpangan dijalan, ambillah.”
Satu lagi Yogiisme favorit saya: seseorang bertanya kepadanya, jam berapa sekarang, dan ia menjawab, “Maksud Anda sekarang?”
Yogi dapat menjadi pembicara yang hebat, tapi ia tidak membutuhkannya, la lebih suka bermain golf.
BABU 11: PERLAKUAN KEJAM DAN LUAR BIASA: TEKNIK BERTAHAN DI RADIO DAN TELEVISI
- Mewawancarai dan diwawancarai
- Lima tips untuk televisi dan radio
- Mengubah kabar buruk menjadi kabar baik
- Pelajaran dari debat Gore-Perot
Jika Anda sudah sukses bicara di depan publik, hal selanjutnya yang barangkali menimpa Anda adalah diminta tampil di radio atau televisi. Jangan panik. Dengan berbagai keahlian yang telah Anda pelajari dari buku ini, Anda juga dapat meraih keberhasilan di udara. Dalam bab ini, saya akan membicarakan pendekatan saya untuk percakapan di televisi, beberapa pengalaman saya dengan tamu, dan tips-tips umum yang harus diingat tentang media elektronik.
PENDEKATAN SAYA UNTUK PERCAKAPAN DI UDARA
Saya menggangap show malam saya di CNN sebagai percakapan di depan kamera. Saya tidak menganggapnya sebagai konfrontasi. Ini berbeda dengan beberapa pewawancara lain, seperti Sam Donaldson. Saya rasa Anda tidak perlu menghadapi tamu Anda dengan sikap menyerang, atau seperti seorang jaksa penuntut, untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang solid dan substantif. Saya lebih suka bersikap ramah, mengikat tamu saya sehingga merasa dekat secara pribadi, dan dengan demikian, menghasilkan wawancara yang selain informatif juga menarik untuk ditonton.
Tidak akan ada gunanya bagi saya ataupun bagi tamu saya jika wawancara itu tidak memberitahukan apa pun; karena itu wawancara kami harus informatif. Pada gilirannya, wawancara tidak akan informatif jika tidak menarik, karena para penonton akan segera pindah ke saluran lain.
Saya sudah menyebutkan wawancara saya dengan Dan Quayle yang katanya akan mendukung anak perempuannya seandainya putrinya itu harus melakukan aborsi. Mendengarkan dengan saksama menjadi kunci dalam kasus itu.
Kendati demikian, ada satu faktor lain, yaitu bahwa Anda mampu memancing jawabannya dengan cara yang pas bagi Anda berdua. Kemauan Anda untuk terus berusaha dan kebijaksanaan Anda dalam mengajukan pertanyaan dengan cara yang baik bagi orang yang Anda wawancarai akan memberi Anda kemampuan untuk mengorek jawaban.
Saya mempunyai pengalaman yang sama dengan Joe DiMaggio Jr. Saya sedang menyiarkan show radio Miami saya di kapal kelab malam Surfside__6 ketika Joe Junior datang bersama seorang teman. Tamu saya malam itu adalah Bill Hartack, seorang joki. Setelah mewawancarai Bill, Joe Junior tampil di show dan kami bercakap-cakap selama setengah jam tentang kehidupannya sebagai putra dan keturunan salah seorang yang paling terkenal di Amerika.
Saya rasa Anda tidak perlu menghadapi tamu Anda dengan sikap menyerang, atau seperti seorang jaksa penuntut, untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang solid dan substantif.
Sambil berbicara, kami secara logis dan wajar masuk ke topik tentang hubungannya dengan ayahnya. Akhirnya saya mengajukan pertanyaan paling mendasar yang dapat ditanyakan kepada insan manusia tentang orangtuanya: “Anda mencintai ayah Anda?”
Joe Junior berpikir lama. “Saya suka apa yang telah dilakukannya.”
“Anda mencintainya?”
la diam lagi. Lalu, “Saya tidak mengenalnya.”
Saya yakin Joe Senior mempunyai pandangannya sendiri tentang hubungannya dengan anaknya. Kalau saja ia bersedia datang ke show saya, saya pasti memberinya kesempatan untuk membicarakannya, tapi karena Joe menolak bicara tentang kehidupan pribadinya, saya yakin ia tidak akan mau diundang.
Seandainya pertanyaan tentang ayahnya itu menjadi pertanyaan pertama, kemungkinan besar Joe akan memberikan jawaban yang umum seperti “Tentu saja”. Tetapi, karena saya menanyakan setelah ia merasa nyaman dengan saya, sebagai bagian dari percakapan yang masuk akal dan bijaksana, ia memberikan jawaban yang lebih jujur dan lebih tajam.
Saya tidak pernah takut menanyakan hal yang barangkali dianggap bodoh, jika pertanyaan itu saya rasa ingin diketahui oleh para pemirsa siaran saya. Saya mengajukan pertanyaan- pertanyaan di hadapan orang di seluruh dunia, yang tidak akan pernah ditanyakan oleh Rather, Brokaw, dan Jennings. Selama masa kampanye 1992, saya bertanya kepada Presiden Bush, “Apakah Anda tidak membenci Clinton?” Para jurnalis profesional barangkali menganggap pertanyaan itu tidak relevan dengan jalannya kampanye, tetapi juga bisa agak berarti, karena menyangkut unsur kemanusiaan—yaitu sikap seseorang terhadap orang lain—dalam diri orang yang kebetulan sedang memegang tampuk kekuasaan tertinggi di negaranya.
Kita semua manusia, juga mereka yang menjadi presiden, dan pertanyaan itulah yang ingin ditanyakan orang, jadi saya tanyakan.
Saya bertanya pada Richard Nixon, “Ketika Anda mulai terpengaruh Watergate, apakah Anda takut?”
Saat terakhir mewawancarai Presiden Reagan, saya bertanya padanya, seperti apa rasanya hendak ditembak. Barangkali reporter akan menanyakan hal lain tentang percobaan pembunuhan oleh John Hinkley terhadap dirinya pada 30 Maret 1981 itu, tetapi saya yakin orang-orang juga bertanya-tanya tentang hal yang saya tanyakan itu.
Edward Bennett Williams berkata kepada saya bahwa ia tahu jawaban setiap pertanyaan yang ia tanyakan di pengadilan, tetapi pengadilan adalah latar yang sangat tidak umum, di mana para advokat tidak membutuhkan kejutan. Dalam talk show saya, saya tak pernah dengan sengaja menanyakan pertanyaan yang sudah saya ketahui jawabannya. Saya ingin merespons tamu saya sama seperti audiens saya, dan saya tidak dapat melakukannya jika saya sudah tahu jawabannya.
KETIKA ANDA DUDUK DI KURSI PANAS
Pengalaman pertama Anda dalam wawancara radio atau televisi hampir pasti akan menampilkan Anda sebagai orang yang diwawancarai, bukan pembawa acara. Ingatlah lagi tentang pramuka: bersiaplah. Dalam wawancara apa pun, rahasia pertama keberhasilan adalah memastikan kontrol Anda terhadap wawancara, bukan orang lain, entah itu dalam wawancara kerja, untuk laporan di koran, atau dalam media elektronik.
Anda dapat memperoleh kontrol dengan memastikan bahwa Anda mempunyai pengetahuan menyeluruh tentang pokok bahasannya, kemudian mengingatkan diri bahwa Anda jauh lebih tahu tentang pokok bahasan itu daripada orang di depan meja atau mikrofon Anda. Jika itu wawancara berita, ingat: Tidak ada yang mengharuskan Anda menjawab setiap pertanyaan, atau memberikan jawaban sedetail-detailnya seperti yang diinginkan oleh pewawancara; bahkan tidak ada keharusan untuk menerima wawancara. Dan, seperti dalam banyak hal lain, mengalihkan pertanyaan dengan humor ketika Anda merasa terdesak sering dapat membuat wawancara Anda berhasil.
Anda tidak dapat dipaksa menjawab pertanyaan orang lain, termasuk saya, kecuali jika Anda duduk sebagai saksi di ruang pengadilan atau memberikan kesaksian tentang suatu perkara pengadilan. Bahkan dalam memberikan laporan yudisial, jika Anda tidak dapat mengingat sesuatu, jangan biarkan kegugupan Anda membuat Anda memberikan jawaban yang tidak bisa dipertahankan dalam pemeriksaan selanjutnya, oleh Anda sendiri atau orang lain. Jika Anda tidak ingat, katakan saja. Mereka tidak dapat memenjarakan Anda karena tidak mampu mengingat sesuatu. Kalau Anda tidak berada di tempat kejadian perkara, katakan saja. Tetapi, ingatlah hal ini: jika Anda ternyata ada di sana, tapi Anda berkata tidak, Anda hanya memancing masalah, berupa kutukan publik atau bahkan hukuman. Katakanlah sejujurnya dan dengan tegas. Jangan pernah takut mengatakan bahwa Anda tidak ingat, jika itu memang benar.
Untuk latar lain, termasuk wawancara berita, Anda tidak perlu takut pada pertanyaan-pertanyaannya. Jika Anda tidak suka dengan suatu pertanyaan karena sebuah alasan yang sah atau alasan lain, Anda dapat mengalihkannya dengan berbagai cara, bahkan dalam Larry King Live. Para eksekutif perusahaan, pejabat pemerintah, selebritas, dan para kolega saya sendiri dalam dunia penyiaran menggunakan beberapa cara ini untuk mengelak menjawab pertanyaan:
“Terlalu awal bagi saya menjawab pertanyaan itu sekarang.”
“Saya belum dapat menjawabnya, karena belum mendapat laporan.”
“Insiden itu telah menjadi perkara pengadilan, jadi saya tidak bisa memberikan komentar.”
“Kami telah memulai penyelidikan dan akan kami keluarkan laporan menyeluruh dalam waktu dekat ini.”
“Itu pertanyaan hipotetis, dan saya tidak berurusan dengan isu-isu hipotetis.”
Dalam wawancara berita, jawaban terburuk sekarang ini sering dikemukakan adalah “no comment”. Dulu jawaban itu efektif, meskipun tidak baik, tapi sekarang tidak akan berguna sama sekali. Dalam masyarakat yang penuh rasa curiga seperti sekarang ini, terlebih lagi dengan mentalitas tabloid gosip yang tampaknya menguasai masyarakat kita, atau paling tidak mempunyai porsi yang menentukan, “no comment” mengimplikasikan perasaan bersalah. “Kalau tidak merasa bersalah, dia tidak akan berkata ’no comment. Kalau dia memang tidak bersalah, dia pasti mau menjawab pertanyaan.” Satu-satunya saat Anda mendengar ucapan seperti itu adalah di naskah TV atau skenario film yang buruk.
Bagaimana jika Anda tahu sebelumnya bahwa Anda masuk ke dalam situasi yang tidak nyaman, tetapi Anda harus melakukannya juga? Apa yang harus dilakukan?
Jawabannya: Jujurlah. Contoh: Tylenol.
Pada 1980-an, ketika diketahui bahwa ada orang yang keracunan Tylenol, karena kapsulnya kemasukan racun, pembuatnya, Johnson & Johnson, langsung mengambil sikap terbuka. Produsen itu tidak berusaha mengecilkan data tentang keracunan tersebut, atau berusaha menutup- nutupinya.
Para pejabat perusahaan itu tampil di televisi dan meminta maaf kepada para konsumen Amerika. Pendekatan hubungan masyarakat mereka pada pokoknya adalah “tidak menggunakan pendekatan hubungan masyarakat”. Mereka mengatakan perkaranya dengan sejujurnya. Mereka katakan, kejadian mengerikan itu memang benar terjadi, tetapi mereka telah memastikan produk mereka tetap aman. Mereka katakan bahwa mereka telah mengambil tindakan- tindakan pencegahan yang luar biasa untuk meminimalkan kemungkinan bahwa hal itu terjadi lagi di masa datang, dan konsumen dapat terus membeli Tylenol tanpa perlu khawatir.
Hasilnya, kepercayaan publik terhadap produk tersebut dapat dipertahankan dan Johnson & Johnson memenangkan respek di seluruh negara atas kejujurannya.
John Kennedy dan Janet Reno melakukan hal yang sama. Ketika invasi Teluk Babi di Kuba pada 1961 berbalik menjadi kegagalan militer dan kemarahan nasional, Kennedy menerima kesalahan itu. la tidak berkata, meskipun bisa, bahwa ia hanya melanjutkan rencana yang telah dimulai sejak pemerintahan
Eisenhower, atau bahwa itu adalah kesalahan dinas intelijen, la tegak berdiri dan menerima tanggung jawab sepenuhnya.
Jaksa Reno melakukan hal yang sama setelah tragedi Aliran Davidian di Waco, Texas, hanya beberapa bulan setelah ia memegang jabatan itu. Barangkali Anda tidak sependapat dengan apa yang terjadi dalam kepemimpinan Kennedy dan Reno, tetapi Anda tak dapat menolak bahwa mereka berdiri dan bertanggung jawab, serta memenangkan respek atas kejujuran dan sikap terus terang mereka.
Salah satu contoh terbaik dalam memotong dan menyusun wawancara adalah para pejabat militer kita. Angkatan Udara sudah lama menerapkan praktik ini. Mereka menginstruksikan, jika terjadi kecelakaan pesawat dalam masa damai, pejabat penerangan harus segera mengeluarkan pernyataan dan mengatakan dua hal:
Itu sebuah “misi penerbangan rutin”.
Akan dibentuk komisi penyelidik untuk menyelidikinya.
Kedua pernyataan itu masuk akal, dan karena dibuat dengan cepat, Angkatan Udara tampak positif dan bertanggung jawab terhadap hak-hak publik untuk mengetahui tentang terjadinya kecelakaan. Pada saat yang sama, dengan mengatakan kedua hal ini, mereka menepis tuduhan dan kecurigaan, serta memberikan cukup waktu bagi Angkatan Udara untuk melakukan penyelidikan.
SENJATA PAMUNGKAS LAINNYA
Berikut adalah lima tips yang saya ambil dari pengalaman saya sendiri dan dari pembicaraan saya dengan orang-orang lain dalam dunia penyiaran. Saya harap tips berikut dapat membantu Anda bertahan dan berhasil di radio dan televisi:
Lakukan apa yang membuat Anda merasa nyaman —Salah satu rahasia keberhasilan kinerja dalam merepresentasikan diri Anda sendiri, perusahaan, atau organisasi Anda di radio atau televisi adalah memastikan bahwa Anda merasa nyaman dengan apa yang sedang Anda lakukan. Jika Anda tidak ingin diwawancarai, jangan lakukan. Jika seseorang menyodor- nyodorkan mikrofon ke muka Anda saat Anda keluar dari pertemuan, gunakan salah satu jawaban yang telah saya sarankan. Ikutlah nasihat Jackie Gleason yang biasa berkata,
Jika itu wawancara berita, ingat: Tidak ada yang mengharuskan Anda menjawab setiap pertanyaan, atau memberikan jawaban sedetail- detailnya seperti yang diinginkan oleh pewawancara.
“Saya ingin menikmati apa yang saya lakukan. Saya tidak ingin merasa seperti sedang bekerja.”
Jika Anda tidak merasa senang dengan topiknya atau merasa tidak cukup menguasainya, tolaklah wawancara itu. Alihkan ke orang lain. Atau katakan saja bahwa mereka menemui orang yang salah.
Mengikuti zaman —Tetaplah “muda"dalam arti bahwa Anda mengikuti zaman. Kenalilah acara-acara TV atau film yang sedang populer, penyanyi dan aktor-aktor favorit. Walau tidak perlu menjadi pakar, berusahalah akrab dengan kejadian- kejadian akhir-akhir ini, serta berita-berita apa yang sedang dibicarakan orang.
Ketika saya berusia belasan, dua puluhan, dan tiga puluhan tahun, kaum selebritas adalah orang-orang seperti Frank Sinatra, Glenn Miller, Joe DiMaggio, dan Franklin
Roosevelt Tetapi, semakin bertambah usia saya, nama- nama itu berganti, demikian juga masanya. Segera kita membicarakan Jackie Robinson dan Dwight Eisenhower, kemudian JFK dan Elvis. Sekarang kita harus tahu siapa Tom Cruise dan Roseanne Arnold itu, dan entah siapa lagi yang akan mengisi panggung selebritas kita. Selain jitterbugging dan bobby-soxers dalam masa muda saya, sekarang saya sedikit banyak harus tahu tentang rock dan bahkan musik rap. Mungkin saya tidak menyukainya, tetapi saya harus tahu hal- hal seperti itu.
Pada 1950-an dan seterusnya, kita harus tahu sedikit tentang Perang Dingin. Sekarang kita harus tahu bagaimana akhirnya. Kita dulu terbiasa dengan Uni Soviet. Sekarang kita harus juga dapat membicarakan perkembangan di Bosnia.
Itulah salah satu alasan mengapa Presiden Clinton muncul di MTV. Clinton setuju tampil dalam show itu tidak hanya karena mengikuti zaman, tetapi juga untuk menunjukkan sikapnya, bahwa ia memahami kepentingan dan keprihatinan kaum muda Amerika dan orangtua mereka yang telah memilihnya.
_Hindarilah hal-hal negatif—_jangan pedulikan hal-hal negatif; itu hanya merugikan Anda. Jika Anda memusatkan diri pada hal-hal negatif, kinerja Anda akan negatif juga. Ingatlah bahwa kemunculan Anda di suatu pertunjukan atau jawaban-jawaban Anda dalam wawancara, meskipun barangkali penting bagi Anda dan banyak orang lain, tidak akan mungkin mengubah peradaban yang kita kenal sekarang.
John Lowenstein, pemain bisbol liga utama yang berbakat selama bertahun-tahun dan sekarang menjadi penyiar televisi Baltimore Orioles, pernah ditanya oleh seorang reporter tentang kegagalannya mencetak poin yang menentukan dalam pertandingan Oriole malam itu.
Lowenstein, yang mungkin merupakan filsuf paling orisinal dalam dunia bisbol setelah Casey Stengel dan Yogi Berra, berkata pada reporter itu, “Lihat, ada semiliar orang di Cina, dan besok pagi tak seorang pun dari mereka tahu kegagalan saya itu.”
Jadi, santailah.
Pendekatan radio dan televisi sama—Di televisi, penampilan Anda penting. Di radio tidak. Di luar itu, pendekatan saya sama.
Saya adalah seorang komunikator—ya, komunikator verbal. Selama tiga puluh tujuh tahun di radio, saya memandang tamu-tamu saya sama seperti di televisi. Di televisi, saya biarkan kamera mengikuti saya; bukan saya yang mengikutinya. Karena penampilan tidak penting di radio, saya sering mengenakan jeans; tapi di TV tidak pernah. Kadang saya menghadiri makan siang dengan kemeja putih dan dasi (meskipun saya dapat mengenakan jaket Dodgers 1937 saya, selain setelan atau mantel olahraga), lalu pulang ke kondominium saya di Arlington, Virginia, berganti dengan celana jin. Setelah di radio, saya kenakan kemeja resmi, dasi, dan suspender untuk show TV malam saya.
Kembangkanlah suara Anda sebaik-baiknya —Baik di radio maupun di televisi, suara Anda penting. Barangkali Anda mengira tak seharusnya begitu, tetapi nyatanya begitulah: suara itu penting. Suara Anda saat bicara mencerminkan ciri khas dan otoritas Anda. Memang, beberapa orang sangat berhasil di dunia penyiaran tanpa suara yang hebat. Edwin Newman adalah contohnya. Demikian juga Red Barner. Tetapi, mereka adalah pengecualian. Mereka mampu mengatasi ketidakhebatan suara mereka dengan memproyeksikan diri mereka dengan ciri khas dan otoritas mereka—dengan bakat penyampaian mereka, dengan kemampuan interpretif mereka, dengan pengetahuan mereka yang mendalam tentang pokok bahasan mereka, serta dengan minat besar mereka terhadap topik yang sedang dibicarakan.
Saya beruntung dilahirkan dengan suara yang dianggap cocok untuk dunia penyiaran. Saya tidak pernah mengkhawatirkannya. Tetapi, seandainya saya tidak mempunyai suara yang diberikan pada saya ini, saya akan berusaha keras untuk memperbaikinya, meski seandainya saya tidak pernah berkecimpung di dunia penyiaran sama sekali.
Faktor suara sangat memengaruhi keberhasilan Anda. Pernah dikatakan bahwa Presiden Clinton akan memproyeksikan kesan yang lebih persuasif seandainya ia mempunyai suara yang lebih kuat dan lebih dalam, meskipun saya tidak tahu bagaimana orang dapat lebih impresif di televisi ketimbang dia. la adalah presiden Amerika terbaik di televisi setelah Kennedy, termasuk Reagan. Tetapi, jika Anda dapat membayangkan Clinton dengan suara Edward R. Murrow, Anda akan tahu apa yang saya maksudkan.
Dalam profesi apa pun, kalau saya rasa suara saya dapat diperbaiki, saya akan mencari pelatih suara—di setiap kota ada—atau membaca buku di perpustakaan atau melakukan keduanya. Saya tahu dari teman-teman penyiar bahwa kursus suara ada manfaatnya, demikian juga latihan suara.
Jika suara Anda menjadi bagian penting dalam pekerjaan Anda, dan Anda dapat membuatnya penting dan bermanfaat bagi Anda, bertanyalah pada diri sendiri, bisakah suara Anda dikembangkan. Kalau bisa, Anda dapat mengikuti saran-saran tersebut. Kemudian terapkanlah sebaris kata dalam lelucon lama tentang seorang violis muda yang bertanya kepada seniornya di jalan, bagaimana dapat mencapai Carnegie Hall— jawabannya adalah “berlatih, berlatih, berlatih”.
Betapapun kualitas suara Anda, penyampaian Anda sangat penting. Jika Anda kedengaran sangat mirip dengan Don Knotts atau jika orang berkata bahwa Anda bicara kurang keras atau terlalu cepat, perbaikilah. Perlambatlah sendiri; ini juga akan membuat Anda tenang.
Suara Anda saat bicara mencerminkan ciri khas dan otoritas Anda.
Cara melakukannya adalah dengan membiasakan diri dengan bunyi suara Anda sendiri, dan itu menjadi unsur kunci lain yang menentukan keberhasilan atau kegagalan Anda di radio atau televisi.
Pertama kali Anda mendengar suara Anda di tape recorder, bahkan jika itu dari mesin penjawab Anda sendiri, saya yakin Anda akan berkata, “Oh! Suaraku mengerikan!” Sesungguhnya, setiap orang menganggap dan mengatakan hal yang sama ketika pertama kali mendengar suara mereka sendiri.
Jadi, jika akan tampil di radio atau televisi. Anda hendaknya memastikan diri agar Anda merasa nyaman dengan suara Anda. Bagaimana? Dengan berbicara keras-keras. Cara ini juga dipakai oleh banyak pembicara dalam berlatih pidato.
Berlatihlah menjawab pertanyaan imajinatif; atau ajaklah seseorang “berlatih” bersama Anda. Cara ini juga dilakukan oleh para pemimpin berpengalaman dalam bisnis dan pemerintahan sebelum mereka tampil di radio, televisi, atau dalam konferensi pers.
Biasakan diri dengan warna suara Anda dan kembangkanlah pengucapan kata-kata Anda, agar menjadi kebiasaan bagi Anda dan membantu Anda merasa nyaman. Anda akan merasa jauh lebih tenang dan lebih yakin saat tampil, dan ini sangat memperbesar kesempatan Anda untuk memberikan kinerja yang berhasil dan persuasif.
Jika Anda tampil di televisi, penampilan menjadi sangat penting karena Anda tidak hanya mempresentasikan seseorang, tetapi juga diri Anda sendiri. Karena itu Anda perlu mengenakan kemeja atau gaun yang baik dan memastikan diri tampak rapi, termasuk untuk hal-hal kecil seperti membersihkan kuku. Di sini kita tidak perlu mendiskusikan masalah kesehatan, tetapi percayalah, kamera televisi tak pernah bohong, la menampilkan kepada pemirsa seperti apa Anda setepatnya. Jika satu kancing kemeja atau blus Anda belum ditutup, penonton akan melihatnya. Jika kuku jari Anda berwarna hitam di ujung-ujungnya karena Anda baru saja mengganti oli mobil Anda, para penonton akan melihatnya pula.
Dari sisi positif, jika rambut dan bagian tubuh Anda lainnya tampak indah, Anda akan mempresentasikan diri dan organisasi Anda dengan efektif, khususnya di televisi.
BERHADAPAN DENGAN MEDIA: KASUS SEBAGAI PELAJARAN
Berikut ini sebuah contoh bagaimana suatu organisasi yang mengalami kejadian buruk menghadapi media dengan terus terang dan tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berhasil memperbaiki reputasinya.
Di daerah Montgomery, Maryland, di seberang Washington, tiga narapidana melarikan diri di suatu malam pada 1960- an. Keesokan harinya, petugas penerangan wilayah itu memanggil semua surat kabar serta stasiun radio dan televisi di Washington dan kota satelit Maryland. Kepada kalangan media yang diundang untuk menghadiri konferensi pers dan kunjungan ke penjara, petugas penerangan itu mengatakan kepada para reporter dan editor bahwa pejabat daerah akan menjelaskan segala-galanya. Mereka berjanji menunjukkan kepada para reporter dan fotografer apa yang terjadi, bagaimana kejadiannya, dan bagian penjara yang digunakan oleh para narapidana untuk melarikan diri.
Sementara mereka sedang menuju daerah itu di Rockville, petugas penerangan menemui manajer wilayahnya. Mason Butcher, seorang eksekutif berbakat, berpikiran positif, dan terhormat, untuk meminta saran apa yang harus dikatakan pada media.
Ketika semua media itu tiba, Butcher dan kepala penjara siap di sana untuk menjawab pertanyaan. Dan mereka benar- benar melakukannya—menjawab pertanyaan, bukannya berkata “no comment”, atau menunjukkan sikap mengelak, atau bahkan bermusuhan kepada media. Kemudian Butcher dan stafnya benar-benar mengajak media untuk mengelilingi penjara, menunjukkan kepada mereka tempat, bahan, dan peralatan yang digunakan oleh para narapidana untuk meloloskan diri.
Bertindak menurut nasihat awal petugas penerangannya— seorang veteran Angkatan Udara dengan prestasi baik— Butcher kemudian mengumumkan bahwa sedang dibentuk komisi khusus untuk menyelidiki peristiwa itu, dan membuat rekomendasi bagaimana mencegah kejadian itu di masa datang.
Dari sisi positif, jika rambut dan bagian tubuh Anda lainnya tampak indah, Anda akan mempresentasikan diri dan organisasi Anda dengan efektif, khususnya di televisi.
Para narapidana yang meloloskan diri dapat ditangkap dalam waktu singkat. Beberapa bulan kemudian, sebuah komisi khusus mengeluarkan laporannya dan membuat rekomendasi.
Tidak berapa lama kemudian, kepala penjara diberhentikan. Sesuatu yang sebenarnya bisa menjadi pengalaman memalukan bagi pemerintah daerah dan menjadi malapetaka bagi semua orang, kecuali bagi para narapidana itu, berubah menjadi kemenangan hubungan masyarakat. Koran-koran lokal menerbitkan editorialnya, memuji para pejabat tersebut, atas sikap keterbukaan mereka dalam mengatasi situasi.
Wawancara dapat saja dilakukan sebaliknya dan memberikan konsekuensi yang jauh lebih buruk, tetapi mereka justru memilih sikap terbuka; dan dengan itu mereka mendapatkan kemenangan besar. Di samping menjadi pelajaran dalam berhubungan dengan media, di mana para petugas mengubah hal-hal negatif menjadi positif, peristiwa tersebut menjadi kasus klasik tentang cara menangani pertanyaan-pertanyaan media dengan sikap dan kinerja yang menguntungkan semua pihak yang terlibat, khususnya Anda.
HUMOR DAN KERING HUMOR
Presiden Kennedy sangat mahir menggunakan humor untuk mengalihkan pertanyaan. Selama masa jabatannya, Pemuda Demokrat mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap beberapa kebijakannya. Ketika seorang reporter menanyakan hal ini pada sebuah konferensi pers yang ditayangkan di televisi, JFK tidak banyak memberikan pembelaan atas kebijakannya itu.
Sebaliknya ia tersenyum dan berkata, “Saya tidak tahu apa yang salah dengan Pemuda Demokrat dan Pemuda Republik— tetapi untunglah, waktu ada di pihak kita.” Bukannya memberi pembelaan, ia malah menertawakan usia muda mereka, mendapatkan tawa, dan menang pada ronde itu.
Presiden Nixon mengalami kesulitan dalam melakukan ini. Ketika dia sedang mengalami hari-hari berat akibat skandal Watergate, dalam konferensi pers yang akan ditayangkan secara nasional sebagai berita utama, Dan Rather mengajukan pertanyaan yang benar-benar memojokkan Nixon. Bukannya menjawab dengan jujur, atau mengalihkannya dan melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya, Nixon justru balik bertanya, “Anda sedang mengejar sesuatu?”
Lalu Rather menjawab, “Tidak, Sir. Anda?”
Beberapa pemirsa mengkritik Rather sebagai kurang ajar, tetapi yang lain menganggap bahwa pertanyaannya yang sah itu pantas mendapatkan jawaban yang sah pula, bukannya hinaan dari Presiden. Dan setiap orang sepakat bahwa Nixon— tidak seperti Kennedy sepuluh tahun sebelumnya—kalah pada ronde itu.
Di bawah level presiden, seorang politisi di daerah Fairfax, Virginia, yang mengepalai sebuah komite khusus, harus membayar mahal karena ketidakmampuannya mengatasi perkaranya.
Ketika seorang pejabat terpilih dari daerah lain bertanya kepadanya—di depan para reporter, mikrofon, dan kamera— tentang suatu bagian sensitif dalam pekerjaan komite tersebut, bagian yang tidak siap dihadapi oleh sang ketua, dengan tergagap dan sambil berkali-kali mengatakan eee setiap dua atau tiga kata ia berkata, “Itu adalah eee… posisi komite e e e…, di mana komite. ..eee… tidak dalam posisi e e e e… untuk mengambil posisi sekarang ini.”
DEBAT GORE-PEROT
Ketika Wakil Presiden Gore dan Ross Perot muncul dalam Larry King Live untuk memperdebatkan Kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) tahun 1993, mereka boleh dikatakan memberikan pelajaran tentang cara berbicara, menggunakan bahasa tubuh, dan bagaimana tanpa sengaja Anda kalah karena membuat kesalahan fundamental.
Ini bermula dengan dering telepon di apartemen saya pada jam delapan tiga puluh, pada suatu Kamis pagi, di musim gugur 1993.
Penelepon itu berkata, “Larry? Ini Al.”
Saya menjawab, “Al siapa?”
“Al Gore.”
Setelah itu pembicaraan berjalan lancar. Wakil Presiden mengatakan ingin berdebat dengan Ross Perot tentang NAFTA. Kesepakatan itu baru akan dibicarakan di Kongres, dan tampaknya pemerintah, yang mendukung NAFTA, akan kalah. Para pengkritik yang bermunculan, di antaranya Ross Perot, tampaknya memperoleh dukungan mayoritas dalam Kongres. Hanya Presiden Clinton yang mendukung Al Gore, karena di antara pemerintahan mereka sendiri hanya ia dan Clinton yang berniat mengalahkan Perot. Orang lain yakin Perot akan memakan Gore hidup-hidup. Menurut dugaan banyak pihak, debat itu akan membuat Perot mendapatkan banyak dukungan nasional untuk meraih suara lebih banyak, dan memberi Perot semacam panggung—televisi nasional—di mana ia selalu tampil begitu persuasif.
Rupanya Perot terlalu meremehkan lawannya. Selain keunggulan pengetahuan Gore akan pokok bahasan tersebut, sikapnya patut dicontoh. Sebagai hasil pengalamannya di Senat, dia tidak kehilangan ketenangan, dan tidak menunjukkan sikap merendahkan lawan. Dia menatap Perot tepat di matanya, tegas dalam menjawab, dan menahan diri untuk tidak menertawakan lawan beratnya itu. Sebaliknya Perot tampil temperamental, memaksa diri untuk kelihatan ganas, sambil mencela program NAFTA itu, dengan menggunakan bahasa tubuh yang buruk. Penampilan Perot membuat sementara pemirsa berpikir-pikir apakah ia, sebagai eksekutif bisnis dan miliuner, tidak pernah ditentang.
Bahasa tubuh, disadari atau tidak, mempunyai peran besar dalam kemenangan Al Gore dan kekalahan Perot. Gore duduk pada sudut sedemikian rupa, sehingga ia dapat menatap Perot di matanya. Sebaliknya, Perot duduk menghadap saya dan sebisa mungkin menghindari tatapan Gore. Perot tampak bernafsu menyerang dan jengkel. Gore bicara dengan pasti. Perot terus mengeluh bahwa Gore tidak memberinya kesempatan. Bagi banyak penonton kami, Perot menjadi contoh klasik orang dengan pengalaman dan pengetahuan yang tidak memadai tentang pokok perkaranya, dan berusaha berdebat dengan orang yang benar-benar menguasai topiknya, unggul, dan siap berdebat.
Saat itu, satu-satunya kualitas yang masih menyejukkan dari Perot adalah sifat positifnya, la masih tidak memercayai kekalahannya dalam debat itu, dan tetap ramah kepada Gore maupun saya. Saya bertemu Perot empat hari kemudian, dan selama empat hari itu saya tidak mendengar apa pun kecuali bahwa show itu meledak dan malam itu kami menorehkan sejarah politik dan pertelevisian. Lalu saya berkata padanya, “Ross, jika saya meninggal, nama Anda akan masuk dalam deret pertama obituari saya.”
la menjawab, “Dan nama Anda dalam obituari saya.”
Saya tahu, saya menduduki tempat “pertama”. Dan hasil- hasil membuktikannya. Program itu mendapatkan audiens terbesar sepanjang sejarah televisi kabel: dua puluh lima juta penonton. Dan sekarang apa saja mungkin. Anda akan melihat presiden, tidak hanya wakil presiden, bersedia dan bahkan sangat ingin berdebat dengan warga negara biasa menyangkut isu-isu tertentu.
Televisi tidak hanya mengubah cara hidup kita, tetapi juga cara pemerintahan kita, dan debat Gore-Perot menjadi pertunjukan dramatis tentang pengaruh televisi dalam kehidupan kita. Itu menjadi jendela yang memesona menuju cara-cara kita menyelesaikan sesuatu di masa datang, bagaimana kita menyelenggarakan bisnis dan pemerintahan.
Presiden Clinton mengomentari hal itu dalam suratnya kepada saya ketika American Friends dari Universitas Hebrew memilih saya sebagai pemenang Scopus Award tahun 1994. Dengan nada ringan, Clinton membayangkan bagaimana seandainya Bapak-Bapak Pendiri Bangsa menuliskan Konstitusi pada masa ini, setidaknya satu bagiannya tentu akan berbeda.
“Konstitusi membutuhkan laporan-laporan periodik dari Presiden, kepala negara, kepada Kongres. Apa yang mereka pikirkan? Seandainya kemudian mereka tahu apa yang kita kenal sekarang ini, mereka akan tahu bahwa dengan beberapa tamu dan sedikit mengangkat telepon, Anda dapat mengubah negara dan dunia setiap hari, secara langsung di CNN.”
Itu memang berlebihan—tapi mungkin bisa menjadi kenyataan.
Sebelum debat Gore-Perot, saya mengingatkan diri saya sendiri akan sesuatu yang saya sadari dalam semua latar semacam itu, sesuatu yang tidak boleh dilupakan oleh para petugas dan wasit bisbol maupun olahraga lain: Tak seorang pun datang untuk menonton penampilan wasit. Ketika Gore dan Perot mendebatkan NAFTA dalam show saya, sebelumnya saya sudah tahu bahwa tak seorang pun akan menyaksikan saya dan melihat penampilan saya. Atraksi utamanya adalah Al Gore dan Perot. Jadi, saya cukup tahu diri untuk menjaga tetap low profile.
Bahasa tubuh, disadari atau tidak, mempunyai peran besar dalam kemenangan Al Gore dan kekalahan Perot.
Peranan saya malam itu sama seperti yang Anda temukan dalam diri Anda sendiri sepanjang karier Anda, jika Anda menjadi moderator diskusi panel, konferensi meja bundar, atau event-event lain dalam pertemuan, seminar, atau lokakarya. Karena itu, pandangan saya tentang peranan ini barangkali dapat membantu Anda.
Itu berlaku untuk setiap latar yang melibatkan dua atau lebih orang yang mendiskusikan atau mendebatkan pro dan kontra suatu proposal atau isu. Jika Anda menjadi moderator, jangan memihak, buatlah diskusi berjalan lancar, pastikan kedua belah pihak mendapat kesempatan yang sama, dan kendalikan nada, panjang, dan isi pertanyaan dari audiens.
Rencana undang-undang barangkali tidak seimbang dan berat sebelah, dan itu menjadi sesuatu yang penting bagi Anda. Jika Anda seorang wasit yang baik, Anda pasti dapat menyelesaikan pekerjaan Anda dengan baik, dan semua peserta akan pulang sebagai teman.
BAB 12: MASA DEPAN PEMBICARAAN
MASA DEPAN BUKAN SEPERTI DULU
Saya memimpin diskusi panel di New Orleans pada Mei 1994 tentang sesuatu yang begitu sering kita dengar dalam tahun 1990-an—“information superhighway”. Panel yang disponsori oleh Newbridge Networks Inc. di Herndon, Virginia, di dekat Washington itu benar-benar merupakan peristiwa menarik. Sebagai pembicara, Newbridge menarik perhatian para eksekutif perusahaan-perusahaan terkemuka dalam bidang ini.
Diskusi mereka membekaskan satu pikiran mendalam sementara pesawat saya bertolak menuju Washington: Masa depan bukan lagi seperti biasanya.
Itu tidak dimaksudkan sebagai kalimat manis atau permainan kata-kata yang pandai. Kesimpulan itu akan Anda peroleh seandainya Anda ikut duduk di samping saya dan mendengarkan para eksekutif yang merupakan pakar mengenai cara kita berkomunikasi sekarang ini, cara yang kita lakukan di masa datang, dan berbagai perubahan fundamental yang dibawa ke dalam kehidupan kita.
Seperti ditunjukkan oleh para pakar tersebut, “information superhighway” sudah hadir. Sekarang kita hanya menambah jalur. Kita sudah punya pager, mesin faks, telepon selular, video cassette recorder, mesin penjawab, pesan suara, komputer genggam, dan papan buletin elektronis. Sepuluh tahun lagi, peralatan komunikasi akan jauh lebih banyak lagi.
APAKAH BERBICARA AKAN KETINGGALAN ZAMAN?
Beberapa orang khawatir bahwa dengan begitu banyaknya informasi yang dilakukan melalui sedemikian banyak media elektronik, seni percakapan akan menjadi kuno. Saya justru mengatakan sebaliknya. Kita akan lebih banyak “berbicara” daripada sebelumnya, karena adanya peralatan-peralatan baru ini. Percakapan akan selalu ada, selama masih ada manusia. Kenyataannya, dalam konferensi itu saya dikejutkan dengan pemikiran bahwa apa pun teknologi yang membawa kita ke abad dua puluh satu, kalimat pertama dari buku ini akan tetap berlaku: “Kita semua harus berbicara”.
Dengan semua penemuan serta pengembangan Perang Bintang di depan kita, keberhasilan akan selalu kembali ke asalnya. Entah Anda duduk berseberangan dengan seseorang di meja atau mengetik pesan melalui jaringan komputer, prinsip berbicara yang baik tetap sama. Semua itu menyangkut hubungan dengan orang lain.
Keterbukaan, antusiasme, dan kemauan untuk mendengarkan akan membuat Anda menjadi pembicara yang populer dengan media apa pun. Selain itu, entah Anda berbicara pada dua belas orang di balai kota atau memberikan telekonferensi melalui satelit, semua itu sama-sama tertuju pada sekelompok orang. Persiapan, mengenali audiens, dan membuatnya sederhana akan selalu membuat Anda menjadi pembicara yang sukses.
KATA AKHIR
Begitu selesai menulis buku ini, saya justru merasa lebih yakin daripada ketika saya memulainya, bahwa masih banyak yang dapat diberikan oleh buku ini kepada Anda. Bagaimana saya tahu? Karena buku ini sudah terbukti membantu saya. Menuliskannya telah mengingatkan saya pada berbagai gagasan dan teknik yang adakalanya cenderung kita lupakan, karena kita begitu terburu-buru dalam mengarungi hari-hari sibuk kita.
Dalam Bab 10, saya telah menyebut Shirley Povich dari Washington Post, la menjadi salah satu wartawan Amerika yang paling dihormati karena mengikuti keyakinannya sendiri: “Kisah-kisah tak pernah menceritakan hal-hal yang tak dapat ditulis dengan lebih baik.”
Percakapan akan selalu ada, selama masih ada manusia. Kenyataannya, dalam konferensi itu saya dikejutkan dengan pemikiran bahwa apa pun teknologi yang membawa kita ke abad dua puluh satu, kalimat pertama dari buku ini akan tetap berlaku: “Kita semua harus berbicara”.
Itu berlaku juga dalam pembicaraan. Betapapun banyaknya yang kita ketahui, kita dapat terus memperbaiki cara kita berbicara, meraih keberhasilan, dan semakin percaya diri seiring dengan perbaikan itu. Bahkan orang yang telah lama berkecimpung dalam bidang itu seperti saya, yang menjadikannya profesi, dapat dan harus terus melatih teknik- teknik ini. Herb Cohen barangkali tidak begitu terkejut mendengar saya ingin lebih banyak berlatih berbicara, sebab ia telah mendengarkan saya selama lima dekade. Tetapi, ia pasti berterima kasih akan satu hal: saya tidak memberikan laporan lengkap lagi tentang pertandingan bisbol yang saya lihat. Itu butuh lebih dari tiga jam.
Satu hal yang saya harap Anda peroleh dari buku ini adalah sikap terhadap pembicaraan. Berbicara hendaknya tidak menjadi tantangan, atau kewajiban berat, atau sekadar cara untuk mengisi waktu. Berbicara adalah penemuan terbesar manusia. Dengan cara itulah kita dapat saling berhubungan; dan bicara menjadi salah satu kenikmatan hidup. Anggaplah setiap percakapan sebagai sebuah kesempatan.
Bagaimanapun kemampuan Anda sebagai pembicara, ingatlah bahwa:
Jika Anda merasa tidak ahli berbicara, yakinlah bahwa Anda dapat menjadi ahli.
Jika Anda sudah merasa pandai berbicara, Anda dapat melakukannya dengan lebih baik.
Teruslah berbicara!
TENTANG PENULIS
Bicara adalah dunia sehari-hari Larry King, yang telah digelutinya lebih dari empat puluh tahun. Dia menjadi amat terkenal sebagai pembawa acara Larry King Live di CNN, salah satu program televisi kabel dengan rating paling tinggi, dan satu-satunya talk show interaktif yang menjangkau seluruh dunia dan dipancarkan secara langsung. Di samping menjadi pembawa acara Larry King Weekend di CNN, ia menjadi pembawa acara The Larry King Show di Mutal Broadcasting Network selama bertahun-tahun.
Banyak penghargaan yang telah diterimanya, antara lain Peabody Award, lima Ace Award, dan Broadcaster of the Year Award dari International Radio and Television Society. Sebagai kolumnis USA Today dan The Diamond, Larry Kingjuga telah menulis sejumlah buku, antara lain: Tell Me More; Mr. King, You’re Having a Heart Attack; dan On the Line.
Larry King berasal dari Brooklyn dan sekarang tinggal di Arlington, Virginia, di dekat Washington DC.
Bill Gilbert pernah menjadi penulis untuk Washington Post. Selain telah menulis belasan buku bestseller, ia juga editor di The Diamond, majalah bisbol liga utama, dan seorang public speaker berpengalaman, la tinggal di pinggiran Maryland, Washington DC.
“Salah satu hal yang saya pelajar! adalah tidak ada orang yang tidak bisa diajak bicara bila kita memiliki sifat yang tepat. Setelah membaca buku ini, Anda akan mampu mengikuti segala percakapan dengan penuh keyakinan, dan Anda akan tahu cara menyampaikan pesan dengan efektif, dalam situasi apa pun. Anda akan dapat bicara dengan lebih baik dan lebih menikmatinya. Mulailah sekarang juga dan jadilah pembicara yang memesona!”
-Larry King
Sebagian hal yang akan Anda temukan dalam Seni Berbicara kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja:
- Kunci sukses bicara dengan orang yang belum dikenal
- Rahasia sukses pidato dan presentasi
- Cara jitu menyampaikan berita buruk
- Kiat mengatasi rasa malu dan membuat orang lain merasa nyaman
- Rahasia tampil memesona dengan humor
- Apa yang harus dikatakan dalam wawancara pekerjaan
- Tiga kunci menuju pembicaraan bisnis yang sukses
- Delapan hal yang dimiliki para pembicara terbaik
- Kiat bicara efektif di panggung politik
- Trik menghadapi media massa
- Kunci sukses tampil di radio dan TV
- Seni mengelak
Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270